Gol Hantu yang Bikin Gaduh
Walau kontroversial, “gol hantu” acap terjadi dan lazimnya pihak yang diuntungkan selalu merayakannya. Tapi tidak dengan Igor Netto yang sportif.
SUDAH dua dekade kemenangan “magis” Liverpool meraih trofi Liga Champions berlalu, namun ingatan publik pada sosok gelandang Luis García –yang berjasa bagi The Reds– justru tak pernah lekang dari kontroversi “gol hantu” yang dicetaknya di laga semifinal. Meski sudah gantung sepatu sejak 2016, hingga kini pun García selalu mendapat pertanyaan dan keraguan publik. Andai teknologi garis gawang dan VAR (video assistance referee) sudah diterapkan, gol itu takkan terjadi.
Dalam banyak kasus, “gol hantu” bisa terjadi ketika bola belum melewati garis gawang tapi disahkan ofisial pertandingan. Ada pula kasus ketika bola sudah melewati gawang tapi tidak disahkan. Pun juga ada kasus di mana bola menembus sisi luar jaring gawang tapi karena terjadi malfungsi, bolanya masuk ke sisi dalam gawang dan disahkan jadi gol. Ini semua bisa terjadi karena keterbatasan ofisial pertandingan –wasit maupun hakim garis– sebelum era VAR diperkenalkan pada 2018.
Dalam kasus García, banyak pihak yang menganggap gol tunggalnya ke gawang Chelsea di leg kedua semifinal Liga Champions 2004/2005 termasuk kasus gol hantu. Pada leg pertama yang berlangsung di Stamford Bridge, 27 April 2005, kedua tim bermain imbang 0-0 dan pada leg kedua di Stadion Anfield pada 3 Mei 2005, gol tunggal kontroversial García itu menentukan nasib Liverpool tampil ke final.
Baca juga: Serba-serbi Aturan Offside dalam Sepakbola
Gol hantu itu terjadi di menit ke-4 babak pertama dengan diawali operan Steven Gerrard kepada Milan Baroš di kotak penalti yang lalu men-chop bola dan melewati kiper Chelsea Peter Čech. Bek John Terry berusaha menghalau tapi García lebih dulu mencocor bola yang gagal diselamatkan bek Chelsea lainnya, William Gallas. Wasit Ľuboš Micheľ asal Slovakia mengesahkan gol itu.
“Itu gol yang ditanyakan banyak orang pada saya ketika saya pergi ke manapun, setiap kali mereka bilang, ‘hari-hari ini dengan adanya VAR, mungkin gol itu takkan disahkan.’ Dan saya selalu mengatakan, ‘tidak ada kata mungkin.’ Saya paham mereka tak bisa melihatnya dengan pasti tapi saya melihatnya sendiri,” ujar García ketika mengenang kiprahnya di Liverpool musim 2004/2005 itu kepada Optus Sport, 31 Maret 2025.
Sampai sekarang, García masih keukeuh gol itu sah walau hingga kini pun masih sulit untuk dipastikan 100 persen karena tayangan video replay dari televisi yang menayangkan juga tak bisa mengonfirmasi karena tayangan dari sisi lapangan sehingga penampakan bolanya terhalang tubuh Gallas. Pelatih Chelsea kala itu, José Mourinho, menyebutnya gol dari bulan yang diberikan hakim garis.
“Jika Anda melihat tayangan ulangnya, rekan-rekan setim saya sempat terdiam sejenak untuk melihat apa yang terjadi dan kemudian mereka melihat wasit berlari kembali ke tengah lapangan. Saya melihat bola itu masuk (garis gawang, red.) dan saya merayakannya. Itu jadi momen spesial bagi saya karena untuk kali pertama sepanjang karier saya akan tampil di final Liga Champions,” tambahnya.
Mula Gol Hantu & Sportivitas Igor Netto
Terlepas dari benar-tidaknya klaim García, gol hantu sering terjadi dalam sejarah sepakbola. Kontroversi itu pertamakali terjadi di sebuah turnamen British Home Championship 1891-1892 –yang diikuti tim-tim Britania Raya seperti Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia–ketika Irlandia menjamu Skotlandia di Stadion Solitude, Belfast pada 19 Maret 1892.
Dalam laga sengit yang dipimpin wasit John Taylor asal Wales itu, Skotlandia mencuri kemenangan tipis, 3-2, di kandang Irlandia. Namun gol terakhir dan penentu kemenangan Skotlandia yang dicetak David Ellis di menit ke-70 mengundang kegaduhan suporter tuan rumah hingga harus dikawal pihak keamanan ketika keluar stadion.
“Keputusan wasit menentukan pertandingan yang dimenangkan Skotlandia, 3-2, yang tidak bisa diterima kesebelasan Irlandia yang merasa mereka tak pantas atas kekalahan itu,” tulis The Scottish Referee edisi 21 Maret 1892.
Baca juga: Mula Komentator Iringi Laga Sepakbola
Mengutip suratkabar itu, sedianya sepakan Ellis di menit ke-70 melambung ke atas mistar gawang. Bek cum kapten Irlandia Billy Gordon kemudian membawa bola dari belakang ke dalam jaring gawang dengan maksud memulai kembali permainan dengan goal kick. Sialnya wasit Gordon tak melihat itu karena pandangannya terhalang para pemain lain.
“Ketika pandangannya mulai terbuka, ia melihat bolanya ada di dalam garis gawang dan ia memutuskannya menjadi gol. Keputusannya tak bisa diganggu-gugat dan Irlandia terpaksa menerima kenyataan itu,” tukas suratkabar tersebut.
Gol hantu lain pernah terjadi 121 tahun kemudian di laga Bundesliga antara Bayer Leverkusen kontra TSG 1899 Hoffenheim, 18 Oktober 2013. Tembakan penyerang Leverkusen, Stefan Kieβling, ke gawang Hoffenheim sejatinya melebar tapi menembus masuk ke jaring gawang sehingga bolanya berakhir di dalam garis gawang. Wasit menghadiahkan gol kepada Leverkusen. Tentu kemudian terjadi perdebatan tapi baik Kieβling maupun Leverkusen tetap merayakannya.
Di antara kasus gol hantu, publik sepakbola tentu juga ingat tentang gol hantu Inggris di final Piala Dunia 1966 saat menghadapi Jerman Barat di Stadion Wembley, 30 Juli 1966. Pihak Jerman yang merasa dirugikan mengenangnya sebagai sandal “Wembley-Tor”.
Insiden gol hantu itu terjadi di menit ke-11 pada babak extra time. Papan skor masih memunculkan angka imbang, 2-2. Lantas dalam sebuah peluang, striker Inggris Geoff Hurst melepaskan tendangan keras. Bolanya membentur mistar gawang dan terpantul ke tanah dekat garis gawang.
Baca juga: Hakim Garis Azerbaijan Pujaan Publik Inggris
Wasit Gottfried Dienst asal Swiss yang ragu kemudian berkonsultasi dengan hakim garis Tofiq Bahramov asal Azerbaijan. Ia akhirnya memberi keputusan gol untuk Inggris. Padahal, jika menengok tayangan ulang selepas pertandingan, bola pantulannya sama sekali tak melewati garis gawang.
“Para pemain Jerman terus mengikuti Dienst ke tengah lapangan. (Kapten Jerman, Franz) Beckenbauer terus memprotesnya. Dengan mengabaikan pemain Jerman, Dienst dan Bahramov saling bersalaman. Di dekat mereka, (gelandang Jerman) Siggi Held memberi aplaus yang sarkastik,” tulis Jonathan Mayo dalam The 1966 World Cup Final: Minute by Minute.
Sejak 1966, Inggris pun tak pernah lagi menang Piala Dunia. Banyak yang percaya, itu “kutukan” final 1966.
Insiden itu seolah dibalas Jerman saat kedua tim bersua di babak 16 besar Piala Dunia 2010 di Free State Stadium, 27 Juni 2010. Tendangan “gledek” gelandang Inggris Frank Lampard di menit ke-38 sejatinya membentur mistar dan bolanya sempat memantul melewati garis gawang tapi gol itu tak disahkan wasit Jorge Larrionda asal Uruguay.
Dari kasus ke kasus, hampir semua pihak yang diuntungkan memilih merayakannya atau minimal menerima saja keputusan wasit. Dari aneka catatan gol hantu, hanya Kapten Uni Soviet Igor Netto yang memilih bersikap sportif. Itu terjadi di Piala Dunia 1962, ketika Uni Soviet meladeni Uruguay di laga pamungkas babak penyisihan Grup 1 di Estadio Carlos Dittborn, 6 Juni 1962.
Padahal, Soviet sedang butuh kemenangan untuk bisa lolos ke babak perempatfinal. Sebelumnya, Soviet bersaing dengan Yugoslavia dan Uruguay untuk bisa lolos dari Grup 1. Di dua laga sebelumnya, Soviet menang 2-0 atas Yugoslavia dan ditahan imbang Kolombia, 4-4.
“Kualitas pria sejati Igor Netto begitu menonjol dalam Piala Dunia 1962 di Chile. Netto memegang erat etika fair play, bahkan jika timnya bisa saja tersingkir dari Piala Dunia,” tulis Tamir Bar-On dalam The World Through Soccer: The Cultural Impact of a Global Sport.
Pada laga Soviet kontra Uruguay itu hingga menit ke-70 skor masih sama kuat, 1-1. Gol pembuka Aleksei Mamkyn di menit ke-38 dibalas gol Francisco Sasía di menit ke-54. Di saat itulah terjadi sebuah peluang yang coba dimanfaatkan Igor Chislenko, di mana bola hasil tembakannya melebar tipis ke sisi luar jaring gawang yang anehnya menembus masuk ke dalam gawang.
Wasit Cesare Jonni asal Italia lantas menunjuk titik tengah pertanda pengesahan gol Chislenko, namun para pemain Uruguay mengerumuni sang wasit untuk memprotes gol hantu itu. Chislenko sendiri juga bingung hingga kemudian didekati Netto untuk membicarakannya.
Setelah bicara dengan Chislenko, Netto dengan sifat ksatria dan sportifnya turut mendekati wasit dan ikut mengonfirmasi bahwa gol itu tidak sah. Bolanya menurutnya menembus jaring gawang dari sisi luar ke dalam karena malfungsi jaring. Netto ikut mendesak wasit untuk menganulir gol yang kemudian dikabulkan wasit.
Toh “rezeki” tidak akan tertukar. Pada menit ke-89 Valentin Ivanov mencetak gol penentu kemenangan 2-1 Soviet yang kali ini golnya sah dan jelas. Soviet pun melaju ke perempatfinal sebagai juara grup walau lantas dipulangkan tuan rumah Chile usai kalah, 1-2. Setidaknya Netto dkk. bisa pulang dangan kepala tegak dengan sikap sportif mereka.
“Kami tak terbiasa dengan gimmick-gimmick. Kami harus menang tanpa bergantung kepada kesalahan wasit. Pada akhirnya saya mendapatkan rasa lega itu,” kenang Netto dalam otobiografinya, dikutip These Football Times, 5 Juli 2016.
Baca juga: Enam Momen Pemain jadi Kiper Dadakan
Tambahkan komentar
Belum ada komentar