Merias Wajah Seperti Orang Mesir Kuno
Orang Mesir Kuno merias wajah berhubungan dengan kepercayaan. Mereka yakin riasan memiliki kekuatan penyembuhan.
Seni merias wajah telah dianggap penting sejak zaman kuno. Bahkan, orang Mesir Kuno menghubungkannya dengan kepercayaan dan kesehatan.
Semua orang di Mesir Kuno menggunakan riasan wajah. Laki-laki maupun perempuan menggunakan riasan mata, pemulas bibir, dan pemerah pipi.
Mata Simbol Kecantikan
Menurut Fenja Gunn dalam The Artificial Face, a History of Cosmetics, semua masyarakat dari budaya awal ini selalu lebih menonjolkan mata dibanding bagian wajah lainnya. “Mata selalu disebut sebagai cermin jiwa manusia dan di dunia kuno adalah simbol baik dan jahat,” jelasnya.
Di Mesir Kuno, mata adalah simbol Dewa Matahari, Re. Simbol mata pun muncul secara signifikan dalam tulisan hieroglif. “Dengan demikian logis bahwa mata manusia harus diberikan perhatian khusus oleh aksentuasi kosmetik,” lanjut Gunn.
Dominasi mata sebagai simbol kecantikan terlihat jelas dalam lukisan manusia Mesir Kuno. Penampilan mereka menonjol dengan riasan mata yang mewah. Baik lelaki maupun perempuan memakai riasan mata gelap berbentuk almond dilingkari dengan kosmetik hijau tua atau digaris dengan cat hitam yang digambar menjadi garis bersayap di sudut mata.
Baca juga: Gincu yang Mewarnai Waktu
A. Lucas, ahli kimia yang ikut dalam beberapa penggalian arkeologi di Mesir, dalam makalahnya, “Cosmetics, Perfumes, and Incense in Ancient Egypt”, The Journal of Egyptian Archaeology, Vol. 16, No. 1/2 (Mei 1930), menyebutkan ada dua bahan perona mata yang paling umum digunakan, yakni malasit dan galenit. Kosmetik ini dibuat dengan menggiling bijih seperti malasit dan galenit menjadi zat yang disebut kohl.
Malasit merupakan mineral karbonat hidroksida tembaga. Batuan ini menghasilkan riasan warna hijau yang digunakan secara dominan pada periode pra-Dinasti (5500–3100 SM) dan hanya ditemukan sesekali pada era Kerajaan Baru (1550 SM). Penggunaan terakhir yang diketahui adalah pada masa Dinasti ke-19 (1295–1186 SM).
Sementara galenit adalah mineral yang berwarna biru keabuan. Warna ini tak dipakai sebelum masa pra-Dinasti akhir.
“Pada akhirnya sebagian besar malasit digantikan oleh [bahan] yang kedua [galenit], yang menjadi bahan pewarna utama di Mesir,” jelas Lucas.
Baca juga: Ratu Mesir di Antara Temuan Baru Saqqara
Andrew Hardy dan Gavyn Rollinson dalam “Brown Cosmetics in Ancient Egypt”, Pharmaceutical Historian, Vol. 41 No. 2 Juni 2011, menjelaskan bahwa warna cokelat bukanlah warna umum yang digunakan dalam riasan mata di Mesir Kuno.
Bahan lain untuk kohl, yakni karbonat timbal, oksida tembaga, besi dan mangan, oker, krisola atau bijih tembaga biru kehijauan dan sulfida antimon. Kohl Mesir juga biasanya terbuat dari kulit almond yang dibakar dan biji timah yang teroksidasi.
Kohl diaplikasikan pada garis mata. Riasan mata ini ditemukan dalam bentuk bubuk maupun pasta yang kini telah mengering. Rupanya, kata Lucas, kohl diproduksi dalam bentuk bubuk. Ketika akan dipakai bubuk pewarna itu dicampur sesuatu, sehingga kemudian menjadi pasta.
“Dengan apa bubuk itu dicampur belum ditentukan,” kata Lucas. “Penggunaan air tampaknya memungkinkan.”
Baca juga: Mengintip Isi Dapur Firaun
Pada Dinasti ke-11 kohl diaplikasikan menggunakan alat berbentuk batangan dari kayu, tulang, gading, maupun logam kecil. Ujung alat akan dibasahi air lalu dicelupkan ke dalam bubuk kohl.
“Sebelum waktu itu kohl diaplikasikan dengan jari,” jelas Lucas.
Pemakaian celak mata hitam menjadi semakin umum digunakan dari waktu-waktu. “Semakin banyak ditemukan dari awal Kerajaan Tengah (2055 SM),” jelas Hardy dan Rollinson.
Baca juga: Riwayat Para Firaun di Lembah Sungai Nil
Asal-usul bahan untuk riasan mata Mesir Kuno tidak diketahui dengan jelas. Ada bukti impor riasan mata dari Cina selama Dinasti ke-12 dan ke-18. Bukti lain dari lukisan dinding menunjukkan seorang bangsawan Mesir menerima hadiah riasan mata dari orang-orang Aamu di Asia Barat.
Malasit diperoleh dalam keadaan mentah di Sinai dan gurun timur. Sementara galenit ditemukan di dekat Aswan dan pantai Laut Merah.
“Semua bahan kohl diperoleh secara lokal dengan pengecualian antimon yang diimpor dari Asia Kecil, Persia, dan mungkin Arab,” jelas Gunn.
Kendati begitu malasit dan galenit juga ditemukan di makam-makam orang Mesir Kuno. Ditemukannya baik dalam bentuk fragmen bahan mentah maupun bekas yang tertinggal pada palet dan batu gilingan.
“Bahan baku pembuatan make-up ini tersedia di Mesir, Timur Jauh, dan Asia Barat. Mungkin hanya menjadi sumber alternatif untuk komoditas kosmetik ini,” tulis Gunn.
Baca juga: Di Balik Kutukan Makam Firaun
Selain melukis di sekitar mata, mengutip laman History, orang Mesir Kuno juga menggunakan pacar untuk mewarnai tangan dan kuku mereka. Mereka juga kadang mewarnai pipinya.
“Ini adalah penjelasan paling masuk akal dari pigmen merah yang ditemukan di kuburan yang ada di palet dan batu penggilingan,” jelas Lucas.
Pigmen itu adalah oksida besi merah yang terbentuk secara alami. Umumnya itu disebut sebagai hematit. Namun, lebih tepat disebut sebagai oker merah.
Penyembuh Magis
Baik laki-laki maupun perempuan Mesir Kuno diketahui memakai riasan dalam jumlah berlebihan. Rupanya itu karena mereka yakin akan dapat perlindungan Dewa Horus dan Ra (terkadang disebut Re) berkat itu.
“Baik lelaki maupun perempuan juga memakai parfum yang terbuat dari minyak mur dan kayu manis,” jelas History.
Orang Mesir Kuno percaya bahwa riasan mereka memiliki kekuatan penyembuhan magis, dan mereka tidak sepenuhnya salah. Penelitian telah menunjukkan bahwa kosmetik berbasis timbal yang dikenakan di sepanjang Sungai Nil membantu mencegah infeksi mata.
Dikutip dari phys, para ilmuwan di Prancis melaporkan bahwa riasan mata yang memikat juga mungkin digunakan orang Mesir Kuno untuk membantu mereka mencegah atau mengobati infeksi.
Baca juga: Mumi Berlidah Emas dari Mesir
Para ahli kimia Prancis, Christian Amatore, Philippe Walter, dan timnya mencatat bahwa ribuan tahun yang lalu orang Mesir Kuno menggunakan zat berbasis timbal sebagai kosmetik. Ini termasuk bahan dalam riasan mata yang hitam.
“Sampai sekarang sebagian besar ilmuwan modern menolak kemungkinan itu, mengetahui bahwa zat berbasis timbal bisa sangat beracun,” catat phys.
Para ahli kimia itu kemudian menganalisis 52 sampel dari wadah rias Mesir Kuno yang disimpan di Museum Louvre di Paris. Mereka mengidentifikasi empat zat berbasis timbal yang berbeda dalam riasan, yakni galenit yang menghasilkan warna gelap dan kilap, dan bahan putih kerusit, laurionit, dan fosgenit.
Namun karena sampel telah hancur selama berabad-abad, para peneliti tak dapat menentukan berapa persentase riasan yang mengandung timbal. “Meskipun banyak teks tertulis, lukisan, dan patung dari periode itu menunjukkan bahwa riasan digunakan secara luas, orang Mesir melihatnya sebagai magis, bukan obat,” kata Amatore dikutip The New York Times.
Dalam studinya, mereka pun menemukan bahwa zat itu meningkatkan sistem kekebalan tubuh untuk membantu orang Mesir Kuno melawan bakteri. Bakteri yang menyebabkan infeksi mata adalah masalah serius di Daerah Aliran Sungai Nil selama banjir.
Para peneliti pun yakin bahwa reaksi dalam riasan itu tak terjadi secara alami. Namun sengaja disintesis oleh para “ahli kimia” Mesir Kuno.
Baca juga: Peradaban dari Jamban ke Jamban
Tambahkan komentar
Belum ada komentar