Jenderal yang Hampir Mati Dieksekusi Belanda
Maut hampir menjemputnya, namun ia panjang umur. Sempat jadi jenderal dan pengusaha di masa tuanya.
AKSI Angkatan Pemuda Indonesia (API) di Jakarta pada masa revolusi kemerdekaan membuat tentara Belanda mengamuk. API menyerang Belanda dengan melakukan pelemparan granat dan penculikan. Bahkan, dua perwira menengah Sekutu diculik. Tentara Belanda tak ingin kalah. Mereka memburu dan menangkap ketua dan wakil ketua API Senen, yaitu Abdul Rachman Zakir dan Daan Anwar.
Belanda memutuskan untuk mengeksekusi mati kedua mahasiswa Ika Dai Gakku (Sekolah Kedokteran) itu. Enam orang juru tembak disiapkan. Komandan regu tembak menyuruh mereka berdoa sebelum dieksekusi.
“Kalau memang nasib kita begini, aku akan terima. Tuhan ampunilah dosa-dosa kami. Seandainya kami mati, kami mati sebagai bunga bangsa, sebagai pahlawan,” kata Daan Anwar.
Abdul Rachman Zakir mendengarnya lalu memegangi tangan kanan Daan Anwar jelang maut menghampiri. “Ikuti aku! Ashyadu alla Illaha Illallah,” kata Abdul Rachman Zakir. Belum cukup mereka berdoa, regu tembak menyuruh mereka melihat ke arah kanan. Kemudian semuanya tampak gelap bagi Daan Anwar.
Imam Syafi’i, raja copet Senen yang berjuang mendukung Republik Indonesia, mendengar kabar penangkapan Daan Anwar dan Abdul Rachman Zakir. Ia dan pengikutnya lalu pergi ke Kramat Raya untuk mengganggu acara eksekusi Daan Anwar dan Abdul Rachman Zakir itu.
Rupanya para penembak itu kebanyakan memusatkan tembakan ke Abdul Rachman Zakir. Sehingga hanya sedikit peluru saja yang mengenai Daan Anwar. Acara eksekusi terganggu hingga regu tembak itu buru-buru pergi dari tempat eksekusi.
“Aku siuman dua hari sesudahnya di rumah sakit Centrale Burgelijke Ziekenhuis (sekarang Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo) yang masih dikuasai oleh pihak Republik Indonesia […] lima peluru menembus tubuh Rachman, sementara satu peluru masuk melalui hidung menembus tulang pipi kiriku,” kata Daan Anwar dalam Aku Ingat.
Baca juga: KSAD Pilihan Ibu Tien Soeharto
Abdul Rachman Zakir tidak tertolong. Ia meninggal di rumah sakit. Sementara para dokter berhasil menyelamatkan Daan Anwar. Ketika ia sadar, matanya masih terbalut perban. Menurut Rosihan Anwar dalam In Memoriam Mengenang yang Wafat eksekusi keduanya terjadi pada 8 Desember 1945. Keadaan Jakarta yang tidak aman membuat Daan Anwar harus diungsikan ke Yogyakarta pada 11 Januari 1946. Ketika itu ia belum pulih benar.
Daan Anwar pulih namun sebelah matanya buta. Pada Mei 1946, ia masuk Tentara Republik Indonesia dengan pangkat kapten. Ia pernah memimpin sebuah batalyon di masa revolusi kemerdekaan. Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menyebut ia melanjutkan karier di Tentara Nasional Indonesia setelah 1950. Setelah memimpin beberapa batalyon infanteri di Jawa Barat, ia pernah menjadi komandan resimen 10 dari tahun 1954–1955.
Baca juga: Jenderal Keuangan Soeharto Berpulang
Rosihan Anwar menyebut pada 1960, Daan Anwar pernah menjadi Wakil Gubernur Akademi Militer Nasional di Magelang. Lalu pada 1962 menjadi Asisten Deputi I KSAD. Terakhir, ia pernah menjadi Asisten Pribadi KSAD pada 1970 dan setelahnya minta pensiun. Di TNI, ia mencapai pangkat terakhir Brigadir Jenderal.
Setelah keluar dari TNI, pada 1971 Daan Anwar terjun ke dunia bisnis kayu dan formalin. Tidak hanya memimpin empat perusahaan, ia juga terlibat dalam asosiasi perusahaan. Setelah maut gagal menjemputnya pada 18 Desember 1945 di usia 21 tahun, barulah pada 1997, lebih dari setengah abad kemudian, Brigjen TNI (Purn.) Daan Anwar akhirnya kembali kepada sang pencipta setelah beberapa penyakit menjangkitinya.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar