Penemuan Kota yang Hilang
Sebuah reruntuhan yang ditemukan di Uni Emirat Arab menyingkap jejak kota penghasil mutiara termasyhur abad ke-6.
PARA arkeolog di wilayah Umm Al Quwain, Uni Emirat Arab, menemukan apa yang diyakini sebagai kota kuno Tu'am yang hilang. Dulu kota ini terkenal dengan perdagangan mutiaranya. Ketika mencapai puncak kejayaan pada abad ke-6, Tu'am menjadi begitu terkenal sehingga manuskrip-manuskrip Arab kuno menyebutkannya.
Di bawah arahan Syekh Majid bin Saud Al Mualla, Departemen Pariwisata dan Arkeologi Umm Al Quwain melakukan penggalian bekerja sama dengan para ahli regional dan global. Lokasi penelitian di Pulau Al Sinniyah, situs arkeologi terpenting di kawasan Teluk Persia, yang merupakan bagian dari gugusan pulau-pulau kecil di sisi barat Semenanjung Khor Al Bidiyah.
Setelah penggalian selama tiga bulan, para arkeolog menemukan sisa-sisa rumah petak kuno, sebuah bangunan besar dengan unit hunian yang masing-masing berukuran 30 meter persegi. Dibangun berdempetan di gang-gang sempit, keberadaan rumah-rumah ini menunjukkan sebuah permukiman yang canggih dan padat penduduk.
Baca juga: Penemuan Kota Emas yang Hilang
Profesor Tim Power dari Universitas Uni Emirat Arab, yang memimpin penggalian, mengatakan tim arkeologi pari.id memang belum menemukan bukti tak terbantahkan seperti prasasti yang memuat nama kota tersebut. Namun, tak adanya permukiman besar lainnya dari periode ini di pesisir pantai memperkuat argumen bahwa ini adalah Tu'am.
“Pekerjaan arkeologi kami telah menemukan pemukiman terbesar [pada masanya] yang pernah ditemukan di pantai Teluk Emirat,” kata Tim Power, dikutip The National.
“Dan ini adalah periode yang tepat untuk kota yang digambarkan dalam sumber-sumber geografis awal Islam. Ini jelas merupakan tempat yang sangat penting. Tidak ada yang pernah menemukannya.”
Hilang oleh Wabah
Tu’am diyakini pernah menjadi ibukota suatu wilayah di pantai Teluk yang sekarang disebut Emirates, dan merupakan pusat penangkapan mutiara yang terkenal karena kualitas permatanya.
Kota ini diperkirakan mulai dihuni pada abad ke-4 dan mencapai puncak kejayaan pada abad ke-5 dan ke-6. Kota ini menarik para biksu Nestorian yang mendirikan biara Kristen antara akhir abad ke-6 dan awal abad ke-7. Tu’am diperkirakan menjadi permukiman Kristen selama sekira 200 tahun sebelum penyebaran Islam.
Kota ini disebut To'me dalam bahasa Aram dan Tu'am dalam bahasa Arab yang berarti “kembar”. Seiring berjalan waktu, nama ini ditransliterasikan ke dalam bahasa Yunani dan Inggris sebagai Thomas. Diperkirakan kota ini dinamai St. Thomas, yang diutus ke Timur untuk menyebarkan agama Kristen.
Baca juga: Wabah Sejak Zaman Rasulullah
“Dalam tradisi Barat, kita mengenalnya sebagai Thomas yang meragukan,” kata Prof Power. “Tapi dalam tradisi Suriah bagian timur, dia adalah bapak pendiri agama Kristen bagian timur.”
Kota ini kemudian ditinggalkan penghuninya akibat ketegangan regional dan wabah penyakit pes yang menghancurkan dan menyebar ke seluruh Mediterania pada abad ke-6. Dugaan ini diperkuat oleh temuan kerangka-kerangka dari kuburan massal di sekitar situs yang tak menunjukkan adanya trauma atau kematian akibat kekerasan. Sejak itu kota ini perlahan memudar dan hilang dari ingatan.
Namun, kini para arkeolog yakin sudah menemukan kota yang hilang tersebut.
Penemuan sisa-sisa rumah petak kuno menunjukkan perkembangan sebuah kota yang kini diperkirakan luasnya sekitar 10 hektar.
Baca juga: Ulama Tetap Berkarya di Tengah Wabah
Mula-mula dibangun gubuk-gubuk batu kecil yang dikelilingi cangkang tiram yang dibuang. Kemudian, karena keberhasilan perdagangan mutiara, kota ini diperluas dengan rumah-rumah lebih besar dengan halaman mewah untuk pedagang kaya di lokasi yang lebih jauh. Bangunan rumah petak menggarisbawahi para pekerja berbondong-bondong datang ke permukiman tersebut.
“Kami mulai melihat stratifikasi sosial seperti ini,” kata Dr Michele Degli Esposti, kepala Misi Arkeologi Italia di Umm Al Quwain dan peneliti di Akademi Ilmu Pengetahuan Polandia.
Sumber sejarah menduga lokasi kota tersebut berada di Al Ain dan Al Buraimi. Tapi kini lokasi tersebut sedang dikaji ulang setelah adanya temuan ini.
Tonggak Peradaban
Selain sisa-sisa bangunan, tim arkeologi juga menemukan guci tanah liat berukuran besar yang dipakai untuk membuat roti, menyamak kulit, atau menyimpan barang. Sejumlah besar botol anggur kurma yang diduga berasal dari Irak dan tulang-tulang ikan juga ditemukan.
Penduduk Tu’am tidak hanya memancing di laguna. “Mereka pergi ke perairan yang lebih dalam untuk mendapatkan spesies yang lebih besar,” kata Prof Power. “Kami punya cukup banyak tuna.”
Temuan-temuan ini memperkuat dugaan bahwa penduduk kota Tu’am terhubung dengan jaringan perdagangan lebih luas yang melintasi Irak, Persia, dan India.
Baca juga: Kota Kuno Ini Tak Lagi Legenda
Penemuan arkeologi ini menjadi tonggak penting dalam mengungkap sejarah peradaban di Uni Emirat Arab.
Sebelumnya, tim arkeolog Umm Al Quwain yang berkolaborasi dengan para ahli lokal dan internasional, menemukan desa mutiara tertua di Teluk Arab tahun lalu.
“Mutiara telah menjadi bagian penting dari penghidupan dan warisan kami selama lebih dari 7.000 tahun, dan beberapa bukti mutiara paling awal yang diketahui berasal dari kuburan neolitikum di Umm Al Quwain,” kata Sheikh Majid, dikutip The National.
Baca juga: Kedai Cepat Saji Tertua di Dunia
Desa mutiara itu ditemukan dekat situs biara Kristen kuno yang digali tahun 2022 –biara kedua di Uni Emirat Arab setelah penemuan satu biara awal 1990-an, di Pulau Sir Bani Yas di Abu Dhabi.
Mulanya, tim arkeologi mengira itu adalah sebuah desa untuk melayani para biksu. Kini, mereka yakin tempat ditemukannya kota mutiara dan biara selama beberapa tahun terakhir kemungkinan besar adalah lokasi kota yang hilang tersebut.
Tim arkeologi berencana melanjutkan pekerjaan di Pulau Al Sinniyah dengan tujuan mengungkap lebih detail tentang tata kota, penduduknya, dan cara hidup mereka. (dirangkum dari berbagai sumber)*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar