Asisten Rumah Tangga Jadi Pemilik Saham Pertama VOC
VOC menjadi perusahaan pertama yang menawarkan saham perusahaan kepada publik. Tak hanya pedagang kaya, dua asisten rumah tangga juga tercatat dalam buku pemegang saham.
SABTU malam, 31 Agustus 1602. Neeltgen Cornelis bimbang. Sejak beberapa waktu yang lalu kakinya tak berhenti bergerak, seakan hal itu dapat membantunya membuat keputusan penting. Sesekali melirik jam, namun alih-alih bergegas, Neeltgen justru kembali termenung. Dia bimbang selama berhari-hari, pikirannya berputar pada kemungkinan-kemungkinan spekulatif.
“Jika aku melakukannya, keuntungan yang besar sudah pasti di tangan. Namun, jika ini tidak berjalan sesuai rencana maka habislah aku,” kurang lebih itulah yang ada di pikiran asisten rumah tangga tersebut.
Apa yang sesungguhnya dipikirkan Neeltgen?
Kabar didirikannya sebuah perusahaan gabungan dari sejumlah perusahaan dagang di wilayah Belanda pada 20 Maret 1602 telah tersebar ke berbagai penjuru kota. Meski pendirian perusahaan dagang hal biasa, kehadiran perusahaan dagang VOC itu mencuri perhatian karena menawarkan saham kepada publik untuk meningkatkan modal.
Baca juga: VOC Sebagai Perusahaan Saham Gabungan
Menurut Lodewijk Petram dalam The World’s First Stock Exchange, penawaran saham perdana perusahaan kepada publik (IPO) yang dilakukan VOC pada Agustus 1602 merupakan yang pertama dalam sejarah keuangan dunia.
Penawaran saham telah diumumkan dalam piagam VOC seiring didirikannya perusahaan tersebut. Di salah satu pasal disebutkan “semua penduduk di negeri ini dapat membeli saham di perusahaan ini”. Selain itu, mereka dapat menentukan berapa banyak uang yang akan diinvestasikan karena tidak ada jumlah minimum atau maksimum pembelian saham.
VOC membuat gebrakan baru dibandingkan perusahaan-perusahaan pra-kompeni. Sebelum VOC, beberapa perusahaan –yang di antaranya bergabung dengan VOC– sudah ada yang menerbitkan saham dan memiliki pemegang saham pribadi, namun yang membedakan adalah sifat terbuka dari penerbitan sahamnya. Berbeda dengan VOC, di mana setiap orang diajak untuk berinvestasi, perusahaan pra-kompeni mengumpulkan modal dari lingkaran kecil investor swasta yang biasanya memiliki hubungan dekat dengan para direktur.
Baca juga: Orang Pertama yang Menjual Saham VOC
Menurut Herald van der Linde dalam Asia’s Stock Markets from the Ground Up, dalam perusahaan pra-kompeni atau proto-VOC, pelayaran berbahaya namun sangat menguntungkan ke Asia sering kali dibiayai oleh investor perorangan kaya raya yang menanamkan uangnya ke dalam satu ekspedisi. Setelah kapal kembali ke Belanda, hasil pelayaran dibagi di antara para investor dalam bentuk dividen yang sering kali berupa karung-karung lada, pala, atau rempah-rempah lainnya. Meski terlihat menguntungkan, namun jika kapal itu tenggelam oleh badai atau ditangkap perompak, maka para investor akan kehilangan semua uang mereka.
Oleh karena itu, menurut Ethan Turer dalam The Next Gold Rush: The Future of Investing in People, alasan VOC menawarkan saham kepada publik untuk menenangkan para pedagang yang khawatir uang mereka hilang jika perusahaan gabungan tersebut mengalami kendala dalam operasionalnya. Berbeda dengan perusahaan pra-kompeni yang biasanya hanya melakukan satu kali ekspedisi ke Timur, VOC tidak hanya melakukan satu kali pelayaran, sehingga ekspedisi berikutnya mungkin saja kembali dengan membawa kargo yang berharga. Dengan demikian, peluang para investor mendapatkan keuntungan jauh lebih besar jika dibandingkan dengan investasi di perusahaan pra-kompeni.
Baca juga: Cikal Bakal Bursa Saham
Selain itu, guna meyakinkan para investor yang khawatir uang mereka hilang tanpa mendapat keuntungan saat “dikunci” selama sepuluh tahun, VOC membuka peluang penjualan saham untuk mendapatkan kembali uang mereka kapan saja. “Saham-saham itu dapat dijual di bursa saham di Amsterdam, yang merupakan bursa saham pertama di dunia,” tulis Turer.
Langkah pemerintah Belanda mendorong masyarakat berinvestasi di VOC membuat pembelian saham perusahaan dagang itu tak lagi berpusat di antara para pedagang kaya. Menurut M.C. Ricklefs, Bruce Lockhart, dan Albert Lau dalam A New History of Southeast Asia tidak sedikit juga masyarakat kelas pekerja yang membeli saham. Di antara mereka salah satunya adalah Neeltgen Cornelis.
Neeltgen telah melihat orang-orang datang dan pergi ke kediaman majikannya, Dirck van Os, salah satu pejabat VOC, di Nes, Belanda, sepanjang Agustus 1602, untuk mendaftarkan nama mereka dalam buku pembelian saham VOC Kamer Amsterdam. Neeltgen pun tergerak untuk ikut membeli saham VOC namun tak memiliki banyak uang. “Upahnya kurang dari lima puluh sen sehari,” tulis Petram.
Tersadar dari lamunannya, Neeltgen kembali melihat ke arah jarum jam yang kurang beberapa waktu lagi menunjukkan angka 12 malam. “Aku tak punya banyak waktu lagi,” pikirnya.
Baca juga: Dokumen Saham Tertua VOC Ditemukan
Hari Sabtu tanggal 31 Agustus 1602 merupakan hari terakhir pendaftaran saham VOC. Oleh karena itu, Neeltgen segera beranjak menuju ruangan sang majikan yang tengah berkumpul dengan sejumlah tokoh penting VOC, seperti Isaac le Maire, Louis del Beecke, Reinier Pauw, dan Pieter Dircksz Hasselaer.
Para pejabat VOC mengunjungi kediaman Dirck van Os untuk bergantian mengawasi pemegang buku daftar saham VOC Kamer Amsterdam karena pada saat itu VOC belum memiliki kantor sendiri. Mereka yang hendak membeli saham VOC di Cabang Amsterdam datang ke kediaman Dirck van Os untuk menyetor uang yang akan digunakan sebagai modal awal perusahaan.
Neeltgen memasuki ruangan. Pada saat-saat terakhir menjelang penutupan daftar saham, asisten rumah tangga itu memutuskan untuk menginvestasikan seratus gulden.
“Neeltgen telah bimbang selama berhari-hari, tetapi sekarang setelah buku itu akan ditutup, dia tidak dapat menghilangkan perasaan bahwa sesuatu yang istimewa telah terjadi. Pemikiran itu membuatnya memutuskan bahwa dia akan selalu menyesal jika tidak bertindak sekarang. Dia menarik napas dalam-dalam dan menyerahkan uangnya,” tulis Petram.
Pemegang buku daftar saham VOC Kamer Amsterdam, Barent Lampe, mencatat nama Neeltgen Cornelis dalam daftar pemilik saham VOC. Lampe pun terinspirasi untuk mencatatkan nama asisten rumah tangganya, Dignum Jans, ke dalam buku tersebut sebagai pemilik saham. Jans tidak memiliki uang, namun Lampe memutuskan –dalam beberapa menit menjelang tengah malam– untuk memberinya bonus 50 gulden dalam bentuk investasi di VOC.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar