Serba-serbi Nama Alpukat, dari Alligator Pear hingga Avocado
Istilah alligator-pear dan ahuacate pernah populer untuk menyebut buah alpukat. Karena dianggap norak dan bernuansa Meksiko, dua istilah itu diganti dengan avocado untuk menyasar konsumen kalangan atas.
KULIT buah itu berwarna hijau (juga ungu atau coklat) dengan daging bertekstur lembut dan berwarna kuning kehijauan ketika sudah matang. Di bagian tengah terdapat biji berukuran besar dan seringkali dibuang karena rasanya pahit jika dikonsumsi langsung. Buah alpukat ini pernah dipasarkan dengan beberapa nama hingga membingungkan banyak orang sebelum akhirnya avocado ditetapkan sebagai nama buah ini.
Beberapa nama alpukat berkaitan dengan sejarah buah ini yang memiliki nama ilmiah Persea americana. Menurut Jeff Miller dalam Avocado: A Global History, identifikasi awal alpukat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat Mesoamerika di masa pra-Columbus. Suku Olmec, Maya, dan Aztec, yang dikenal sebagai kelompok masyarakat pertama yang terorganisir di Mesoamerika, sangat menghargai alpukat sebagai sumber makanan sehingga penggambaran dan simbol-simbol yang bermakna buah ini muncul dengan frekuensi yang tinggi pada bangunan-bangunan mereka.
Baca juga:
Dalam situs-situs Olmec yang telah digali, alpukat menjadi makanan yang paling banyak ditemukan. Dalam budaya ini, alpukat disebut sebagai “hadiah dari para dewa”. Alpukat juga sangat penting bagi suku Maya. Buah ini bahkan disebut dalam Popol Vuh, teks mitologi dan sejarah suku Maya, karena memiliki hubungan dengan kisah penciptaan manusia. Sementara itu, begitu berharganya alpukat bagi orang-orang Aztec terlihat dari nama kota penting suku tersebut, yakni Ahuacatlan yang berarti “tempat alpukat yang berlimpah”. Dikenal sebagai buah favorit para bangsawan Aztec, alpukat menjadi persembahan yang banyak diserahkan kepada penguasa di Tenochititlan, ibu kota kerajaan Aztec.
“Dalam sistem kepercayaan masyarakat Aztec, buah alpukat memberikan kekuatan. Pada masa itu banyak ditemukan buah alpukat criollo kecil yang bentuknya dianggap menyerupai testis yang kuat dan oleh karena itu, dengan memakannya, testis pria juga bisa menjadi kuat. Aroma alpukat yang matang dianggap sebagai afrodisiak yang kuat, dan legenda mengatakan bahwa wanita dari keluarga bangsawan Aztec tidak diizinkan keluar selama periode panen karena takut aromanya akan membuat mereka menjadi liar karena nafsu sehingga membuatnya tidak suci lagi,” tulis Miller.
Kendati referensi terkait alpukat dalam literatur kolonial sering dikutip dari Fernández de Enciso yang menerbitkan La Suma de Geografía (1519), deskripsi pertama yang secara rinci menjelaskan tentang alpukat ditulis oleh Fernández de Oviedo dalam Sumario de la Natural Historia de las Indias (1526). Ketika melihat alpukat di wilayah Amerika Selatan, Ovideo menyebut bentuknya mirip buah pir di Spanyol, tetapi kulitnya agak lebih tebal, namun lunak, dan di tengah buahnya terdapat biji seperti kastanye yang dikupas. Di antara biji dan kulitnya, terdapat bagian yang bisa dimakan dan memiliki rasa yang lezat.
Pelancong lain yang membahas tentang alpukat adalah Pedro de Cieza de Leon yang melakukan eksplorasi ke benua Amerika dari tahun 1532 hingga 1550. Ia menyebut pohon alpukat ditemukan di Panama, Kolombia bagian utara dan barat, dekat Puerto Viejo di Ekuador, dan di lembah-lembah pesisir Peru. Orang-orang Panama menyebut alpukat dengan nama aguacate, sedangkan di Amerika Selatan istilah palta lebih populer. J.B. Bost, N.J.H. Smith dan J.H. Crane menulis dalam The Avocado, catatan de Leon merupakan tulisan pertama yang menggunakan kedua istilah tersebut, di mana aguacate atau ahuacate berasal dari bahasa Nahuatl, ahuacatl yang berarti alpukat atau testis.
“Penyebutan alpukat dalam bahasa Inggris, avocado, pertama kali dilakukan oleh Hawkes, seorang pedagang Inggris yang mengunjungi Meksiko pada pertengahan abad ke-16, yang melaporkan buah ini sebagai alvacata… Pada 1657, sebuah laporan dari Inggris menunjukkan bahwa alpukat telah ada di Jamaika, dua tahun setelah Inggris merebut pulau itu dari Spanyol. Laporan dari A Book of the Continuation of Foreign Passages ini menyebut alpukat sebagai avocatas, sementara laporan selanjutnya dari Jamaika menyebutnya dengan berbagai macam nama, seperti albecato, pir Spanyol, abacado, avocado, dan alligator-pear,” tulis Bost, Smith, dan Crane.
Baca juga:
Ketika alpukat mulai dibudidayakan di luar kawasan Mesoamerika, termasuk Amerika Serikat, beberapa nama yang digunakan untuk menyebut alpukat, salah satunya alligator-pear, masih terus dipakai oleh para petani maupun konsumen. Menurut Robert Palmatier dalam Food: A Dictionary of Literal and Nonliteral Terms, istilah alligator-pear populer di kalangan masyarakat Amerika ketika pohon alpukat mulai dibudidayakan di Florida yang dikenal dengan sebutan the land of the alligator pada abad ke-18. Akan tetapi, kebanyakan orang Amerika mengasosiasikan buah ini dengan negara bagian California, yang menjelma menjadi pusat produksi dan perdagangan alpukat setelah Perang Dunia II.
Di sisi lain, Angela Kay Kepler menulis dalam Trees of Hawai'i, istilah alligator-pear banyak digunakan orang untuk menyebut alpukat karena didasarkan pada karakteristik fisik buah tersebut. Sudah menjadi hal umum bila seseorang menyebut sesuatu berdasarkan ciri-ciri yang melekat pada objek. Dalam konteks alpukat, nama unik yang disematkan kepada buah ini kemungkinan besar karena bentuknya seperti buah pir dan kulitnya yang tidak rata serta kasar mengingatkan orang pada kulit buaya.
Meski populer di kalangan masyarakat, istilah alligator-pear tak disukai oleh para petani Amerika di awal abad ke-20. Hal ini terlihat ketika para petani alpukat komersial di California yang tergabung dalam Ahuacate Association mencari cara untuk meningkatkan penjualan alpukat pada 1915. Miller menjelaskan, langkah awal yang diambil kelompok ini untuk memperluas jangkauan penjualan adalah menentukan nama baru untuk alpukat. Hingga saat itu, alpukat telah dipasarkan dengan berbagai nama, mulai dari aguacate, ahuacate, serta alligator-pear. Penamaan yang beragam ini menghambat pemasaran alpukat. Para petani mulanya berpikir nama Meksiko buah ini, aguacate, adalah pilihan terbaik. Namun, para pemasar buah keberatan dengan nama itu, mengingat masalah rasial di Amerika. Mereka beranggapan nama itu akan membatasi pasar hanya untuk orang Hispanik, yang tidak akan mampu membayar dengan harga tinggi yang diinginkan oleh petani.
Di lain pihak, para petani membenci nama alligator-pear karena norak dan kasar untuk buah yang ingin mereka promosikan sebagai buah kelas atas dan mewah. Ketidaksukaan itu mendorong dibuatnya mosi pada pertemuan awal Asosiasi Ahuacate California untuk memungut denda bagi anggota yang memasarkan alpukat sebagai alligator pear. Dalam rilis yang dikeluarkan Avocado Growers Exchange kepada para distributor dan pemasar, kelompok ini mempertanyakan mengapa “alpukat yang diagungkan karena memiliki rasa yang lezat dan manfaat yang begitu banyak untuk kesehatan dan vitalitas harus disebut alligator-pear.”
Baca juga:
“Hal ini tidak dapat dipahami. Alpukat, pada kenyataannya, tidak memiliki kemiripan dengan buaya, sejenis buaya, atau apapun yang diasumsikan oleh buaya sebagai pir. Istilah alligator-pear merusak bisnis ini,” demikian isi rilis tersebut sebagaimana dikutip Miller.
Kebencian terhadap istilah alligator-pear dapat dipahami. Sebab, pada awal abad ke-20 di Amerika, istilah alligator digunakan sebagai istilah slang yang kurang bermakna, jika tidak dapat dikatakan buruk. Seseorang yang mencuri sesuatu disebut buaya. Musisi kulit putih yang datang ke klub jazz kulit hitam dan mencuri lirik serta teknik bermain musik dari rekan-rekan Afrika-Amerika mereka juga disebut buaya oleh para pemain kulit hitam. Dengan sendirinya, bagi para pemasar yang ingin menjual alpukat dengan harga premium, istilah alligator-pear bertentangan dengan tujuan mereka. Ini bisa menjadi alasan lain mengapa para petani California sangat menentang nama alligator-pear.
Sebagai gantinya, istilah avocado dipilih sebagai nama yang umum digunakan dalam pemasaran alpukat. Istilah ini pertama kali diadopsi oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat dan American Pomological Society, sebuah organisasi yang didirikan pada 1848 untuk mengembangkan bisnis pertanian buah komersial di Amerika. Para petani yang hadir dalam pertemuan di Alexandria Hotel, Los Angeles, pada 1915 setuju menggunakan nama avocado karena kedengarannya “tidak terlalu Meksiko” dan lebih kontinental daripada aguacate atau turunan ahuacatl lainnya.
“Sebagai upaya untuk mempopulerkan istilah avocado di kalangan masyarakat, kelompok petani alpukat California ini berganti nama menjadi California Avocado Society pada 1941, dengan cepat mengembangkan jumlah petani dan peneliti yang terlibat dan memprakarsai California Avocado Society Yearbook, sebuah sumber penting untuk informasi alpukat, yang disebarkan ke seluruh dunia,” tulis Bost, Smith, dan Crane.
Kelompok ini juga menghubungi para penerbit kamus dan meminta mereka memasukkan kata avocado sebagai identitas alpukat ke dalam edisi berikutnya, dengan catatan bentuk jamaknya adalah avocados, bukan avocadoes. Kini, alih-alih alligator-pear atau ahuacate, publik dunia lebih mengenal avocado untuk menyebut alpukat.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar