Kala Panglima Siliwangi Distop Polisi
Detasemen Kawal Pribadi tutup sebuah jalan lantaran first lady butuh ketenangan dalam masa penyembuhan. Tukang sate sampai Panglima Ibrahim Adjie kena semprit.
SETELAH beberapa saat dirawat di RS Boromeus, Fatmawati Sukarno akhirnya memilih tinggal di luar rumahsakit. Bukan pelayanan tim dokter yang membuat Ibu Fat, sapaan akrab Fatmawati, tidak betah tinggal di rumahsakit itu. “Terus terang, Ibu sulit tidur. Kalau terus-menerus begini, semuanya jadi repot,” kata first lady pertama Indonesia itu sebagaimana dimuat dalam buku Suka-Duka Fatmawati Sukarno: Seperti Diceritakan Kepada Kadjat Adra’i.
Ibu Fat yang saat itu sedang mengalami darah tinggi parah dan sedikit depresi menahun pasca-keluar Istana, lanjut Kadjat, butuh tempat tinggal tenang untuk memulihkan kesehatannya. Dalimin Rono Atmodjo, personil Brimob yang jadi komanda regu di Detasemen Kawal Pribadi (DKP) Resimen Tjakrabirawa, lalu mendapatkan Wisma Siliwangi III. Ibu Fat pun pindah ke sana pada akhir Agustus 1965.
Wisma Siliwangi III dipilih Ibu Fat selain kondisinya bersih juga lantaran letaknya tak jauh dari tempat tinggal Guntur Sukarnoputra yang saat itu masih kuliah di ITB. Ibu Fat bisa lebih sering bertemu dengan putra sulungnya itu.
Selain ditemani para pengawal, Ibu Fat juga mendatangkan juru masaknya dari Jalan Sriwijaya, Jakarta. “Perempuan berusia 35-an tersebut sudah cukup lama ikut Bu Fat sehingga tahu persis selera atau kesukaan Bu Fat,” tulis Kadjat. Praktis, Bu Fat tidak kesepian lantaran orang-orang dekat selalu siap di sekelilingnyanya.
Baca juga: Hartini, First Lady yang Tak Diakui
Kendati demikian, ketenangan merupakan hal paling dibutuhkan Bu Fat. Hal itulah yang membuatnya mengeluh ketika suatu malam suara tukang sate keliling mengusik istirahatnya. Kepada Dalimin, Bu Fat langsung meminta agar tukang sate menjauh dari rumahnya ketika berdagang. Dalimin pun langsung mengejar tukang satu yang sudah agak jauh itu.
Didahului permintaan maaf, Dalimin langsung menerangkan duduk perkara dan meminta tukang sate itu tidak berisik lagi ketika melintas di depan Wisma Siliwangi III. Si tukang sate yang terperangah ketika mengetahui ada first lady di dalam wisma itu pun langsung menyanggupi permintaan Dalimin.
“Mulai besok saya ndak teriak-teriak te..te... lagi. Sampaikan maaf saya kepada Ibu Fatmawati. Kalau beliau ingin makan sate, mari saya bikinkan,” kata tukang sate asal Madura itu.
Dalimin lalu mengusulkan pola pengamanan sementara di sekitar Wisma Siliwangi III ke Istana dan Polri. Hasilnya, semua kendaraan maupun tukang jualan dilarang melintas di jalan yang melintasi depan Wisma Siliwangi III.
Namun karena aturan tersebut tidak disosialisasikan, Pangdam Siliwangi Mayjen Ibrahim Adjie pun kena batunya. Suatu malam, mobil yang membawa Adjie dan istrinya melintas. Di depan Wisma Siliwangi III, seorang polisi anggota DKP langsung menyetopnya. Adjie pun kaget.
“Ada apa,” tanya Adjie.
“Maaf, Pak. Semua kendaraan dilarang masuk jalan ini,” jawab sang petugas.
“Siapa yang perintah ini?” Adjie kembali bertanya dengan nada meninggi.
“Ibu Fatmawati sedang dirawat dan tinggal di Wisma Siliwangi III, Pak. Ibu Fat membutuhkan sekali ketenangan. Jadi jalan ini ditutup untuk lalu lintas umum.”
“Baik, katakan kepada komandan regumu supaya besok menemui saya di kantor,” kata Adjie menutup pembicaraan.
Baca juga: Loyalis Sukarno Bernama Ibrahim Adjie
Adjie merupakan salah satu jenderal kesayangan Presiden Sukarno. Dua hari setelah G30S pecah yang disusul kondisi keamanan memburuk, Sukarno mengirimkan surat kepada Adjie berisi permintaan untuk menjaga keamanan diri dan keluarganya.
“Hal ini menunjukkan kecintaan Bung Karno secara pribadi kepada Siliwangi dan kepada panglimanya, Mayor Jendral Ibrahim Adjie,” tulis Julius Pour dalam Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan, dan Petualang.
Maka, polisi yang menghentikan mobil Adjie tadi pun langsung melaporkan apa yang dialaminya kepada Dalimin. Mendengar laporan itu, Dalimin jelas khawatir. Dia tahu orang yang akan dihadapinya bukan sembarang orang. “Dia siap dimarahi karena berani menghentikan mobil panglima daerah,” tulis Kadjat.
Keesokan paginya, Dalimin pun menghadap Adjie. Setelah menghormat dan meminta maaf terlebih dulu, Dalimin langsung menjelaskan duduk perkaranya kepada Adjie. “Ini perintah dari Istana dan sudah dikoordinasikan dengan kepolisian di sini, Pak,” kata Dalimin.
“Oke, silakan ikuti perintah. Saya bangga kamu tetap memegang disiplin,” kata Adjie.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar