Black Widow Bukan Jagoan Biasa
Keluar dari bayang-bayang Avengers, sosok Black Widow berkonfrontasi dengan masa lalunya. Dikemas dengan haluan berbeda dari asal-usulnya.
OHIO, Amerika Serikat di suatu malam tahun 1995. Rutinitas makan malam Natasha Romanoff kecil (diperankan Ever Anderson) dan adiknya, Yelena Belova (Violet McGraw), yang biasanya tenang mendadak berubah jadi kepanikan. Tak lama setelah ayahnya, Alexei Shostakov (David Harbour), pulang, kedua gadis kecil itu diajak bergegas meninggalkan rumah oleh ibunya, Melina Vostokoff (Rachel Weisz).
Keberadaan Alexei dan Melina sebagai mata-mata Rusia telah diendus pemerintah Amerika dan agensi S.H.I.E.L.D (Strategic Homeland Intervention, Enforcement, and Logistic Division). Setelah menghindari kejaran secara heroik, mereka sukses meloloskan diri sampai ke Kuba.
Di situlah Natasha baru tersadar akan banyak hal yang sebelumnya ganjil baginya. Alexei dan Melina bukanlah ayah dan ibu kandung mereka, melainkan dua agen Red Room yang dipimpin Jenderal Dreykov (Ray Winstone). Selama tiga tahun berperan sebagai “pasutri” dengan Natasha dan Yelena sebagai anak angkat, penyamaran Alexei dan Melina hanya untuk memata-matai dan mencuri sebuah teknologi dari S.H.I.E.L.D. Sejak tiba di Kuba, keempatnya terpisah dalam waktu sangat lama.
Baca juga: Kedigdayaan Anti-Hero dalam Venom 2
Tetapi itu bukan akhir dari segalanya. Latar belakang itu baru permulaan dari film superheroine bertajuk Black Widow yang disutradarai Cate Shortland. Film ke-24 dari franchise Marvel Cinematic Universe (MCU) ini khusus menampilkan sosok Black Widow yang beralter-ego Natasha Romanoff tak lagi sebagai karakter sidekick para anggota Avengers, melainkan tokoh utamanya.
Latar ceritanya memang mengambil kejadian pasca-perang saudara para Avengers dalam Captain America: Civil War (2016). Tetapi kemudian Shortland merajut kisah Natasha dewasa (Scarlett Johansson) 21 tahun kemudian keluar dari bayang-bayang rekan-rekan Avengers-nya. Natasha yang jadi buron pemerintah Amerika lantas mengasingkan diri ke Norwegia, dibantu seorang kontraktor militer swasta, Rick Mason (O-T Fagbenle).
Toh Natasha juga tak bisa hidup tenang. Gegara sebuah koper titipan, ia diusik kehadiran sosok Taskmaster alias Antonia Dreykov (Olga Kurylenko), super-villain yang mampu meniru gerak dan gaya bertarung lawannya. Dari mata Antonia juga Natasha mengenang kembali masa lalunya yang kelam, semasa menjadi salah satu barisan “Widow” yang pikirannya dimanipulasi Dreykov, hingga membelot ke S.H.I.E.L.D dan Avengers. Semasa jadi agen S.H.I.E.L.D itulah Natasha pernah membom kediaman Dreykov hingga melukai Antonia.
Baca juga: Lika-liku Harley Quinn dalam Birds of Prey
Koper yang diperebutkan Natasha dan Taskmaster ternyata berisi sejumlah ampul yang menyimpan gas sintetis yang bisa menetralisir manipulasi pikiran barisan Widow yang diperalat Dreykov. Di sinilah alur ceritanya berkelindan dengan sang adik yang sudah lama tak ia jumpai, Yelena (Florence Pugh).
Yelena merupakan Widow pertama yang pikirannya ternetralisir gas sintetis itu. Bersama sang kakak, Yelena ingin membebaskan para Widow lain dari manipulasi Dreykov. Tetapi bukan hal mudah untuk bisa menemukan Dreykov dan markas operasi Red Room. Hanya dua orang yang pernah tahu lokasi Red Room: Melina dan Alexei alias The Red Guardian.
Masalahnya, tak mudah membebaskan Alexei yang dipenjara di sebuah pedalaman Rusia. Pun bukan hal gampang pula meyakinkan Melina, yang mengasingkan diri di dekat St. Petersburg, untuk mau urun tangan menjatuhkan Drekyov dan menghancurkan Red Room. Terlebih ada begitu banyak emosi yang terpendam di antara mereka saat mempertanyakan apakah semua hal yang dirasakan dalam keluarga mereka dulu adalah hal nyata atau palsu.
Bagaimana kemudian duet kakak-adik Natasha dan Yelena saling pamer kemampuan bertarung sebagai jagoan tanpa kekuatan super dan bantuan para Avengers untuk menghadapi Dreykov dan Taskmaster? Saksikan sendiri kelanjutannya di bioskop atau di platform daring. Meski secara daring sudah tayang sejak Juli 2021, Black Widow baru mampir ke bioskop-bioskop di tanah air pada akhir tahun 2021.
Baca juga: Aquaman Sang Penguasa Tujuh Lautan
Jagoan di Area Abu-Abu
Natasha Romanoff alias Black Widow memang karakter yang tak punya kekuatan super. Namun sebagaimana penggambarannya di komik, si cantik nan misterius itu punya kemampuan manipulasi dan aneka ilmu bela diri. Ia juga terampil menggunakan beragam senjata api dan senjata tajam selain senjata khasnya, sebuah gelang yang bisa menembakkan taser atau senjata kejut listrik.
Black Widow, seperti halnya 23 film MCU, tak kalah apik dalam penggunaan CGI (computer generated image). Salah satunya dibuktikan dalam adegan pertarungan di markas Red Room yang mengapung di udara.
Soal artistiknya, tone (pencahayaannya) dibuat benderang untuk memperjelas masa lalu sang tokoh serta aksi-aksi pertarungan Natasha dan Yelena. Music scoring-nya juga dinamis. Tak hanya diiringi beat-beat menegangkan dalam adegan-adegan action-nya, komposer Lorne Bafle turut menyelipkan lagu-lagu lawas, seperti “Smells Like Teen Spirit” milik Nirvana dan “American Pie” ciptaan Don McLean, untuk menguak sisi emosional Natasha dan Yelena.
Baca juga: Wonder Woman 1984 dan Nilai Kejujuran
Sisi emosional karakternya dibangun dari cerita latar bahwa keduanya punya pengalaman traumatik saat masih kecil. Ini juga yang jadi “jembatan” bagi sutradara kala menyelipkan isu keluarga, utamanya perihal parenting.
Keluarga Natasha dan Yelena memang hadir sebagai keluarga palsu untuk kepentingan penyamaran. Namun, akhirnya naluri orangtua Alexei dan Melina tetap tumbuh dan lestari meski gaya keduanya berbeda dalam mengasuh Natasha dan Yelena.
“Ayah saya yatim piatu jadi dia tak pernah tahu bagaimana caranya jadi orangtua. Ibu saya berasal dari keluarga yang besar, saudaranya 12 orang. Ibu saya miskin tapi kaya dalam hal imajinasi dan cinta. Jadi saya semacam punya dua gaya parenting diametris yang berlawanan. Apa yang ingin saya lakukan terhadap Natasha adalah membebaskan dia dari masa lalu. Natasha punya penyesalan karena pernah jadi bagian dari sistem yang korup dan kemudian terbebani oleh masa lalu itu. Melina, Yelena, dan bahkan Alexei membantunya lepas dari masa lalu itu,” kata Shortland dikutip ABC, 11 Juli 2021.
Kesan lain yang dihadirkan sang sineas adalah kemandirian seorang tokoh perempuan. Karakter Black Widow tampil di beberapa film MCU –mulai dari Iron Man 2 (2010) hingga Avengers: Endgame (2019)– sebagai pendamping yang ikut arus ke mana para anggota Avengers, terutama laki-laki, bergerak dan mengambil keputusan. Tapi Black Widow menunjukkan bahwa sosok Natasha mampu mengambil keputusan sendiri tanpa dipengaruhi rekan-rekannya di Avengers. Itu juga alasan mengapa Scarlett, yang juga selaku produser eksekutif, bersama tim produksi enggan mengajak para anggota Avengers lain masuk ke filmnya kendati sebagai cameo atau pendamping.
“Dia (Natasha) selalu jadi alat dan dia tak pernah mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, entah itu keputusan baik atau buruk. Dia memang beberapakali mengambil keputusan tapi keputusan untuk S.H.I.E.L.D atau The Avengers, bukan untuk dirinya sendiri. Setelah Civil War, semuanya musnah. Untuk pertamakalinya ia merasa sendirian. Tetapi kemudian hal menarik dari karakter Natasha untuk bisa dimainkan adalah, dia kemudian bisa bermain di area abu-abu. Dia bisa jadi pahlawan tapi juga bisa jadi villain saat bertindak klandestin. Dia tidak bertindak dengan kompas moral yang sama dan area abu-abu jadi tempat menarik untuk dijalani,” ungkap Scarlett kepada Collider, 15 Juni 2021.
Baca juga: Pesona Wonder Woman dalam Empat Wajah
Namun terlepas dari perihal kemandirian dan area abu-abu, latar cerita masa lalu Natasha Romanoff alias Black Widow sama sekali berbeda dari awal penciptaannya dan penggambarannya dalam komik. Alasannya, dalam komik dan penggambaran dalam film-film sebelumnya, tokoh Natasha cenderung menonjolkan seksualitas. Oleh karenanya, Scarlett, Shortland dan tim penulis naskah membuat sejarah berbeda.
“Saya bekerja dengan sejarawan Rusia di London untuk membangun sebuah sejarah di mana dia (Natasha) lahir, seperti apa ibunya, kenapa ibunya menelantarkan dia dan seperti apa masa kanak-kanaknya sebelum masuk Red Room. Di film-film Marvel sebelumnya dia selalu berseberang jalan dengan laki-laki dan lebih sering ikut arus cerita. Apa yang ingin kami lakukan adalah, inilah cerita tentang dia. Dan dia seorang yang humanis dan dia pun bisa terluka,” tandas Shortland.
Tokoh Komunis yang Membelot
Cantik, misterius, seksi, dan mematikan. Demikian cap yang ditempelkan pada Black Widow. Walau berkostum yang membungkus kulit, baik itu hitam, biru, maupun putih, desainnya tetap ketat yang menonjolkan setiap lekuk tubuhnya. Maka karakter ini acap dibuat hypersexualized baik dalam film maupun komik.
Semua berawal dari penciptaan karakternya pada 1960-an oleh trio Stan Lee, Don Rico, dan ilustrator Don Heck. Awalnya, karakter ini dihadirkan sebagai bagian dari alur cerita untuk komik Tales of Suspense edisi ke-52 yang diterbitkan pada April 1964 oleh Timely Comics (kini Marvel). Stan Lee dkk. menamakan karakter itu Natalia Alianovna Romanova alias Natasha Romanoff, seorang agen dinas intelijen Uni Soviet KGB yang memata-matai industri senjata milik Tony Stark alias Iron Man. Ia digambarkan sebagai villain yang punya kemampuan manipulasi dan hipnotis dengan memanfaatkan seksualitasnya, berasal dari negeri komunis di masa Perang Dingin.
“Di era di mana paranoia Perang Dingin dan ketakutan akan spionase sedang tinggi-tingginya, bukan hal mengejutkan bahwa salah satu musuh Iron Man yang dihadirkan adalah agen-super KGB, Natasha Romanov. Black Widow bukan sembarang lawan komunis yang biasa dilawan Iron Man,” tulis Natalie R. Sheppard dalam “Gorgeous New Menace: Black Widow, Gender Roles and the Subversion of Cold War Expectations of Domesticity” yang termaktub dalam buku The Ages of Iron Man.
Baca juga: Goodbye Stan Lee!
Sebagai penulis cerita, Stan Lee dan Don Rico mengisahkan sosok Natasha sebagai antagonis yang menghipnotis sang playboy Tony Stark demi bisa memata-matai dan menyabotase industri persenjataannya, walau kemudian Natasha membelot. Sementara Don Heck menggambarkannya sebagai perempuan cantik dan menggoda yang selalu memakai gaun-gaun glamor plus syal bulu.
“Black Widow tak mengambil peran dalam pertarungan, hanya berusaha mengalihkan perhatian Iron Man di momen-momen krusial. Ketika pahlawan Amerika berhasil menang, Madame Natasha melarikan diri dari tempat kejadian. Pada akhirnya Black Widow meninggalkan kehidupannya sebagai mata-mata Soviet dan membelot ke pihak Barat,” ungkap Melanie Scott dan Stephen Wiacek dalam Marvel Greatest Comics: 100 Comics that Built a Universe.
Black Widow baru dimunculkan dengan berkostum ketat hitam dengan senjata gelang tangan yang bisa menembakkan jaring laba-laba pada edisi untuk komik The Amazing Spider-Man jilid ke-86 terbitan Juli 1970. Di komik itu juga Black Widow diperkenalkan punya kemampuan menggunakan aneka senjata dan beladiri jarak dekat.
Baca juga: Mulanya Manusia Laba-Laba
Sementara, masa lalunya baru terungkap dalam komik Daredevil jilid ke-88 edisi Juni 1972. Di situ, Natasha kecil diceritakan sudah jadi anak yatim-piatu pasca-Pertempuran Stalingrad (musim gugur 1942). Ia kemudian diasuh seorang tentara Soviet, Ivan Petrovich. Dialah yang melatih Natasha menjadi mata-mata Soviet.
Tetapi kemudian, asal-usulnya direvisi saat terbit komik Black Widow jilid 1-6 yang terbit dalam kurun November 2004-April 2005. Natasha diceritakan sudah sejak kecil direkrut KGB untuk program “Black Widow Ops”. Tak hanya dicuci otaknya, Natasha juga diberikan bermacam pelatihan pertarungan dan spionase, serta punya kecerdasan dalam memahami beberapa aspek teknologi.
Berbeda dari awal latar belakangnya, Petrovich hanya bertindak sebagai perekrut, sementara yang melatihnya adalah Winter Soldier alias Bucky Barnes, eks-rekan seperjuangan Captain America alias Steve Rogers yang juga telah dicuci otaknya oleh Soviet. Natasha juga diceritakan menjalin asmara dengan Winter Soldier. Winter Soldier hanya satu dari sekian tokoh yang pernah memadu kasih dengan Natasha. Dari sekian tokoh lain juga pernah disebutkan ia berpacaran dan bahkan nyaris menikah dengan Red Guardian alias Alexei Shostakov.
Baca juga: Captain Marvel, Antara Nostalgia dan Isu Feminisme
Alexei yang dalam film Black Widow justru bertindak sebagai ayah asuhnya, dalam komik merupakan salah satu kekasih Natasha. Juga tokoh Yelena Belova, di mana dalam komik karakter Yelena merupakan kompatriot Natasha dalam program “Black Widow Ops” tapi dalam film di atas, Yelena dijadikan adik tirinya.
Tetapi bagaimanapun perubahan cerita masa lalu atau meski dibuat condong menonjolkan sisi seksualitasnya seperti apapun, tetap ada beberapa sifat dan prinsip dalam karakternya yang tak pernah berubah sejak diciptakan Stan Lee dkk. Natasha Romanoff alias Black Widow tetap jadi sosok yang acap bermain di area abu-abu antara pahlawan dan penjahat, serta sosok femme-fatale yang mandiri.
“Black Widow diciptakan hampir bersamaan dengan puncak gelombang kedua feminisme. Namanya saja memakai nama jenis laba-laba yang biasa memangsa kepala laba-laba jantan. Oleh karenanya Black Widow tercipta untuk merusak struktur patriarkis yang akut di masa Perang Dingin. Black Widow digambarkan sebagai perempuan independen, powerful, dan berjiwa bebas: tiga hal yang mengancam status quo budaya patriarkis di Amerika,” tandas Sheppard.
Deskripsi Film:
Judul: Black Widow | Sutradara: Cate Shortland | Produser: Kevin Feige | Pemain: Scarlett Johansson, Florence Pugh, David Harbour, O-T Fagbenle, Olga Kurylenko, Ray Winstone, Rachel Weisz, Ever Anderson, Violet McGraw | Produksi: Marvel Studios | Distributor: Walt Disney Studios Motion Pictures | Genre: Superhero | Durasi: 134 Menit | Rilis: 9 Juli 2021 (Bioskop & Disney+).
Tambahkan komentar
Belum ada komentar