DENTING gamelan mengalun dari kediaman Letnan Gubernur Hindia Belanda Sir Thomas Stamford Raffles di kawasan Buitenzorg (Bogor). Gamelan itu dimainkan sepuluh pribumi, dari siang hingga pukul sepuluh malam.
William Buller Fagg dalam The Raffles Gamelan: A Historical Note, menduga gamelan itu milik penguasa salah satu kerajaan di Jawa. Anggapan Fagg dipertegas John Bastin dalam “The Java Journal of Dr Joseph Arnold,” JMBRAS Vol. 46 No.1, 1973, bahwa kedua gamelan itu milik keraton Yogyakarta yang dijarah sebagai rampasan perang oleh pasukan Inggris di bawah Mayjen Robert Rollo Gillespie pada 20 Juni 1812. Penjarahan itu dimuat suratkabar pemerintah Inggris di Hindia Belanda, Java Government Gazette, 4 Juli 1812.
Raffles kemudian membeli gamelan itu lewat sebuah agen. Joseph Arnold, pendamping risetnya saat menemukan bunga Rafflesia arnoldii, menaksir harga seperangkat gamelan kala itu berkisar 1.000-1.600 dollar Spanyol.
Saat meninggalkan Jawa pada 1816, Raffles mengangkut kedua koleksi gamelannya menggunkan kapal Ganges. Gamelan itu mulanya disimpan di Berner Street, London, tempat tinggal Raffles selama merampungkan penulisan The History of Java.
Raffles menjadi orang pertama yang membawa dan memperkenalkan gamelan Jawa ke kalangan Eropa. Saat Ranadipura, pendamping riset Raffles ihwal Jawa yang ikut bersamanya ke Inggris, memainkan gambang kayu; Raffles berkomentar bahwa alat itu “menyerupai alat musik kuno Skotlandia. Perbedaan karakter di antara keduanya, seperti juga yang dimiliki musik India secara umum, ditentukan oleh adanya kunci keempat dan ketujuh dan semua semitone.”
Menurut etnomusikolog Sumarsam dalam Javanese Gamelan and The West, dari perspektif kekinian, ukuran instrumen gamelan itu lebih besar dari ukuran gamelan pada umumnya. Setiap instrumen dihiasi ukiran dan bingkai berwujud hewan mitologi (zoomorphic), seperti naga dan burung merak, yang tak lumrah atau atipikal di Jawa tapi digemari orang Eropa.
Sekira setahun di Inggris, Raffles mendapat tugas menjadi letnan gubernur di Bengkulu. Sebelum berangkat ke Bengkulu, Raffles menitipkan seperangkat kecil gamelan kepada Duke of Somerset di Park Lane. Gamelan satunya lagi tetap di Berner Street.
Selama periode Raffles di Bengkulu (1818-1824), riwayat kedua gamelannya tak berjejak. Ketika Raffles membeli rumah di High Wood, tak jauh dari Hendon, Middlesex, pertengahan 1825, kedua gamelannya disimpan di sebuah ruangan yang dijuluki “The Museum.”
Setelah istri keduanya, Sophia Raffles, meninggal pada Desember 1858, seluruh peninggalan Raffles termasuk dua gamelan itu diwariskan kepada kemenakannya, Jenny Rosdew Mudge, istri William Charles Raffles Flint yang sejak umur 14 tahun dibesarkan oleh Sophia.
Pada 1859, beberapa koleksi termasuk satu set gamelan dihibahkan kepada British Museum. Gamelan ini cukup lengkap, paling mashyur, dan sering jadi objek penelitian serta pameran, bahkan jadi bahan deskripsi Raffles dalam The History of Java.
Sedangkan perangkat kecil gamelan dijual William Flint kepada Sir Harry Verney, anggota majelis rendah parlemen Kerajaan Inggris, pada September 1861. Melalui surat konfirmasi penjualan kepada Verney tanggal 12 September 1861, Flint menginformasikan bahwa gamelan itu tidak lengkap. Selain tak ada bonang, alat gender terutama beberapa potongan metalofonnya harus diperbaiki. Gamelan itu kini menjadi koleksi Claydon House di Buckinghamshire.