Masuk Daftar
My Getplus

Mencari Kakak yang Ternyata Ikut Belanda

Kisah keluarga yang terbelah di masa revolusi. Ayah dan adik membela Republik, sementara kakak di pihak Belanda.

Oleh: Petrik Matanasi | 17 Nov 2022
Ilustrasi: Anggota Militaire Politie atau Polisi Militer Belanda tengah berjaga di Jalan Tunjungan, Surabaya tahun 1948. (Tropenmuseum/Wikimedia Commons).

Pendidikan Adam Soepardjan di kelas tujuh sekolah dasar Hollandsche Inlandsche School (HIS) jadi berantakan tahun 1942. Hindia Belanda menyerah kepada Jepang sehingga pendidikan pun berubah. Adam tak jadi lulusan HIS, melainkan lulusan Sekolah Rakjat 6B. Setelah mendapatkan ijazah sekolah dasar, ia bekerja sebagai calon juru gambar di sebuah kantor yang dipimpin teknisi Jepang.

Ketika ada tawaran bekerja di Kalimantan selama enam bulan, Adam mengajukan diri bersama kawan masa kecilnya bernama Ribut. Ia senang karena berharap bisa bertemu kakaknya yang berkerja di Kalimantan dan sudah lama tidak pulang.

“Saya anak kolong. Ayah saya pensiunan KNIL,” kata Adam Soepardjan dalam Mendobrak Penjara Rezim Soeharto. Kakaknya, Soekatmin, mengikuti jejak ayahnya sebagai tentara KNIL.

Advertising
Advertising

Berdasarkan kartu tawanan perang Jepang yang tersimpang di Arsip Nasional Belanda memang ada tawanan perang bernama Soekatmin, seorang serdadu di kompi ketiga. Ia lahir di Kediri, Jawa Timur pada 19 Oktober 1920. Ayahnya bernama Kasan Moestiar. Soekatmin ditangkap tentara Jepang di daerah yang disebut Pohon Cina.

Adam tentu sulit bertemu kakaknya. Orang seperti kakaknya, jika tidak ditawan Jepang, kemungkinan hidupnya di Kalimantan terus diawasi Jepang. Rupanya kapal yang ditumpangi Adam tidak mencapai Kalimantan, melainkan ke Papua. Adam dan Ribut berada di Papua selama lebih dari 2,5 tahun.

Baca juga: Serdadu KNIL Jawa di Kalimantan Utara

Adam dan Ribut baru bisa pulang ke Jawa Timur setelah Perang Dunia II berakhir. Ia kemudian terlibat dalam perjuangan revolusi kemerdekaan. Saudara laki-lakinya dan ayahnya juga terlibat dalam membela kemerdekaan Republik Indonesia. Kasan bukan satu-satunya pensiunan KNIL yang terlibat perjuangan. Tetapi ada bekas KNIL lain di Batalyon E di sekitar Blitar dan Kediri.

“Pasukan ayahku disebut Barisan Jenggot karena rata-rata anggotanya sudah berusia setengah abad. Mereka kemudian bermarkas di Sumber Pucung,” kata Adam. Adam sendiri bergabung dalam Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI) sebagai bintara.

Suatu hari, Adam mendengar kabar bahwa ayahnya gugur di sekitar front Gunung Kawi. Pasukan Kasan rupanya kelelahan hingga tertidur di pos mereka. Tiba-tiba mereka disergap tentara Belanda.

Kabar itu sampai ke Adam dan saudara-saudaranya yang berada di front gerilya mereka. Adam minta izin pulang ke rumah. Kasan terbunuh sebelum akhir tahun 1948. Selain Kasan, kakak Adam bernama Slamet juga gugur.

Baca juga: Bangsawan Jawa Memilih KNIL

Setelah 1948, Adam diam-diam pulang ke Kediri. Ketika berada di dekat sebuah gedung SMP kolonial, ia melihat seseorang yang tidak asing baginya ketika sedang naik dokar.

“Kak Soekatmin,” teriak Adam dan yang dipanggilnya berhenti.

“Adam kamu, ya?” tanya Soekatmin setelah sepuluh tahun lamanya tak melihat adiknya yang lebih muda tujuh tahun darinya. Adam lalu turun dari dokar.

“Aku baru saja dari rumah bertemu ibu. Sudah mendengar tentang kematian bapak dan Slamet,” kata Soekatmin dengan wajah sedih.

“Kak Katmin sekarang di mana, dan jadi apa?” tanya Adam.

“Aku di Militaire Politie (MP), tinggal di Jalan Bandar dekat pasar, di tangsi MP,” jawab Katmin.

“Aku terima surat dari adik Hanapi dan Jacob lewat PMI, karena itu aku diperlukan pulang. Ya sudah, kak. Kita ketemu lain kali,” kata Adam kepada Soekatmin.

Adam bergetar mendengar kakaknya menjadi anggota MP. Polisi militer Belanda ini musuh Republik Indonesia yang dibela Adam dan ayahnya.

Adam merasa ngilu dengan keadaan itu. Kakaknya ternyata musuhnya. Ia memperkirakan kakaknya adalan bintara (sersan) di MP KNIL yang biasa menyandang senjata. Tugas MP biasanya menjaga disiplin tentara.

Baca juga: Mantan KNIL yang Menolak Masuk TNI

Adam lalu pulang dan bertemu ibunya.

“Bangsat Belanda! Mereka membunuh bapak dan kakak kita. Dan tadi aku ketemu Kak Soekatmin yang sudah menjadi serdadu Belanda. Pengkhianat! Ia harus dibunuh!” kata Adam di hadapan ibunya.

“Adam, ingatlah, nak. Kakakmu Katmin jangan kau sangkutpautkan dengan gugurnya bapak dan kakakmu Slamet. Ia tak tahu bahwa ayahmu dan adik-adiknya ikut berjuang. Ia memang berdinas di MP, tapi tidak pernah ia berperang melawan pejuang kita,” kata ibunya.

Soekatmin tentu jauh dari arus informasi kemerdekaan Indonesia. Serdadu sepertinya tergolong orang Indonesia yang buta politik. Ia bekas tawanan Jepang di luar Jawa dan Sumatra, sehingga ia dengan mudah masuk atau dimasukan kembali ke dalam KNIL.

Begitulah kisah keluarga Adam Soepardjan di masa perang. Masa di mana berbagi kabar sangat sulit. Masa di mana sebuah keluarga bisa terbelah dua antara membela Belanda dan membela Republik Indonesia.*

TAG

knil revolusi indonesia

ARTIKEL TERKAIT

Siapa Penembak Sisingamangaraja XII? Thomas Nussy versus Anak Cik Di Tiro Hukuman Penculik Anak Gadis Dulu Para Sersan Berserikat Pengawal Raja Charles Dilumpuhkan Orang Bali Pengawal Raja Charles Masuk KNIL Setelah Gerard van Daatselaar Ditawan Kombatan Minahasa dalam Serangan Umum Persahabatan Sersan KNIL Boenjamin dan dr. Soemarno Sejumput Kisah Sersan Baidin