Masuk Daftar
My Getplus

Mengulik di Balik Layar Film Kadet 1947

Mengintip teaser dan kabar kelanjutan penggarapan Kadet 1947 yang terimbas pandemi COVID-19.

Oleh: Randy Wirayudha | 18 Sep 2021
Drama heroik "Kadet 1947" yang mengisahkan para taruna AURI di masa perang kemerdekaan Indonesia (temata.id)

HARI itu, 21 Juli 1947, Pangkalan Udara (lanud) Maguwo, Yogyakarta, porak-poranda. Sejumlah bangunannya hancur. Sebuah pesawat pembom tukik ringan bekas Jepang, Mitsubishi Ki-51, habis dilalap si jago merah. Tiga kadet, Adjie (diperankan Marthino Lio), Mul (Kevin Julio), dan Sigit (Bisma Karisma) menatap nanar ke langit saat pesawat-pesawat Belanda leluasa berterbangan di atas Maguwo.

Peristiwa di atas merupakan potongan dari teaser film Kadet 1947 yang digarap duet sutradara Rahabi Mandra dan Aldo Swastia dari tim produksi Temata Studios. Teaser itu resmi dirilis lewat akun Instagram dan Youtube Temata Studios Jumat kemarin (17/9/2021).

Teaser berdurasi satu menit tiga detik itu juga memamerkan beberapa potongan kisah dramatis pergulatan para kadet AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia, kini TNI AU) dalam merespons Agresi Militer Belanda I. Di antaranya kala para kadet itu juga ikut bergerilya menghindari serdadu darat Belanda, dan memupuk nyali melawan Belanda dengan pesawat mereka berkat seruan-seruan Presiden Sukarno (Ario Bayu) yang menggelegar.

Advertising
Advertising

Baca juga: Sosok Sukarno dan Pak Dirman dalam Kadet 1947

Bootcamp film Kadet 1947 sejatinya sudah mulai dilakukan untuk para pemeran, syuting, dan proses produksi awal pada Maret 2020. Namun, prosesi itu sempat terhenti gegara pagebluk Covid-19 dan baru dilanjutkan pada September 2020. Filmnya direncanakan naik tayang tahun ini walau belum disebutkan tanggal dan bulannya.

Celerina Judisari sang produser menyebutkan dalam konferensi pers via platform Zoom pada 15 April 2020, pihaknya bekerja keras untuk mengatur pengunduran jadwal proses produksi karena pandemi. Tak hanya soal teknis tapi juga mental para pemainnya.

“Kita harus optimis. Justru kita ingin mempertahankan api perjuangan seperti kadet-kadet Angkatan Udara itu di masa seperti ini. Semangatnya bahwa kita bergotong-royong sama-sama berjuang mempertahankan eksistensi bangsa kita. Kala dulu kita melawan penjajah, sekarang kita melawannya virus,” ujar Celerina.

Kolase teaser film Kadet 1947 yang baru dirilis (Tangkapan Layar Youtube)

Kadet 1947, lanjut Celerina, mengisahkan misi pemboman udara pertama Indonesia di masa revolusi fisik, tepatnya 29 Juli 1947. Misi heroik itu dilakoni tujuh kadet AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia, kini TNI AU) ke Semarang, Salatiga, dan Ambarawa untuk membalas Agresi Militer Belanda I yang dilancarkan sepekan sebelumnya.

Sejarah kecil (petite histoire) itu jarang diketahui publik lantaran tak tertera di buku-buku pelajaran sekolah. Hal ini juga jadi tantangan tersendiri bagi tim produksi. Pasalnya, film-film bertema sejarah kalah populer bagi kaum milenial ketimbang film-film ber-genre lain.

“Walau secara statistik film bertema perjuangan ada di bawah, orang kurang terlalu banyak tertarik, tapi bukan berarti kita tidak bisa membuat film sejarah yang menarik untuk mereka tonton,” lanjutnya.

Baca juga: Pemboman Udara Pertama Indonesia

Penggarapan film Kadet 1947 sendiri, aku Celerina, idenya berangkat dari sebuah artikel sejarah tentang epos itu di media sejarah populer Historia.id. Ia tertegun dengan inti cerita bahwa 73 tahun lampau, ada tujuh kadet yang notabene belum punya jam terbang namun berani berbuat sesuatu yang punya makna besar. Air raid terhadap markas-markas Belanda membuktikan bahwa Indonesia yang baru dihantam Agresi Militer I ternyata mampu membalas.

“Saya tidak sengaja membaca (artikel) di Historia, karena terpikir ya pada masa begini, apa sih yang terpenting untuk persatuan? Kita sudah mulai terpecah-belah. Apa yang bisa menyatukan kaum milenial? Saya cari cerita lain soal tema perjuangan sampai saya menemukan artikel Historia yang mengilhami,” kata Celerina.

Kolase adegan dalam teaser film Kadet 1947 (Tangkapan Layar)

Dari artikel bertajuk “Pemboman Udara Pertama Indonesia” itu, sang produser mendapati petite histoire itu bisa sangat mudah dipahaminya. Dia kemudian tergelitik untuk meriset lebih jauh sumber-sumber lainnya.

“Justru saya mengucapkan terimakasih bahwa ternyata tertera di situ (kisahnya). Bahwa ada pemuda-pemuda tanpa keahlian dia bawa bom, dia bisa jatuhin, mungkin peristiwanya tidak sebegitu dahsyat ya, tapi cara penulisannya itu sudah menyentuh hati saya untuk saya mencari lagi buku-buku tentang itu,” tambahnya.

Baca juga: Upaya Menggali Inspirasi Lewat Film Kadet 1947

Kebetulan pula Celerina mengaku punya kolega di lingkungan TNI AU. Kepada kolega itulah dia kemudian mengutarakan idenya dan lantas berhasil mendapat dukungan. Bahkan ketika ia bertemu Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, pihak TNI AU turut mendukung lewat supervisi.

Bersama co-produser Dewi Umaya, Celerina lantas mencari sutradara cum penulis naskah, dan mendapatkan duet sineas muda Rahabi Mandra dan Aldo Swastia. Pengerjaan naskahnya pun dikebut sejak Januari 2020 setelah terlebih dulu dilakukan riset pustaka dan konsultasi dengan pihak TNI AU serta peneliti-peneliti sejarah.

“Riset kita siapkan secara mandiri dan tidak dari satu sumber saja. Kita juga risetnya tentang tata bahasa, gaya hidup, kondisi sosial dan ekonomi pada saat itu. Kami menyadari sensitifnya cerita sejarah. Makanya kami juga tidak seberani itu untuk bilang film ini didasarkan fakta sejarahnya. Makanya kita gunakan kata ‘inspired by true story’,” timpal Rahabi.

Aktor-Aktor Milenial

Setelah naskah siap, prioritas berikutnya adalah pemilihan pemeran. Kebetulan dalam fakta historisnya, tujuh kadetnya berusia antara 18-20 tahun. Mereka adalah Sutardjo Sigit, Bambang Saptoadji, Kaput, Mulyono, Sutardjo, Suharnoko Harbani, dan Dulrachman.

Oleh karena itu, pemilihan para pemeran pun diambil dari para aktor milenial. Kevin Julio, misalnya, diplot menjadi Kadet Mulyono; lalu Bisma Karisma sebagai Kadet Sutardjo Sigit, atau Omara Esteghlal sebagai Kadet Suharnoko Harbani. Mereka didampingi lima aktor kawakan sebagai pemeran tokoh-tokoh besar seperti Andri Mashadi yang memerankan Komodor Muda Agustinus Adisucipto, Ibnu Jamil sebagai Komodor Muda Halim Perdanakusuma, Mike Lucock sebagai KSAU Komodor Suryadi Suryadarma, Indra Pacique sebagai Panglima TNI Jenderal Sudirman, dan Ario Bayu sebagai Presiden Sukarno.

“Untuk bisa merasakan beratnya perjuangan, sejak Januari juga mereka dilatih fisik. Khusus untuk para pemeran kadet, mereka sempat kami ikutkan bootcamp bersama Korps Paskhas TNI AU, untuk belajar juga bagaimana menjadi seorang siswa prajurit, dan bahkan bagaimana rasanya menjadi prajurit,” ungkap Aldo.

Baca juga: Tragedi Dakota dalam Hari Bakti Angkatan Udara

Di sisi lain, para pemeran melakukan bermacam cara untuk mendalami karakter masing-masing tokoh yang mereka mainkan. Mereka juga diberi sesi untuk pendalaman sejarah dari beberapa konsultan sejarah.

“Yang menyenangkan adalah, tim produksi memberi fasilitas disediakan sesi khusus sama periset. Ini baru pertamakali buat saya, apalagi ini juga pertama terlibat di film bertema perjuangan. Seru banget,” cetus Chicco Kurniawan yang memerankan Kadet Dulrachman.

Beberapa aktor milenial yang terlibat dalam film Kadet 1947 (Tangkapan Layar)

Untuk mendukung latar cerita, tim produksi memilih Landasan Udara Gading di Wonosari, Gunungkidul, Yogyakarta sebagai lokasi utamanya. Sementara, proses syuting untuk efek visualnya dilakukan di studio.

“Kita memang memilih lokasi lebih banyak di Wonosari, di mana ada landasan militer yang sudah lama tak terpakai, untuk memudahkan pergerakan dan juga rasanya sesuai dengan karakter latarbelakang filmnya. Sebagian lagi lokasi syutingnya di Jawa Tengah. Juga ada set studio yang bahkan bagian set di studio ini sudah selesai syutingnya,” kata Dewi Umaya menimpali.

Baca juga: Satir Penerbang Bengal dalam Catch-22

Tim produksi juga membuat beberapa pesawat replika untuk dipakai tokoh-tokoh kadet. Empat pesawat bekas Jepang yang digunakan ketujuh kadet itu yakni satu pembom tukik Guntai, satu pesawat tempur Hayabusa (Nakajima Ki-43), dan dua pesawat latih Cureng (Yokosuka K5Y).

“Kita membuat beberapa pesawat itu yang tentunya enggak bisa terbang ya tapi karena kita ingin lebih real dan relate. Selebihnya efek visual ya yang sekiranya mengambil porsi lumayan sangat banyak,” tambahnya.

Visualisasi para kadet dalam pemboman udara pertama Indonesia pada 1947 (temata.id/kemendikbud.go.id)

Kadet 1947 juga akan dibumbui dramatisasi dengan dihadirkannya beberapa tokoh perempuan dari latarbelakang berbeda. Tatyana Akman memerankan seorang gadis asal Minang bernama Rosma Fauzia, lalu Lutesha Sadhewa sebagai jurnalis asal Maluku bernama Nila Latuharia. Dramatisasi itu tentu sudah melalui diskusi dengan pihak TNI AU agar tak terlalu melenceng dari fakta historisnya.

“Dalam penggarapannya pasti ada ruang kreatif, ada juga ruang ketepatan pada sejarah supaya menjadi media belajar juga. Jadi selalu ada titik tengah antara hiburan dan media belajar. Karena, kata seorang dalang, yang namanya cerita itu adalah hak si penceritanya untuk menceritakan kepada orang-orang di masa itu. Jadi kita punya keleluasaan dalam bercerita karena kita mengerti kepada siapa kita bercerita,” kata Rahabi.

Baca juga: Melarikan Pesawat dari Malang ke Yogya

Kadet 1947, kata Rahabi, porsi dramatisasinya lebih dominan dibandingkan fakta sejarahnya.

“Secara kapasitas, kami pikir porsi dramatisasi akan sedikit lebih dominan dibandingkan fakta sejarahnya, dengan masih memberi ruang bagi mereka yang ingin mengenal kejadian bersejarah ini. Dengan demikian makanya dikatakan lebih tepat memperkenalkan film ini sebagai film yang terinspirasi dari kisah nyata (inspired by true story, red.), ketimbang didasarkan pada kisah nyata (based on true story),” lanjutnya.

Bagi tim produksi, dramatisasi diharapkan bisa lebih memancing minat generasi muda sebagai target penontonnya. Jika sudah terpancing, mereka akan dengan mudah juga menyerap nilai-nilai mulia dari sejarah dan perjuangan para kadet itu.

“Soal target penonton, ya semakin banyak semakin baik. Agar pesan yang kami ingin utarakan lewat film ini bisa tersebar seluas mungkin, khususnya bagi generasi muda yang punya potensi dan peranan yang penting untuk negara, apapun latarbelakang dan kemampuannya. Inilah nilai yang kami rasa perlu dirasakan oleh penonton agar memiliki semangat gotong royong, kolaborasi, dan tidak gentar menghadapi masalah dan situasi apapun,” ujar co-produser Tesadesrada Ryza via pesan singkat kepada Historia.

Baca juga: Flypass Nekat Montir Pesawat Rayakan HUT RI

TAG

film-indonesia film tni au

ARTIKEL TERKAIT

Uprising Memotret Kemelut Budak yang Menolak Tunduk Hasrat Nurnaningsih Menembus Hollywood Alkisah Eksotisme dan Prahara Sarawak lewat Rajah Sabra, Superhero Israel Sarat Kontroversi Alain Delon Ikut Perang di Vietnam Nostalgia Wolverine yang Orisinil Anak-anak Nonton Film di Zaman Kolonial Belanda Nyanyi Sunyi Ianfu Heroisme di Tengah Kehancuran dalam Godzilla Minus One House of Ninjas dan Bayang-Bayang Masa Lalu Ninja Hattori