Cucian untuk Perdana Menteri Kashmir
Ajudan Bung Hatta lemas setelah tahu orang yang dia beri cucian adalah Perdana Menteri Kashmir.
Sewaktu menjabat Wakil Komandan Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SSKAD), Letnan Kolonel Soegih Arto diajak dalam rombongan Wakil Presiden Mohammad Hatta mengadakan kunjungan kenegaraan ke India, Kashmir, dan Burma (Myanmar) pada Oktober-November 1955. Dia ditugaskan menjadi ajudan Bung Hatta.
Yang menjadi masalah selama kunjungan adalah pakaian dalam. Mau minta dicucikan malu karena kualitasnya substandar, tidak dicuci kotor, dan mencuci sendiri tak sesuai harkat dan derajat tamu yang dipanggil excellency (yang mulia).
Pagi-pagi Soegih Arto dibangunkan oleh pelayan dengan mengatakan, “Excellency your morning tea. Shall I prepare your bath?”
“Baru seumur hidup disebut excellency dan rasanya enak juga,” kata Soegih Arto dalam memoarnya, Sanul Daca.
Oleh karena itu, kata Soegih Arto, “pakaian dalam yang sudah kotor, dimasukkan saja dalam koper, menunggu kesempatan baik.”
Acara demi acara di India berjalan dengan baik dan lancar. Acara selanjutnya berkunjung ke Kashmir. Soegih Arto ikut rombongan Angkatan Darat. Sesampainya di Kashmir, rombongan tentara ditempatkan di guesthouse tersendiri yang cukup baik. Masing-masing mendapat satu kamar.
Mereka langsung masuk kamar dan beberes karena akan segera dimulai peninjauan ke perbatasan India-Pakistan. Ketika Soegih Arto sedang sibuk, masuklah seorang berpakaian jas panjang dan memakai kopiah tebal menanyakan apakah kamar cukup memuaskan.
Soegih Arto tak tahu siapa dia karena tak memperkenalkan diri.
“Waktu dia menanyakan apakah ada yang dapat dia dibantu, saya langsung menyerahkan pakaian kotor untuk dicuci,” kata Soegih Arto. “Orang itu tertegun sebentar dan tanpa berkata apa-apa pergi membawa pakaian kotor saya.”
Baca juga: Bung Hatta dan Jenderal Ngaret
Sorenya, Rajpramukh Kashmir mengadakan resepsi menghormati Bung Hatta. Rajpramukh adalah gelar pemimpin administratif di India sejak 1947 hingga 1956. Rajpramukh ditunjuk untuk provinsi dan negara bagian tertentu. Di jajaran yang menerima tamu berdiri Rajpramukh Kashmir dan permaisuri serta seorang yang rasa-rasanya pernah lihat.
“Bagaikan kilat yang menyambar, saya ingat bahwa orang yang berdiri itu, tidak lain adalah orang yang saya beri cucian tadi pagi,” kata Soegih Arto.
Lho, pembantu rumah tangga mess kok ada di situ? Soegih Arto menanyakan kepada Atase Militer Indonesia untuk India, Letnan Kolonel Thalib, siapa orang yang berdiri dekat raja. Dijawabnya, itu adalah Perdana Menteri.
Soegih Arto lemas. Gemetar. Rasanya lutut tak mampu lagi menyangga badannya.
“Saya telah menyuruh Perdana Menteri mengantar pakaian kotor ke dobi,” kata Soegih Arto. Dobi adalah penatu, yaitu orang yang pekerjaannya mencuci dan menyetrika pakaian.
Baca juga: Konflik Kashmir Tiada Akhir
Soegih Arto langsung meninggalkan barisan untuk menghindari salaman. Dia mencari minum untuk mengembalikan kekuatan. Lama kemudian, setelah semua tamu datang, dia keliling, berjalan kesana-kemari.
Celaka tak dapat dielak, petaka tak dapat dihindari. Soegih Arto pun bertemu dan berhadap-hadapan. Perdana Menteri tertawa dan menyalaminya. “Saya ketawa malu-malu, kata orang Belanda, seperti petani sakit gigi padahal pada waktu itu rasanya saya seperti petani tidak punya muka.”
Dalam suhu yang dingin di Kashmir, Soegih Arto masih bisa berkeringat. Dia pun berjanji kepada diri sendiri akan lebih berhati-hati di kemudian hari.
Dari Kashmir, rombongan Bung Hatta menuju Burma. Kelak, Soegih Arto akan menjadi duta besar untuk Burma. Dan setelah menjabat Jaksa Agung, dia menjadi duta besar untuk India.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar