Cara Belanda Mengatur Pasar di Batavia
Untuk menjaga ketertiban kota, pemerintah kolonial Belanda mengatur hari-hari pasar di Batavia. Melanggar kena denda.
Pasar masih menjadi tujuan masyarakat Jakarta untuk berbelanja kebutuhan sehari-hari. Salah satu faktornya karena di pasar pembeli dapat menawar barang yang akan dibeli. Salah satu pasar yang menjadi tujuan populer masyarakat adalah Pasar Senen.
Aktivitas di salah satu pasar tertua di Jakarta itu terlihat sejak matahari terbit hingga menjelang malam. Lapak para pedagang yang buka dari Senin hingga Minggu membuat kawasan Pasar Senen selalu ramai didatangi pembeli. Orang-orang datang silih berganti untuk berbelanja beragam kebutuhan mulai dari bahan makanan seperti sayuran, buah-buahan, daging dan ikan, hingga pakaian, jam, kacamata, serta beragam aksesoris lainnya.
Pada masa lalu, di wilayah Batavia telah terdapat pasar ikan, pasar burung, serta pasar sayur dan buah-buahan yang terletak di dalam tembok kota di sekitar Roa Malaka dan Jonkersgracht. Tuan tanah Belanda ambil bagian dalam membangun pasar di Batavia. Salah satu yang terkenal adalah Justinus Vink.
Baca juga: Pasang Surut Pasar Tanah Abang
Sejarawan Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi menulis, anggota Dewan Hindia Belanda itu membangun dua pasar di atas tanah miliknya, yakni Pasar Tanah Abang dan Pasar Weltevreden. Kedua pasar tersebut diresmikan bersamaan pada 30 Agustus 1735.
Berbeda dengan masa kini, di mana lapak pedagang di pasar dapat berjualan setiap hari, di zaman kolonial Belanda pasar diselenggarakan bergantung pada hari. Menurut Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia, peraturan itu dibuat sebagai upaya untuk menjaga tata tertib kota yang semakin lama semakin berkembang dengan aktivitas yang juga kian beragam.
Peraturan terkait penyelenggaraan hari-hari pasar di wilayah Batavia dikeluarkan pada 8 Desember 1801. Pasar Weltevreden mendapat izin pemerintah untuk membuka pasar di hari Senin. Karenanya pasar ini sekarang dikenal dengan Pasar Senen. Sementara pasar Tanah Abang diizinkan beroperasi setiap hari Sabtu.
Baca juga: Awal Mula Pasar Ular
Pasar yang diizinkan beroperasi hari Selasa berlokasi di kawasan Cilincing dan Pondok Gede. Sedangkan pasar di Tanjung Timur buka hari Rabu, sehingga sekarang dikenal dengan Pasar Rebo. Selanjutnya, pasar di kawasan Meester Cornelis beroperasi pada hari Kamis. Pasar ini sekarang dikenal dengan Pasar Jatinegara.
Pasar yang beroperasi pada hari Jumat berada di kawasan Cimanggis, Pulo Gadung, dan Lebak Bulus. Menurut Mona Lohanda, ada juga pasar di Weltevreden yang mendapat izin untuk buka pada hari Jumat. Sementara pasar di Tanjung Barat buka hari Minggu sehingga sekarang dikenal dengan Pasar Minggu.
Bila ada pihak yang melanggar aturan hari-hari pasar di wilayah Batavia akan dikenai hukuman. “Yang melanggar dengan membuka pasar pada hari lain dari yang ditentukan akan kena denda sebanyak 100 riksdalders,” tulis Mona Lohanda.
Baca juga: 200 Tahun, Pasar Baru Terus Melaju
Selain menerapkan aturan penyelenggaraan hari-hari pasar, pemerintah kolonial Belanda juga mengeluarkan peraturan lain terkait aktivitas perdagangan di wilayah Batavia. Di antaranya larangan menjual tuak, bir, dan berbagai jenis minuman keras yang diproduksi dan dikonsumsi oleh warga pribumi di pinggir jalan, serta peraturan pemungutan pajak yang disesuaikan menurut jenis barang dagangan yang dijual.
Pajak itu menyasar beragam kios atau warung yang ada di Batavia. Warung tembakau dan gula harus membayar 1½ stuiver atau 15 sen, sementara sirih dan ikan asin 1 stuiver atau 10 sen. Sedangkan kios yang menjual bahan pakaian dikenai pajak 2½ stuivers atau 25 sen.
Tak hanya dipungut pajak, warga yang hendak membuka warung di pinggir jalan juga harus memiliki izin tertulis dari kepala wilayah setempat. Acara hiburan seperti wayang, ronggeng, tandak, dan topeng tidak boleh dipertunjukkan di pasar kecuali mendapat izin dari kepala wilayah setempat.
Baca juga: Bus Pasar, Bus Kaum Pedagang
Pemerintah kolonial Belanda juga membuat peraturan mengenai pemakaian ukuran berat dengan timbangan yang disebut dacin. Menurut Mona Lohanda, dacin harus dibuat sesuai dengan model-ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah serta harus diperiksa setiap tahun pada bulan Agustus. “Tugas inspeksi terhadap penggunaan dacin sesuai aturan ada pada waagmeester (mantri timbang), dan pelanggar akan dikenakan denda sebesar 25 riksdalders,” tulisnya.
Ada pula peraturan mengenai penjualan dan pengantaran roti. Menurut Mona Lohanda, pengantaran roti kepada pelanggan tidak boleh lewat dari jam 08.00 pagi. Toko roti tidak boleh mempekerjakan budak untuk menjual roti di pinggir jalan. Ada aturan tambahan bagi toko roti yang tidak berhasil menjual semua roti putih sampai jam 02.00 siang, maka roti itu tidak boleh dijual sesudah lewat jam tersebut. Bagi yang melanggar didenda 6 riksdalders.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar