Sejarah di Balik Istilah News Anchor
Istilah anchor atau pembawa berita muncul seiring dengan meningkatnya perhatian publik terhadap siaran-siaran di televisi. Berawal dari acara kuis, kini anchor lebih umum digunakan pada siaran berita.
KATA anchor dalam bahasa Inggris berarti jangkar, pemberat pada kapal atau perahu. Di New Zealand, anchor merupakan jenama produk olahan susu yang berdiri sejak abad ke-19. Kata anchor juga digunakan di industri penyiaran berita, di mana seorang pria atau wanita yang bertugas menyampaikan informasi dan liputan disebut news anchor.
Don Hewitt, produser televisi yang dijuluki sebagai bapak penyiaran berita televisi modern, menceritakan kisah di balik munculnya istilah anchorman dalam memoarnya, Tell Me a Story: Fifty Years and 60 Minutes in Television. Seiring meningkatnya perhatian masyarakat terhadap kampanye presiden Amerika Serikat tahun 1952, berita televisi berkembang semakin canggih. Banyak orang yang bekerja di industri ini, termasuk Hewitt, berusaha mencari cara untuk mengembangkan acara berita agar menjadi nomor satu. Bersama rekan-rekannya, pria yang kelak menjadi otak di balik siaran berita legendaris, 60 Minutes, itu menyusun rencana membuat kampanye calon presiden yang diliput oleh timnya menjadi pemantik agar penonton tertarik menyaksikan berita yang disiarkan stasiun televisi CBS.
Rencananya, program berita yang menyiarkan hasil liputan konvensi Partai Republik, di mana Dwight D. Eisenhower dan Richard M. Nixon terpilih sebagai kandidat calon presiden dan wakil presiden pada kontestasi Pilpres AS 1952, akan dipandu oleh Walter Cronkite, jurnalis yang sebelum berkarir di televisi aktif mengisi kolom di surat kabar. “Yang tidak pernah diduga oleh siapapun adalah, sejak musim panas itu, semua orang yang melakukan apa yang dilakukan Walter Cronkite akan disebut sebagai anchorman atau pembawa berita,” tulis Hewitt.
Alih-alih terinspirasi dari jangkar kapal, kata anchorman justru terinspirasi dari lari estafet.
“Bagaimana pun juga, ini tidak ada hubungannya dengan kapal, tetapi justru berhubungan dengan tim estafet. Rencana kami adalah menggunakan empat penyiar: John Daly (kelak menjadi presiden ABC News), Quincy Howe (salah satu nama besar di era radio), dan anak buah saya, Doug Edwards, bersama dengan penyiar baru, Walter Cronkite. Idenya adalah mereka akan saling menyerahkan liputan satu sama lain, kurang lebih seperti tim estafet yang menyerahkan tongkat estafet. Dan seperti halnya orang tercepat dalam tim estafet yang bertugas sebagai anchor leg, Cronkite akan menjalankan tongkat estafet untuk kami dan sejak saat itu, ia tidak hanya disebut sebagai anchorman, tetapi ‘sang pembawa berita’,” jelas Hewitt.
Sejak saat itu, istilah anchorman ditujukan bagi siapa saja –pria atau wanita– yang duduk di tempat, yang kemudian dikenal sebagai anchor desk atau meja penyiar, dan membawakan siaran berita. Reporter yang melaporkan hasil liputan di lapangan juga disebut floating anchor.
Namun, menurut akademisi yang meneliti sejarah jurnalisme dan kemunculan siaran berita di televisi, Mike Conway dalam “The Origin of the All-Powerful News Anchor”, termuat di The Conversation, 25 Februari 2015, istilah anchorman telah muncul jauh sebelum Walter Cronkite mengumumkan hasil konvensi Partai Republik tahun 1952, tepatnya pada 1948. Memang tak dapat dipungkiri ketika televisi mendapatkan banyak penonton pada akhir 1940-an, penyiar berita utama hampir tidak menjadi elemen terpenting dalam suatu siaran. CBS menghabiskan tahun 1940-an untuk menciptakan format siaran berita seperti yang kita kenal sekarang, dengan penyiar berita yang memandu pemirsa melalui pembacaan informasi dan laporan peristiwa. Akan tetapi, selama beberapa tahun, CBS menggunakan lebih dari selusin penyiar berita, karena menganggap peran tersebut kurang penting dibandingkan dengan berita yang divisualisasikan.
“John Cameron Swayze adalah anchorman pertama di televisi, tetapi bukan untuk siaran berita. Selain berita, ia juga menjadi panelis tetap dalam Who Said That?, acara kuis yang juga menghadirkan sejumlah pesohor sebagai panelis yang bergantian di setiap acaranya. Karena panelis lain datang dan pergi setiap minggu, Swayze disebut sebagai anchorman dari acara kuis tersebut, sebab ia adalah satu-satunya orang yang selalu muncul di setiap episode,” tulis Conway.
Baca juga:
Iklan Kampanye dan Kemenangan Eisenhower dalam Pilpres AS
Kala itu, pihak stasiun televisi dan para penulis media dengan jelas membedakan antara peran Swayze sebagai anchorman dalam acara kuis dan posisinya sebagai newscaster dalam program berita malam. Sebutan anchorman lambat laun juga digunakan pada acara kuis lain yang diproduksi sejak akhir tahun 1940-an hingga awal 1950-an.
Menurut Conway, istilah anchorman mulai beralih dari acara kuis ke berita formal pada 1952, ketika Walter Cronkite dipilih untuk memimpin liputan konvensi politik. Peran sebagai anchorman pun melekat pada Cronkite di sepanjang kariernya sebagai pembawa acara berita. Seiring dengan meningkatnya popularitas Cronkite, istilah anchorman juga semakin dikenal luas oleh masyarakat sehingga CBS terus menggunakan anchorman untuk menyebut para pembawa beritanya. Dari pertengahan tahun 1950-an hingga pertengahan tahun 1960-an, anchorman juga identik dengan konvensi politik dan liputan malam pemilu.
“Bahkan ketika Walter Cronkite menggantikan Douglas Edwards di CBS Evening pada 1962, ia dianggap sebagai anchor hanya selama konvensi politik dan baru menjadi newscaster di berita malam. Sementara itu, sebutan anchorman memudar dari penggunaan acara kuis setelah Swayze meninggalkan Who Said That?,” tulis Conway.
Sementara itu, menurut Steve M. Barkin dalam American Television News: The Media Marketplace and the Public Interest, gagasan tentang anchorman, seiring berjalannya waktu, mengubah arah produksi berita televisi Amerika. Orang-orang pertama yang dikenal sebagai anchorman, sampai batas tertentu, dipandang sebagai pribadi yang menonjol dan kharismatik. Berbeda dengan para jurnalis yang meliput atau melaporkan peristiwa di lapangan, mereka yang bertugas membawakan berita di studio adalah orang-orang yang memiliki karier yang cemerlang dan diidentifikasikan sebagai laki-laki alfa untuk divisi berita di stasiun televisi masing-masing.
Baca juga:
Istilah anchor mulai menggantikan sebutan newscaster dalam berita televisi pada pertengahan hingga akhir tahun 1960-an, setelah televisi berhasil melampaui surat kabar sebagai media berita paling populer di Amerika. Kimberly Meltzer menjelaskan dalam TV News Anchors and Journalistic Tradition: How Journalists Adapt to Technology, mereka yang bekerja di industri penyiaran berita televisi mengetahui bahwa gambar yang kuat dan emosional dapat menggantikan suara yang menyampaikan suatu informasi dan memberikan konteks pada gambar yang seharusnya hanya berfungsi sebagai ilustrasi. Seperti halnya radio yang telah memperkenalkan dimensi baru ke dalam pekerjaan jurnalis dengan aspek suara, yang menuntut fokus pada suara dan penyampaian reporter, adaptasi ke televisi menambahkan aspek visual jurnalis dan mengharuskan perhatian pada penampilan fisik serta bahasa tubuh.
“Dikatakan bahwa John Cameron Swayze, yang kemampuannya menghafal siaran berita lima belas menit memungkinkannya untuk tetap menatap penonton di era sebelum teleprompter, memperkenalkan tingkat kontak mata yang kemudian menjadi standar bagi pembawa berita. […] Para jurnalis menjadi sadar bahwa penampilan, ekspresi wajah, tingkah laku, dan sikap mereka semua berpengaruh pada penonton yang dapat melihat mereka di layar kaca. Sekarang, tidak hanya suara mereka yang dapat menggambarkan opini atau emosi, tetapi juga wajah dan tubuh mereka,” tulis Meltzer.
Adaptasi ke televisi berwarna yang dimulai pada 1953 menuntut perhatian lebih cermat pada pakaian, tata rias wajah, dan dekorasi di studio. Pencahayaan studio yang tinggi membuat para pembawa acara dan tamu di depan kamera harus mengenakan riasan wajah agar tidak terlihat pucat. Beberapa strategi diadopsi oleh para penyiar untuk tampil mengesankan di depan kamera termasuk duduk di atas jaket agar posisi duduk terlihat proporsional dengan bentuk tubuh, menahan siku untuk membuat tubuh tetap terlihat langsing, serta menghindari pakaian berwarna cerah saat cuaca panas agar bekas keringat tak terlihat di pakaian.
Televisi juga memperkenalkan aspek penampilan dan kinerja ke dalam pekerjaan jurnalis. Menyampaikan berita kepada pemirsa dengan cara yang mudah dicerna, yang sebelumnya merupakan tugas dan fokus utama jurnalis, kini hanya menjadi salah satu bagian dari tuntutan pekerjaan. Para pembawa berita harus tampil kredibel dan disukai pemirsa di rumah.
Baca juga:
“Seiring berjalannya waktu, pemirsa menjadi lebih akrab dengan tokoh-tokoh media, dan ketika ilusi keakraban ini tumbuh, pemirsa dengan sengaja terlibat dalam pertukaran percakapan semu dengan tokoh-tokoh tersebut, merespons mereka seperti yang mereka lakukan dalam hubungan sosial pada umumnya,” tambah Meltzer.
Hal ini pada akhirnya mendorong lahirnya sistem bintang dalam industri penyiaran berita, tak hanya di Amerika tetapi juga di berbagai negara. Menurut Barkin, sistem bintang yang bergantung pada popularitas pembawa berita membuat para anchor tak hanya menjadi wajah bagi program berita, tetapi juga representasi dari stasiun televisi. Popularitas anchor yang juga didorong oleh stasiun televisi diharapkan dapat membantu meningkatkan minat masyarakat terhadap acara lain yang dinaungi perusahaan itu sehingga berdampak pula pada kenaikan rating dan pendapatan iklan.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar