Cikal Bakal Bursa Saham
Amsterdam menjadi pusat perdagangan saham pertama di dunia. Demam perdagangan saham kemudian menjalar ke berbagai negara termasuk ke Indonesia.
SEBAGAI salah satu jalan tertua di Amsterdam, Belanda, Warmoesstraat menjadi saksi berbagai peristiwa bersejarah, di antaranya kemunculan bursa saham pertama di dunia. Pada abad ke-16, Warmoesstraat tak hanya jalur transportasi penting, tetapi juga tempat tinggal para pedagang. Mereka hanya perlu ke luar rumah untuk bertemu pedagang lain atau melakukan transaksi jual beli. Seiring berjalannya waktu, makin banyak pedagang dari berbagai kota datang ke sana untuk berbisnis.
Kawasan itu seakan tak pernah berhenti berdenyut, terlebih setelah Amsterdam menjadi pusat perdagangan di Eropa. Tak jarang para kuli angkut yang membawa gerobak kesulitan mencari jalan di antara kerumunan pengendara dan pedagang. Menyadari keadaan tersebut tidak dapat terus berlanjut, pada 1561 Dewan Kota menetapkan New Bridge sebagai tempat untuk berdagang. Di sana, selain melakukan transaksi, para penjual maupun pembeli juga bisa mengetahui berbagai informasi terkait pelayaran dan perdagangan berbagai perusahaan.
Meski begitu, solusi ini tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah karena tingginya aktivitas perdagangan di Amsterdam. Sejarawan Lodewijk Petram dalam The World's First Stock Exchange menyebut transaksi yang dilakukan di ruang terbuka menjadi kendala utama.
“Pada hari-hari musim panas yang cerah, hal itu tidak menjadi masalah, akan tetapi ketika angin kencang bertiup membuat para pedagang kedinginan, mereka mencari tempat untuk berlindung. Mereka menemukannya di bawah tenda-tenda dan toko-toko di Warmoesstraat, sehingga saat cuaca dingin dan basah, mereka tetap menghalangi lalu lintas,” tulis Petram.
Baca juga: VOC Sebagai Perusahaan Saham Gabungan
Dengan mempertimbangkan kondisi cuaca yang dapat mengganggu aktivitas perdagangan, pada 1586 pihak berwenang menginzinkan para pedagang menggunakan Kapel Santo Olaf, tidak jauh dari New Bridge, ketika cuaca buruk. Kapel ini milik pemerintah kota sehingga Dewan Kota bebas mengalokasikannya untuk kegiatan yang mereka kehendaki.
Sejak saat itu seseorang akan mendatangi New Bridge maupun kapel bila hendak melakukan transaksi jual beli saham. Namun, tak sedikit pedagang memilih untuk memindahkan bisnisnya ke kedai-kedai kopi saat cuaca buruk melanda New Bridge. Mereka menempelkan iklan atau informasi penjualan saham yang mereka miliki di pintu-pintu kedai. Meningkatnya minat terhadap jual beli saham VOC mendorong munculnya wacana pembangunan tempat perdagangan saham yang permanen.
Herald van der Linde dalam Asia’s Stock Markets from the Ground Up menyebut Dewan Kota menunjuk Hendrik de Keyser, seorang arsitek yang juga dikenal sebagai pemahat patung, untuk merancang dan membangun sebuah bangunan di tempat yang sekarang dikenal sebagai The Rokin, yang berada dekat kediaman Dirck van Os, salah satu pejabat VOC, di Nes, Amsterdam. Bangunan yang dibuka pada 1 Agustus 1611 itu menjadi bursa saham pertama di dunia yang dibangun khusus sebagai tempat perdagangan saham. “Perdagangan saham biasanya dilakukan di salah satu pilar di bagian belakang bursa tersebut,” tulis van der Linde.
Gedung itu dibangun di atas kanal. Kapal-kapal yang kembali dari pelayaran akan melintas di bawah bangunan saat mengantarkan rempah-rempah ke gudang-gudang yang berjejer di sepanjang jaringan saluran air kota. Meski ada kekhawatiran fondasi akan retak, bangunan ini bertahan hingga tahun 1836, ketika aktivitas perdagangan saham dipindahkan ke Beurs van Berlage, dekat The Damrak, yang masih berfungsi sebagai Bursa Efek Amsterdam hingga saat ini.
Baca juga: Asisten Rumah Tangga Jadi Pemilik Saham Pertama VOC
Selama abad ke-17 dan 18, Amsterdam menjadi pusat utama perdagangan saham di dunia, dengan aktivitas yang cukup besar dalam saham domestik maupun asing. Tingginya aktivitas ini memunculkan sekelompok spesialis sebagai pialang yang mengembangkan teknik-teknik modern. Perkembangan ini ditiru pasar saham lain, terutama London pada abad ke-18.
Menurut profesor sejarah di Universtas Durham, Ranald Michie dalam The London Stock Exchange: A History, kekurangan bursa saham Amsterdam adalah tidak adanya organisasi formal untuk pasar saham ini. Para pialang dan klien berkumpul di sekitar salah satu dari 46 pilar gedung bursa Amsterdam. Hal ini menghambat pengembangan peraturan dan regulasi yang diperlukan untuk pelaksanaan bisnis yang tertib.
“Baru pada 1787, para pialang membentuk semacam organisasi sebagai perlindungan terhadap ancaman gagal bayar, yang merusak elemen kepercayaan yang sangat penting dalam pelaksanaan bisnis,” tulis Michie.
Baca juga: Orang Pertama yang Menjual Saham VOC
Tidak hanya di Amsterdam sebagai pusatnya, pasar saham di Paris juga menonjol. Meski begitu di kedua tempat ini tidak ada organisasi yang disebut bursa efek yang mengendalikan pasar saham tersebut. Bursa ini dibiarkan tidak terkendali seperti di Amsterdam, atau diatur secara terbatas seperti di Paris, sehingga hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap apa yang terjadi.
“Bursa saham merupakan sebuah pasar di mana para perantara yang terspesialisasi membeli dan menjual saham di bawah seperangkat peraturan dan regulasi umum melalui sistem tertutup yang didedikasikan untuk tujuan tersebut,” tulis Michie. “Hanya ketika semua kriteria itu terpenuhi, barulah dapat dikatakan bahwa sebuah bursa saham telah ada dan tidak ada tempat yang seperti itu pada abad ke-18, termasuk London,” tambahnya.
Revolusi Prancis dan Perang Napoleon-lah yang mendorong terbentuknya bursa saham pertama. Revolusi dan akibatnya berdampak pada hancurnya pasar saham di Amsterdam dan Paris untuk sementara waktu, sebaliknya justru meningkatkan pasar saham di London.
London tidak hanya mendapatkan tenaga terampil dari benua Eropa, tetapi perang Eropa yang berkepanjangan setelah revolusi menyebabkan pertumbuhan yang cepat dalam Utang Nasional dan periode ketidakpastian politik yang ekstrem, yang sangat merangsang perputaran utang tersebut.
Hasilnya, sejumlah individu melihat peluang untuk menciptakan sebuah bursa di London di mana akses transaksi dibatasi hanya untuk perantara spesialis, namun tanpa batasan keanggotaan. Keanggotaan itu akan membentuk peraturan dan regulasi sendiri yang mencerminkan kebutuhan pasar. Dengan persetujuan sejumlah besar pialang dan dealer saham, bursa saham ini dibentuk pada Maret 1801.
Baca juga: Dokumen Saham Tertua VOC Ditemukan
Kehadiran bursa saham mendorong lahirnya beragam lapangan kerja baru, salah satunya pialang saham, yakni individu yang dipercaya melakukan transaksi di pasar saham atas nama klien. Pekerjaan ini sesungguhnya telah ada sejak abad ke-18, namun kebanyakan dari mereka sambil mengerjakan pekerjaan lain seperti sebagai tukang emas, bankir, maupun juru tulis. Seiring berjalannya waktu, dengan meningkatnya minat terhadap perdagangan saham, semakin banyak orang yang khusus bekerja sebagai pialang saham.
Bursa saham tak hanya muncul di berbagai negara Eropa. Amerika Serikat juga tak ketinggalan terpapar demam pasar saham. Van der Linde mencatat, pada 17 Mei 1792, sekelompok pialang saham bertemu di bawah dahan pohon buttonwood di sudut Wall Street dan Broadway di New York untuk menandatangani Perjanjian Buttonwood. Mereka memutuskan untuk menjadikan Tontine Coffee House di dekatnya sebagai kantor pusat mereka. Perdagangan awalnya berfokus pada obligasi pemerintah, namun 25 tahun kemudian, pada 8 Maret 1817, New York Stock Exchange (NYSE) dibuka.
Di Asia Tenggara, kota pertama yang menjadi pusat perdagangan saham adalah Batavia (kini Jakarta). Bursa saham ini didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada Desember 1912. Beberapa dekade kemudian Filipina menyusul dengan dua bursa saham: pertama di Manila pada 1927 dan kedua di Makati pada 1963. Keduanya kemudian digabung untuk membentuk Bursa Efek Filipina pada 1992.
Sementara itu, perkembangan pasar saham di Hindia Belanda tidak berjalan seperti yang diharapkan. Bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar saham sempat mengalami kevakuman di antaranya karena Perang Dunia I dan II, serta perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Indonesia mengaktifkan kembali pasar saham pada 1977.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar