PEMERINTAH Belanda akan menyampaikan permohonan maaf kepada bangsa Indonesia atas semua kekejaman tentara Belanda selama perang kemerdekaan Indonesia mulai 1945 sampai 1949. Seperti dikutip dari laman situs berita NOS (www.nos.nl) Belanda, rencananya permohonan maaf itu akan disampaikan pada 12 September mendatang di Jakarta.
Pemerintah Belanda, melalui Kejaksaan Negeri Belanda sore ini (30/8) waktu Belanda menyampaikan kepada Lisbeth Zegveld tentang rencana tersebut. Lisbeth adalah pengacara para korban pembantaian Rawagede dan korban pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan.
Menteri Luar Negeri Belanda Frans Timmermans mendukung rencana permohonan maaf tersebut kendati sikapnya itu ditentang oleh para politisi partai VVD (Volkspartij voor Vrijheid en Democratie). Kementerian luar negeri Belanda di bawah Timmermans awal Agustus lalu telah mengatur kompensasi kepada 10 janda korban keberutalan Kapten Raymond Westerling. Setiap janda yang suaminya dibunuh serdadu Westerling akan menerima kompensasi 20 ribu euro.
Menurut Lisbeth, penyampaian maaf pemerintah Belanda kepada Indonesia membuka peluang untuk membuka kembali kasus-kasus kekejaman Belanda selama aksi militer mereka di Indonesia.
Sementara itu Batara Hutagalung, salah satu pendiri dan aktivis Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) yang getol menuntut pengakuan Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia menyambut datar rencana permohonan maaf itu. “Yang kami tuntut sejak dulu adalah pengakuan pemerintah Belanda terhadap kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945,” kata dia melalui telepon kepada Historia.
Batara mengatakan pemerintah Belanda menghadapi dilema karena pengakuan terhadap kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 akan mendatangkan beberapa konsekuensi berat. “Jika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, maka itu artinya aksi polisionil mereka pada 1947 dan 1948 adalah agresi militer terhadap negara yang telah berdaulat dan merdeka,” ujarnya.
Agresi militer terhadap negara yang telah berdaulat merupakan pelanggaran hukum internasional. Dengan demikian menurut Batara, Belanda wajib membayar pampasan perang kepada Indonesia dan Belanda wajib mengembalikan uang 4,5 milyar gulden atau setara US$1 milyar kepada Indonesia. Uang tersebut dibayar oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) Desember 1949 untuk melunasi utang Hindia Belanda.
“Karena RIS dianggap sebagai penerus dari pemerintah Hindia Belanda dan demikian utang-utang Hindia Belanda harus ditanggung. Padahal jumlah uang itu termasuk biaya agresi militer Belanda di Indonesia. Itu artinya kita membayar sendiri uang untuk memerangi rakyat kita sendiri,” kata Batara.
Sampai sekarang Belanda belum mengakui kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Belanda tetap berpatokan pada penyerahan kedaulatan dalam KMB, Den Haag, 27 Desember 1949.