Bumi Manusia dalam Film
Tokoh utama dalam film Hanung Bramantyo mendapat pencerahan dari Bumi Manusia. Novel karya Pramoedya Ananta Toer itu dibakar karena dianggap berbahaya.
Bumi Manusia, novel pertama dari Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer, diangkat ke layar lebar. Film ini disutradarai Hanung Bramantyo, naskah skenario oleh Salman Aristo, dan diproduksi Falcon Picture. Film ini tayang di bioskop mulai 15 Agustus 2019.
Rencana pembuatan film itu sempat menimbulkan kegaduhan nasional. Banyak orang seakan tak rela mahakarya Pramoedya itu disutradarai oleh Hanung. Apalagi tokoh utama dalam Bumi Manusia, yaitu Minke, diperankan oleh Iqbaal Ramadhan yang namanya melambung setelah memerankan film Dilan 1990.
Hanung memang beberapa kali membuat film sejarah, seperti Sang Pencerah (KH Ahmad Dahlan, 2010), Soekarno (2013), dan RA Kartini (2016). Namun, karya-karyanya itu menuai kritikan, bahkan film terakhirnya, Benyamin Biang Kerok, diprotes masyarakat Betawi. Film-filmnya yang lain juga memicu kontroversi. Namun, Hanung tak jera.
Baca juga: Bumi Manusia Rasa Milenial
Menurut laporan tempo.co, niat Hanung memfilmkan Bumi Manusia disampaikan langsung kepada Pramoedya, namun ditolak. Pramoedya juga menolak permintaan sutradara Oliver Stone. Kesempatan datang pada 2008 setelah Hanung merampungkan film Ayat-ayat Cinta. Seorang teman, yang tak disebutkan namanya, menawarinya memfilmkan Bumi Manusia. Namun, Salman Aristo belum berani menulis skenarionya.
Akhirnya, pada 2018, Hanung resmi mengumumkan akan memfilmkan Bumi Manusia. Salman Aristo sanggup menulis skenarionya karena mengaku hampir membaca semua karya Pramoedya. Selain Hanung, ada dua sutradara yang berniat memfilmkan Bumi Manusia, namun gagal.
Sebelumnya, Hanung telah memasukan Bumi Manusia dalam filmnya, Perempuan Berkalung Sorban (2009), yang diangkat dari novel karya Abidah El Khalieqy.
Baca juga: Pram Menemukan Minke
Dalam Identitas dan Kenikmatan, Ariel Heriyanto menyebut Perempuan Berkalung Sorban menyodorkan kritik keras terhadap sisi-sisi gelap patriarki yang masih berlangsung dalam komunitas Muslim di Indonesia. Dalam film ini, nyaris semua laki-laki Muslim termasuk yang poligami, bersifat egois, irasional, picik, intoleran, korup, dan menindas dengan kekerasan.
Para kritikus pun menafsirkan minimnya lelaki yang bisa menjadi panutan dalam film itu sebagai serangan yang disengaja terhadap petinggi Muslim dan karenanya terhadap Islam itu sendiri, ketimbang serangan secara umum terhadap patriarki.
“Yang paling menyakitkan dari semuanya, para tokoh perempuan yang menjadi korban mendapat pencerahan dan jalan keluar dari novel Bumi Manusia,” tulis Ariel.
Dengan demikian, menurut Ariel, Perempuan Berkalung Sorban merupakan film panjang bioskop pertama yang menampilkan Bumi Manusia di layar lebar kepada penonton Indonesia. Novel itu muncul dalam sekurangnya lima adegan, termasuk ketika tokoh utama membaca dan menentengnya. Juga ada satu adegan, yang tak ada di novelnya, yang menggambarkan sejumlah guru lelaki di pesantren menyita buku-buku Pramoedya dan membakarnya beserta beberapa buku lain yang dianggap berbahaya.
Baca juga: Pram dan Soemitro
Faktanya memang Pramoedya dan novel-novelnya dianggap berbahaya oleh rezim Orde Baru sehingga dilarang dan dibakar. Yang memiliki dan mendiskusikannya ditangkap dan ditahan. Pada 31 Oktober 1981, Kejaksaan Agung membantah telah membakar 10.000 eksemplar Bumi Manusia dan lanjutannya, Anak Semua Bangsa, namun mengaku hanya membakar 972 eksemplar.
Menurut Ariel, orang-orang yang mengkritik film itu membantah dengan mengatakan adegan membakar buku tidak realistis dan menampilkan stereotif yang tak adil terhadap Muslim. Menurut mereka, sekonyol-konyolnya orang di pesantren tak akan ada yang sampai membakar buku.
Kini, Hanung berhasil memfilmkan Bumi Manusia yang telah diimpikannya sejak lama. Apakah akan menuai kritikan? Hanung sudah akrab dengan hal itu.
Baca juga: Koh Memulangkan Pram
Tambahkan komentar
Belum ada komentar