Jenderal Mayor di Indonesia
Dulu di TNI pernah ada pangkat Jenderal Mayor. Kini hanya ada Mayor Jenderal dan Brigadir Jenderal yang setara itu.
Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Marinir Nur Alamsyah resmi menyandang jabatan sebagai Komandan Korps Marinir TNI Angkatan Laut menggantikan Mayjen TNI Marinir Widodo Dwi Purwanto. Serah terima jabatan berlangsung di Jakarta pada Minggu, 21 Mei 2023.
Pangkat Mayor Jenderal merupakan pangkat yang disandang komandan Marinir sejak era R. Soehadi di masa pra-Trikora. Ketika pertamakali memegang jabatan itu, Soehadi masih berpangkat Mayor. Seiring pertumbuhan Korps Marinir yang pesat pada awal 1960-an, pangkat komandan korpsnya pun ditingkatkan menjadi perwira tinggi. Setelah itu, pangkat komandan Marinir selalu bintang dua (Mayor Jenderal).
Baca juga: R. Soehadi Komandan Marinir Terlama
Sistem kepangkatan dalam Marinir tidak sama dengan kepangkatan dalam Angkatan Laut. Kepangkatan dalam Marinir mengikuti Angkatan Darat (AD). Maka, pangkat-pangkat dalam marinir, termasuk Mayor Jenderal, seiring-sejalan dengan sistem kepangkatan TNI-AD.
Ketika Indonesia baru merdeka, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) punya jenjang pangkat yang tingkatannya tidak sebanyak sekarang. Dalam jajaran perwira tinggi, hanya tiga jenjang pangkat. Jenderal berada di puncak, Letnan Jenderal di tengah, dan yang terbawah Jenderal Mayor. Antara 1945 hingga 1957, tidak seorang perwira TNI pun yang memakai pangkat Brigadir Jenderal atau Mayor Jenderal. Perwira yang pangkatnya setara kedua pengkat itu terhitung sebagai Jenderal Mayor.
Pada 1945, di bawah pangkat Jenderal Mayor terdapat Kolonel, Letnan Kolonel, Mayor di perwira menengah; lalu Kapten, Letnan I, Letnan II, Pembantu Letnan di perwira pertama; dan Sersan Mayor, Sersan sebagai bintara; dan Kopral, Prajurit I dan Prajurit II sebagai tamtama. Jenjang kepangkatan tersebut mengacu para kepangkatan tentara Belanda dan tentara Hindia-Belanda Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL).
Baca juga: Eks KNIL Ikut Bebaskan Papua
Militer Belanda sendiri sistem kepangkatannya mirip –dan kemungkinan besar terpengaruh–militer Prusia. Menurut George Floyd Duckett dalam Technological Military Dictionary, German-English-FrenchVolume 1, Jenderal Mayor memimpin sebuah brigade dan berada di bawah Letnan Jenderal. Dalam istilah Austria disebut Generalfeildwachtmeister, kira-kira semacam jenderal pengawas lapangan.
Dalam KNIL, seorang Jenderal Mayor biasa memimpin sebuah divisi. Pada zaman Hindia Belanda (kini Indonesia) hanya ada dua divisi KNIL, berpusat di Bandung dan Magelang.
Setelah Indonesia merdeka, pangkat Jenderal Mayor pernah dijadikan panglima komandemen. Salah satunya, Jenderal Mayor Didi Kartasasmita.
Dalam otobiografinya, Didi Kartasasmita: Pengabdian Bagi Kemerdekaan, Didi menyebut Komandemen Jawa Barat panglimanya dijabat oleh dirinya sendiri, Komandemen Jawa Timur oleh Janderal Mayor Soedibio, dan Komandemen Jawa Tengah dipegang Jenderal Mayor Suratman. Ketiganya mantan perwira KNIL.
Komandemen-komandemen itu dibentuk untuk membawahi divisi-divisi. Namun kemudian komandemen ditiadakan. Jumlah divisi pun makin diciutkan hingga divisi-divisi yang ada semakin padat.
Setelah TKR ganti nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) pada 24 Januari 1946, para panglima divisi berpangkat Jenderal Mayor. Harsya Bachtiar dalam Siapa Dia Perwira Tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat menyebut Panglima Divisi Siliwangi adalah Jenderal Mayor Abdul Haris Nasution, Panglima Gunungjati Jenderal Mayor Gatot Subroto, Panglima Penembahan Senopati Jenderal Mayor Soetarto, Panglima Diponegoro Jenderal Mayor Soesalit (putra RA Kartini), Panglima Divisi Ronggolawe Jenderal Mayor GPH Djatikusumo. Soesalit merupakan yang tertua, kelahiran 1904.
Baca juga: Anak Kartini Jenderal Kiri
Setelah Perdana Menteri Hatta menerapkan Reorganisasi-Rasionalisasi (RERA) di ketentaraan yang pada 1948 itu sudah bernama Tentara Nasional Indonesia (TNI), jumlah jenderal menciut drastis. Kebijakan itu bertujuan agar tentara bisa dirawat oleh negara yang kala itu kekurangan dana.
“Opsir-opsir menurunkan pangkatnya satu tingkat sehingga bagi TNI tinggal lagi tiga jenderal,” aku Hatta dalam Mohammad Hatta: Memoir.
Ketiga jenderal itu adalah Sudirman, yang turun jadi Letnan Jenderal; Oerip Soemohardjo, yang dari awal di tentara RI hingga meninggal berpangkat Letnan Jenderal; dan Suhardjo Hardjowardojo. Nama terakhir merupakan panglima divisi, tapi di akhir kariernya hanya berpangkat kolonel.
Kepala Staf Angkatan Darat sendiri, Djatikusumo, hanya berpangkat Kolonel. Pun kepala Staf Angkatan Laut, Kolonel Subyakto, dan Kepala Staf Angkatan Udara, Komodor Suryadi Suryadarma. Komodor kala itu setara dengan Kolonel.
Setelah 1950, Kepala Staf Angkatan Perang (KSAP) dipegang oleh Kolonel Tahi Bonar Simatupang, yang belakangan naik menjadi Jenderal Mayor. KSAD saat itu masih berpangkat Kolonel, lalu dinaikkan menjadi Jenderal Mayor saat AH Nasution dipercaya kembali memegang jabatan tersebut usai “pensiun” pasca-Peristiwa Oktober 1952. Dalam banyak buku sejarah, dengan kurang tepatnya, pangkat Jenderal Mayor kerap ditulis sebagai Mayor Jenderal.
Baca juga: Ada Nasution di Balik Dekrit Presiden
Akar pangkat Mayor Jenderal konon berasal dari Sersan Mayor Jenderal. Menurut Raymond Oliver dalam makalah berjudul “Why Is Colonel Called is Kernel?”, sekitar abad ke-17 kata “Sersan” dalam Sersan Mayor Jenderal mulai menghilang hingga disebut Mayor Jenderal saja.
Sementara, pangkat Brigadir Jenderal sejarahnya erat kaitannya dengan satuan bernama Brigade. Brigade konon berasal dari kata Brigare (Florentina) dan Briga (latin). Dulu, para jenderal mengatur dua atau tiga resimen dijadikan satu untuk bertempur. Gabungan dua atau tiga resimen itu disebut brigade, dipimpin seorang Brigadier. Militer Inggris biasa menyebutnya Brigadir saja, sementara militer Amerika Serikat menyebutnya Brigadir Jenderal.
Setelah 1957, pangkat Jenderal Mayor ditiadakan dalam TNI. Ia dipecah menjadi Brigadir Jenderal dan Mayor Jenderal. Sistem kepangkatan yang digunakan TNI mengacu pada militer Amerika Serikat.
Dengan sistem tersebut, maka setelah Kolonel ada Brigadir Jenderal dan di atasnya Mayor Jenderal. Di atas Mayor Jenderal ada Letnan Jenderal dan di atasnya lagi ada Jenderal. Hingga 1965, seorang KSAD hanya berpangkat Letnan Jenderal. Baru di zaman Orde Baru seorang KSAD biasanya akan menjadi jenderal penuh (baca: Jenderal).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar