Menggali Harta Karun Jaap Kunst
Jaap Kunst mewariskan koleksi alat musik, rekaman silinder lilin, hingga positif kaca. Harta karun etnomusikologi.
Dalam buku tahunan yang diterbitkan Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (Museum Nasional) tahun 1933, Jaap Kunst disebut menyerahkan sekitar 1000 alat musik koleksinya. Etnomusikolog itu juga meninggalkan banyak ‘harta karun’. Dari silinder lilin, positif kaca, hingga surat-surat korespondensi.
Namun, hampir setengah abad koleksi Jaap Kunst di Museum Nasional tak teridentifikasi. Satu persatu peninggalan Jaap Kunts mulai terungkap pada 2004 ketika Museum Nasional hendak menggelar pameran alat musik.
Saat itu, karena Museum Nasional tidak memiliki kurator musik, Nusi Lisabilla, Staf Seksi Koleksi Etnografi dan Ita Yulita, Staf Seksi Konservasi diminta berguru kilat kepada etnomusikolog Rizaldi Siagian. Selama dua hari, dari pagi hingga malam, Nusi dan rekan-rekannya dijejali ilmu tentang musik.
Rizaldi menjelaskan tentang siapa Jaap Kunst dan perannya dalam seni musik. Dia juga menunjukan sebuah buku yang cukup penting tentang musik tradisi karangan Jaap Kunst.
“Aku dilihatkan bukunya Jaap Kunst. Bukunya Hindu Javanese Music Instruments. Itu pertama kali kenal Jaap Kunst. Beberapa foto yang ada di buku ternyata koleksi Museum Nasional," ujar Nusi yang kini menjabat sebagai Kepala Bagian Pengkajian dan Pengumpulan Museum Nasional kepada Historia.
Baca juga: Jaap Kunst Mengabdi pada Musik Tradisi
Sejak itu, Nusi baru menyadari bahwa banyak koleksi alat musik Museum Nasional yang merupakan hibah dari koleksi Jaap Kunst. Namun, ia belum tahu bagaimana keterkaitan Jaap Kunst dengan Museum Nasional. Selain itu, dia juga kesulitan ketika mencoba menginventarisasi koleksinya.
“Kami menghadapi beberapa kendala ketika menemukan beberapa koleksi itu nomor inventarisnya unik. Tidak umum, seperti pakai angka Romawi tapi ada alfabetnya juga,” sebut Nusi.
Nusi mengumpulkan semua koleksi yang bernomor unik itu. Ia menanyakan kepada seniornya di Museum Nasional yang sudah pensiun. Namun, tak ada satu orang pun yang tahu.
Baca juga: Denting Alunan Gamelan Raffles
“Kita gak punya keterangannya sama sekali. Sehingga waktu kita mau pameran tersendat. Kan kita kalau pameran harus memberikan informasi kepada masyarakat. Kalau misalkan kita menaruh saja, tapi tidak diketahui asal dan fungsinya, kan aneh,” ujar Nusi.
Akhirnya, Nusi berusaha membuat klasifikasi. Ia menemukan bahwa Jaap Kunst menggunakan kode untuk mengelompokkan alat musik berdasarkan daerah asal dan organologinya. Temuannya itu kemudian ia tuliskan dalam Warta Museum.
Pada 2009, Nusi mendapat undangan ke Leiden, Belanda. Kesempatan itu ia gunakan untuk menelusuri jejak Jaap Kunts. Ia meminta waktu satu hari untuk mengunjungi perpustakaan Universitas Amsterdam.
“Di situ aku menemukan korespondensinya Jaap Kunst,” cerita Nusi.
Di Universitas Amsterdam terdapat 8.500 surat korespondensi Jaap Kunst dengan para koleganya yang tersimpan apik. Dalam surat-surat korespondensi itulah, Nusi menemukan empat lembar tulisan yang memperkuat temuannya mengenai kode-kode koleksi Jaap Kunst.
Di perpustakaan Universitas Amsterdam, Nusi juga menemukan foto-foto alat musik koleksi Jaap Kunst yang ada di Museum Nasional. Setelah data-data diolah dan dilakukan inventarisir, kini baru diketahui sebanyak 471 dari 1000 koleksi Museum Nasional merupakan warisan Jaap Kunst. Sekitar 500 alat musik masih menunggu diidentifikasi. Sayangnya, lima koleksi diketahui sudah tidak ada di museum. Lima koleksi tersebut kemungkinan rusak.
Baca juga: Memahami Masa Lalu Melalui Musik
“Cuma yang aku nggak habis pikir, Tamburana itu gendang yang tinggi banget dari Nias, yang lebih tinggi dari manusia. Itu harusnya Museum Nasional punya. Aku ada nomor inventarisnya, ada ukurannya, dua meter sekian tapi koleksinya di sini nggak ada,” ungkap Nusi.
Menurut cerita para pendahulunya di Museum Nasional, pada 1942 banyak koleksi alat musik serta dokumen-dokumen terkait yang dirusak atau dibakar oleh pemerintah Jepang.
Pada 2018, Museum Nasional juga menemukan silinder lilin Jaap Kunst. Silinder lilin digunakan Jaap Kunst untuk mengabadikan musik tradisi saat itu. Alat rekamnya bernama fonograf. Total ada 627 silinder lilin peninggalan Jaap Kunst. Namun, hingga kini temuan tersebut belum dikonservasi karena silinder lilin butuh penanganan khusus.
Baca juga: Alunan Gamelan Memikat Komponis Amerika
Museum Nasional mendapat hasil digitalisasi dari Berliner Phonogramm-Archiv (Museum Etnologi Berlin). Silinder lilin Jaap Kunst juga terdapat di Tropen Museum, Universitas Amsterdam, dan kemungkinan di Fine Art Museum, Boston.
Tak sampai di situ, Jaap Kunst juga meninggalkan warisan positif kaca (cetak foto di atas kaca). Dari ratusan keping positif kaca yang terdapat di Museum Nasional, baru 171 keping yang teridentifikasi sebagai peninggalan Jaap Kunst. Selain itu, di Belanda juga terdapat film dokumenter bikinan Jaap Kunst serta beberapa alat musik yang sempat dibawa Jaap Kunst ke Belanda.
Hingga akhir hayatnya, Jaap Kunst telah menulis lusinan buku terkait musik tradisi. Beberapa di antaranya De Toonkunst van Bali (1924), Hindoe-Javaansche Muziek-Instrument (1927), A Study on Papuan Music (1931), Over Zeldzame Fluiten en veelstemmige muziek in het Ngada- en Nagehgebied, West-Flores (1931), De Toonkunst van Java (1934), Music in Nias (1939), Music in Flores: a Study of The Vocal and Instrumental Music Among The Tribes Living in Flores (1942), Een en ender over de muziek en den dans op de Kei-eilanden (1942), serta Music in Java; Its history, its theory and its technique (1949) yang menjadi mahakarya Jaap Kunst.
Beragam koleksi peninggalan Jaap Kunst tersebut kini tengah dipamerkan di Museum Nasional dalam rangka 100 tahun Jaap Kunst. Pameran bertajuk “Melacak Jejak Jaap Kunst, Suara dari Masa Lalu” itu berlangsung sejak 28 November 2019 hingga 10 Januari 2020.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar