Hasjim "Keki" Gara-gara Bung Karno Ngungsi Tak Bawa Koki
Mendapat kepercayaan mengatur pengamanan misi rahasia pengungsian Bung Karno, Hasjim bergerak cepat dan total. Malah ketiban "sial".
SAAT sedang sibuk mengkoordinir pertahanan di daerah tempat tinggalnya, Cianjur, Hasjim Ning mendapat telepon dari Bupati Mohammad Jasin pada suatu hari di awal Oktober 1945. Pengusaha yang merupakan keponakan Bung Hatta itu diminta segera datang ke kantor bupati karena ditunggu Menteri Dalam Negeri R.A.A. Wiranatakusumah.
Hasjim dijelaskan bahwa situasi keamanan Jakarta makin tak menentu. Desas-desus Sukarno akan ditangkap dan diadili sebagai penjahat perang atas kolaborasinya dengan Jepang kian sering terdengar.
Meski tak bisa dilacak kebenarannya, desas-desas itu bahkan telah muncul pada awal 1945. Sukarno mengalaminya ketika bersama Hatta berkunjung ke Makassar pada Maret 1945. “Kota Makassar menjadi sasaran pemboman terus-menerus, karena pihak Sekutu rupanya mengetahui bahwa Sukarno berada di sana. Sudah tidak ragu lagi bahwa mereka mengejar Sukarno. Sebenarnya aku tidak bisa menyalahkan mereka, oleh karena memang Sekutu menganggapku sebagai penjahat-perang,” kata Sukarno dalam otobiografinya Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.
Isu penangkapan itu membuat kabinet memutuskan untuk mengungsikan Presiden Sukarno ke Cianjur sementara waktu sambil mencari informasi langsung ke pihak Sekutu. Untuk itulah Wiranatakusumah ke Cianjur untuk memberitahu Hasjim yang saat itu merupakan kepala Polisi Tentara di Cianjur.
Baca juga: Kisah Pembantaian di Cianjur Selatan
Presiden dan keluarganya akan diungsikan di rumah Kyai Ahmad Basyari atau populer sebagai Kyai Ajengan, pendiri Pesantren Al-Basyariyah. “Rumah tersebut pilihan Bung Karno sendiri. Mereka sudah berkenalan lama. Setahuku, pada zaman Jepang Bung Karno beberapa kali mengunjungi kiai itu,” kata Hasjim dalam otobiografinya, Pasang Surut Pengusaha Pejuang.
Selain itu, dipilihnya rumah Kyai Ajengan di Desa Sukanagara karena pertimbangan keamanan. “Desa Sukanegara terletak di tengah-tengah perkebunan teh dan kina. Yang sangat penting ialah, setiap kendaraan yang datang ke Sukanegara akan terlihat dengan segera dari kejauhan. Karena jalan yang ditempuh berada di tengah-tengah pohon teh yang rendah. Dan apabila terlihat gejala yang tidak baik, Bung Karno akan dapat diungsikan ke tempat yang lebih jauh.”
Jaminan kesanggupan menyediakan pengamanan misi pengungsian rahasia itu dari Hasjim membuat Wiranatakusumah mengabarkan Jakarta bahwa misi bisa berjalan. Sementara, Hasjim bergerak cepat mengajak sahabat-sahabatnya untuk mengatur pengamanan lebih. Bersama Kosasih, dia pergi ke Sindang Barang di pantai selatan. Kepada camat setempat yang dikenalnya baik, Hasjim meminta disiapkan kapal untuk misi rahasia yang tidak dia terangkan. Langkah itu diambil Hasjim untuk berjaga-jaga bila terjadi hal buruk pada presiden dan jalur darat tertutup untuk evakuasi.
Sekira tengah hari besoknya, Hasjim kembali mendapat telepon dari Bupati Jasin bahwa Bung Karno sudah tiba. Hasjim pun langsung menuju ke kediaman bupati. “Aku masuk ke rumah Bupati. Bung Karno menyambutku tanpa berdiri dari kursinya. Kelihatannya ia letih. Tidak seperti biasanya kalau ia bertemu aku,” kata Hasjim.
Usai sholat zuhur, mereka berangkat ke rumah Kyai Ajengan di Sukanagara. Mobil yang ditumpangi presiden dari Jakarta hanya berisi Ibu Fatmawati dan putranya karena Bung Karno, ditemani ajudan Muntoyo, memilih naik mobil yang dibawa Hasjim.
Entah bergurau atau serius, Bung Karno di dalam mobil buka suara tentang alasannya memilih Sukanagara sebagai tempat pengungsian. Menurutnya, Sukanagara dipilih karena dia tidak bisa membawa koki dan di sana dia bisa mendapatkan makanan yang sesuai seleranya lantaran ada Itje (Siti Indun) yang kenal betul seleranya.
“Itje adalah istriku. Bung Karno sering mampir makan siang di rumah kami di Pacet bila beliau kembali dari Bandung. Itje berasal dari Sunda. Karena menikah dengan aku, ia juga belajar masakan Padang. Bung Karno senang masakan Padang yang dibikin oleh Itje. Dan itu berarti Bung Karno menyuruh aku mengirimkan lauk-pauk kesukaannya setiap hari ke Sukanegara,” kata Hasjim.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar