Ulah Letkol Sitompul Bikin Bung Karno Marah
Dalam sebuah jamuan, Bung Karno berang karena makanan yang disajikan untuknya mewah sendiri. Akibatnya seorang perwira militer setempat kena semprot residen Tapanuli.
SEMASA Perang Kemerdekaan, Pandapotan Sitompul dikenal sebagai komandan TKR di Tapanuli. Perwira jebolan Giyugun di zaman Jepang ini memimpin pasukan Divisi VI Sumatra yang bermarkas di Sibolga.
Di luar urusan militer, Pandapotan cukup akrab dengan bawahannya. Kapten Donald Isaac Pandjaitan termasuk salah satunya. Komandan Batalion I Resimen IV TKR Riau itu ketemu jodohnya, Marieke Tambunan, berkat dicomblangi Pandapotan.
“Sosok Marieke yang kebetulan sedang berkunjung ke Sibolga, terlihat dan tersidik oleh Komandan Divisi VI Sumatra, Letnan Kolonel Pandapotan Sitompul. Kemudian Letkol Pandapotan menceritakan itu ke Donald saat si Kapten melapor mau cuti pulang kampung sekaligus akan mencari jodoh,” tutur Herry Gendut Janarto dalam biografi Matiur Panggabean br. Tambunan Bunga Pansur dari Balige: Pengabdian dan Keteguhan Seorang Istri Prajurit.
Matiur merupakan adik dari Marieke, maka adik ipar D.I. Pandjaitan. Matiur kemudian diperistri Maraden Panggabean yang pernah menjadi kepala staf Divisi VI pimpinan Pandapotan Sitompul. Jadi, Pandapotan Sitompul cukup dekat dengan D.I. Pandjaitan dan Maraden Panggabean.
Baca juga: D.I. Pandjaitan Cari Jodoh di Tengah Perang
Pandapotan yang semula berpangkat kolonel, setelah kebijakan reorganisasi pada 1948, turun pangkat setingkat jadi letkol. Ketika Presiden Sukarno singgah di Sibolga pada 13 Juni 1948, Letkol Pandapapotan Sitompul turut jadi petinggi militer yang ikut menyambut. Kedatangan Bung Karno ke Sibolga dalam rangka perjalanannya dari Padang Sidempuan ke Parapat sebagai bagian dari rangkaian kunjungan ke beberapa daerah di Sumatra.
Di Sibolga, seperti disebut dalam Kronik Revolusi Indonesia Jilid IV (1948) yang disusun Pramoedya Ananta Toer dkk., Bung Karno turut menghadiri upacara persembahan ulos, suatu jenis kain tenunan Batak kepada Presiden, yang menurut adat Batak berarti persembahan semulia-mulianya kepada pahlawan tanah air yang berjasa. Upacara diiringi gondang Batak dan tarian tortor. Residen Tapanuli Ferdinand Lumbantobing mengucapkan pidato penyambutan diikuti seremoni persembahan ulos yang diselimuti oleh wakil eksekutif Tapanuli ke bahu Bung Karno. Atas nama rakyat Tapanuli, kepada Presiden dipersembahkan pula hasil bumi khas Tapanuli seperti kopi dan kemenyan. Sementara perwakilan rakyat Nias mempersembahkan pakaian perang.
“Ketika itu sebuah kapal perang Belanda 'Piet Hein' mondar-mandir di muka pelabuhan dari jam 07.00 sampai 09.00 dengan jarak 300 m dari pantai. Rakyat tidak gelisah. Kebetulan waktu itu sedang berada peninjau militer KTN Hazellet dari USA yang turut menyaksikan adanya kapal perang Belanda tersebut,” catat Pram dkk.
Baca juga: Pertempuran Meriam di Sibolga
Bung Karno menginap semalam di Sibolga. Sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan, Letkol Pandapotan Sitompul terlibat dalam menyiapkan jamuan kepada Presiden Sukarno. Untuk acara jamuan makan malam itu, Bung Karno hanya mengundang 100 orang Sibolga terkemuka yang dianggap telah berjasa membantu perjuangan Republik, baik secara moril maupun material. Salah satu tamu undangan ialah Yoe Sim Boen, komandan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) Pagaran Lambung sampai 1947. Selain pimpinan barisan pejuang, Sim Boen merupakan cucu dari Yoe Kim Lay, seorang wijkmeester (lurah) Tionghoa di Tarutung.
“Sim Boen, you diundang ikut acara jamuan makan malam dengan Presiden Sukarno, you mesti datang. Jangan bikin saya malu ya,” perintah Letkol Pandapotan Sitompul.
“Wah, gimana ini, saya nggak ada jas,” balas Sim Boen.
“Nggak usah,” kata Pandapotan, “Pakai saja kemeja sama dasi.”
Baca juga: Dari Syal hingga Dasi
Seperti dikisahkan ulang J. Anto dalam Wijkmeester Tionghoa Tarutung 1916—1932 Yoe Kim Lay: Sahabat Masyarakat Batak, Sim Boen sibuk mencari tetangganya yang bisa ikat dasi. Saat datang ke tempat jamuan, ternyata kursi yang diduduki Sim Boen berada di deretan nomor 3, cukup dekat dengan meja Bung Karno dan rombongan. Setelah Bung Karno menyampaikan pidato, lalu dimulailah acara jamuan makan.
Saat itu, Bung Karno duduk semeja dengan Menteri Dalam Negeri Sukiman dari Partai Masyumi dan Residen Ferdinand Lumbantobing. Ke arah Menteri Sukiman, Bung Karno melempar kode. Sukiman berdiri, melihat meja samping dan depan. Setelah melakukan pengamatan, Sukiman duduk lagi dan kemudian berbisik kepada Bung Karno. Karena duduk berdekakatan dengan meja presiden, terdengar jelas oleh Yoe Sim Boen apa yang dibisikkan Sukiman terhadap Bung Karno.
“Sama Pak...,” begitu bisik Sukiman.
Baca juga: Bung Hatta dan Rakyat Tapanuli Selatan
Tiba-tiba menjelang santap makan, Bung Karno berdiri dari kursi. Sejurus kemudian, dia pamit undur diri. Segenap hadirin tentu keheranan.
“Ya maaf ya hadirin, saya punya kesehatan mendadak terganggu, jadi jamuan makan malam ini saya wakilkan kepada Saudara Sukiman,” ujar Bung Karno.
Setelah pamit, Bung Karno meninggalkan ruangan, pulang ke rumah tempatnya menginap diiringi Ferdinand Lumbantobing. Setibanya di rumah, Bung Karno berganti baju dan mengungkapkan kekesalannya kepada residen. Bung Karno marah soal menu makanan yang disajikan.
“Bagaimana ini, saya sudah lihat makanan tamu-tamu saya cuma dapat satu potong rendang dan acar timun dan beberapa potong emping, sementara di meja makan saya ada udang besar-besar, kepiting, bagaimana saya bisa makan?” hardik Bung Karno.
Malam itu juga Bung Karno minta kepada residen agar dicarikan singkong rebus. Esok paginya, giliran Ferdinand Lumbantobing yang balik memarahi Komandan Pandapotan Sitompul. Rupanya acara jamuan makan malam itu ulah dari Letkol Sitompul.
Baca juga: Mengunyah Sejarah Randang
Tambahkan komentar
Belum ada komentar