Masuk Daftar
My Getplus

Saat Pantai Barat Amerika Dibombardir Jepang

Memanfaatkan perintah menyerang pantai barat Amerika untuk memutus logistik ke Pearl Harbor, komandan kapal selam Jepang menggunakannya untuk melancarkan serangan balas dendam ke Kilang Ellwood.

Oleh: M.F. Mukthi | 23 Feb 2021
Kilang minyak Ellwood di Santa Barbara, California yang diserang AL Jepang pada permulaan Perang Pasifik (Foto:www.aoghs.org)

Hari ini, 23 Februari, 79 tahun silam. Kapten Kozo Nishino, komandan kapal selam AL Jepang I-17, mendapat momen emas. Kilang minyak Ellwood Oil Field dekat Santa Barbara, California, Amerika Serikat sudah di depan mata, hanya satu mil dari kapal selamnya. Kesempatan itu tak ingin disia-siakannya untuk menjadikan kilang itu sebagai sasaran balas dendamnya. Nishino pun langsung mempersiapkan serangannya pada pembukaan malam itu. 

“Tepat setelah matahari terbenam pada 23 Februari 1942, Komandan Kozo Nishino, komandan I-17, memunculkan kapalnya di Santa Barbara Channel,” tulis Joseph Jeremiah Hagwood Jr. dalam Engineers at the Golden Gate.

Sementara Nishino mempersiapkan serangannya, penduduk kota sedang serius di depan radio mereka. Mereka bersiap mendengarkan pidato radio Presiden AS Franklin D. Roosevelt petang itu.

Advertising
Advertising

“Presiden belum berbicara kepada negara sejak (serangan Jepang terhadap, red.) Pearl Harbor. Selama beberapa minggu dia ingin menyampaikan Fireside Chat lagi, tetapi tekanan pekerjaan membuatnya tidak mungkin –persiapan untuk siaran sepenting itu membutuhkan penelitian selama berhari-hari dan pengulangan retoris,” Nigel Hamilton dalam The Mantle of Command: FDR at War, 1941-1942.

Dalam pidatonya, Roosevelt menyinggung tentang Perang Pasifik yang baru dimulai kurang dari dua bulan sebelumnya sebagai Battleground for Civilization. Dia menyeru kepada semua bangsa yang tak ingin civilization mati agar bahu-membahu melawan negeri-negeri Poros. Dia menganalogikan posisi sulit Sekutu saat itu dengan posisi bertahan yang dilakukan Jenderal Washington di Lembah Forge sekira dua abad sebelumnya. Kendati sulit, itu dapat dilalui jika masing-masing memegang teguh komitmen.

“Kita dari Bangsa-bangsa Bersatu setuju pada prinsip-prinsip luas tertentu dalam jenis perdamaian yang kita cari. Piagam Atlantik berlaku tidak hanya untuk bagian dunia yang berbatasan dengan Atlantik tapi juga untuk seluruh dunia; perlucutan senjata para agresor, penentuan nasib sendiri negara-negara dan rakyat mereka, dan empat kebebasan –kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan akan keinginan, dan kebebasan dari rasa takut. Tirani, seperti neraka, sulit ditaklukkan; namun kita memiliki penghiburan bersama ini, bahwa semakin keras pengorbanannya, semakin mulia kemenangannya. Kita tahu bahwa jika kita kalah dalam perang ini, perlu beberapa generasi atau bahkan berabad-abad sebelum konsepsi kita tentang demokrasi dapat hidup kembali. Dan kita bisa kalah dalam perang ini hanya jika kita memperlambat usaha kita, atau jika kita membuang amunisi untuk saling menembak,” kata Roosevelt, dikutip Hamilton.

Pidato Roosevelt itu berhasil menarik pendengar di dalam negeri sebanyak 61 juta orang. New York Times menjuluki pidato itu sebagai “salah satu yang terhebat dalam karier Roosevelt.”

Namun, Roosevelt tidak tahu pada saat bersamaan di bagian barat negerinya sebuah kekuatan lawan sedang mempersiapkan serangan terhadap negerinya. Nishino memerintahkan awak kapal selamnya untuk mempersiapkan serangan ke kilang Ellwood.

Serangan Nishino itu merupakan bagian dari serangan Armada Keenam Angkatan Laut Kekaisaran Jepang terhadap armada laut Amerika di Pasifik. Pada 10 Desember 1941, sembilan kapal selam Jepang diperintahkan mengejar kapal USS Enterprise. Sementara, beberapa kapal lain diperintahkan untuk mencapai pesisir barat Amerika Serikat. 

“Di sana, mereka akan mendirikan pos-pos patroli untuk menyerang kapal sipil dan militer. Secara khusus, mereka harus menenggelamkan setiap dan semua persediaan dan bala bantuan yang ditujukan untuk bantuan Pearl Harbor,” tulis Hagwood Jr.

Kapal I-17 merupakan salah satu dari sekian kapal Jepang yang menuju pantai barat itu. Tugas tersebut dimanfaatkan Nishino untuk membalaskan dendamnya.

“Dia telah berlayar ke Ellwood dengan kapal tanker Jepang beberapa kali sebelum Pearl Harbor untuk mengambil minyak mentah untuk armada Jepang. Kunjungan pertama Nishino pada akhir tahun 1930-an merupakan kunjungan yang memalukan,” tulis Robert E. Kallman dan Eugene D. Wheeler dalam Coastal Crude in a Sea of Conflict.

Dalam kunjungan perdananya ke Ellwood, Nishino yang menjadi kapten kapal tangker Jepang terpeleset dan jatuh ke sepetak kebun kaktus pir ketika hendak mendatangi upacara penyambutannya oleh awak kilang. Akibatnya, dia ditertawakan oleh para awak kilang. Penertawaan yang memalukan itu amat membekas di benak Nishino.

“Nishino, yang terhina oleh tawa itu, melihat kesempatannya untuk membalas dendam pada Februari 1942,” tulis Air Force Logistics Management Agency dalam Old Lessons, New Thoughts: Readings in Logistics, History, Technology, and Leadership.

Maka begitu kilang Ellwood sudah tampak di depan mata, pada pukul 18.40 waktu setempat Nishino memerintahkan juru mudi untuk segera menaikkan kapal ke permukaan. Para awak meriam diperintahkannya di posisi mereka.

“Sembilan orang awak senapan dek bergegas ke senjata mereka dan mulai menembak pada waktu yang hampir bersamaan ketika Presiden Roosevelt memulai pidato radionya Ini adalah pertama kalinya peluru artileri asing mendarat di Daratan AS sejak Perang 1812,” tulis Steve Horn dalam The Second Attack on Pearl Harbor: Operation K and Other Japanese Attempts to Bomb America in World War II.

Tembakan meriam 5,5 inci pertama dari dek I-17 yang dimuntahkan pada pukul 19.07 itu membuat satu dari beberapa petugas penjaga kilang kaget. Mereka mengira suara meriam itu merupakan ledakan kilang sehingga bergegas mendatanginya untuk mengecek dan memperbaikinya. Namun belum sampai tempat yang dituju, mereka kembali dikagetkan suara ledakan lain. Mereka akhirnya sadar bahwa itu merupakan tembakan kanon. Kepastian bahwa kilang mereka diserang datang dari kesaksian salah seorang yang tak sengaja melihat kapal selam besar di lepas pantai. Mereka pun segera berlindung, sementara seorang petugas menghubungi kepolisian setempat.

Tembakan I-17 terus berdatangan hingga sekira pukul 19.40. Namun, dari sekira 25 meriam yang ditembakkan itu, mayoritas meleset ke kaki bukit di belakang kilang dan perkebunan di sekitar kilang. Ketidakakuratan tembakan I-17 disebabkan antara lain oleh kesulitan menjaga agar meriam dek kapal selam tetap mengarah ke sasaran sementara kapal terus bergerak.

Tak satu pun korban jiwa jatuh akibat serangan itu. Hanya seorang petugas kilang terluka akibat berusaha menjinakkan peluru yang tidak meledak. Kerusakan pada kilang terjadi di satu rig yang perbaikannya memakan biaya 500 dolar.  

Kendati secara militer serangan itu gagal akibat tak banyak kerusakan yang ditimbulkan, Nishino merasa cukup untuk menyudahi serangannya. Dia segera memerintahkan juru mudi menyelamkan kembali kapal selamnya. Upaya pengejaran oleh tiga pesawat Army Air Force yang datang kemudian tak berhasil mencapainya. Serangan Nishino itu sukses meneror warga California.

“Komandan kapal selam Jepang Kozo Nishino memperoleh kepuasan pribadi dengan menembaki pantai California,” tulis buku berjudul Old Lessons, New Thoughts: Readings in Logistics, History, Technology, and Leadership.

TAG

perang dunia perang pasifik

ARTIKEL TERKAIT

Persaingan Inggris-Amerika di Tepian Rhine Pembantaian Nazi di Biara Ardennes Kudeta Seumur Jagung di Istana Kaisar Jepang Suara Titisan Dewa Mengakhiri Perang Dunia II Karl Doenitz, Panglima "Singa" Suksesor Hitler Sikut-sikutan Perlombaan Bom Atom Amerika-Jerman Aliansi Amerika-Jerman di Pertempuran Kastil Itter Otto Skorzeny yang Ditakuti Hermann Goering, Sang Tiran Angkasa Nazi Jerman Di Balik D-Day, Gebrakan Menentukan di Normandia