SETAHUN kemudian, tahun 1924, Mohammad Hatta bersama Nazif "berangkat ke Grenoble untuk mengikut course de vacance [kursus musim liburan] selama dua bulan, Juli dan Agustus." Grenoble terletak di kaki pegunungan Alpen. Dari Rotterdam menuju Grenoble, mereka singgah dan menetap di Paris selama sebulan penuh.
Di Paris kali ini, Hatta menyebut ia bertemu dengan seorang arkeolog Belanda, Pieter Vincent van Stein Callenfels (1883-1938), yang memang dekat dengan banyak mahasiswa Indonesia. Bersamanya, Hatta pergi mengunjungi Versailles (sekitar satu jam naik kereta dari Paris).
Bukan yang Pertama
Ini bukan kunjungannya yang pertama ke Versailles. Namun, Hatta menyebut, "pada kunjunganku yang lebih dahulu ke Versailles, aku belum pernah melihat dan mendengar apa yang diperlihatkan dan diceritakan oleh Stein Callenfels."
Stein Callenfels memang punya banyak pengalaman dan pengetahuan tentang arkeologi di Nusantara dan juga tentunya di Eropa. Ia ibarat guru bijak yang mengajak murid-murid berkunjung langsung ke tempat-tempat bersejarah daripada duduk manis di dalam kelas.
Selain itu, apa saja yang Hatta kerjakan di Paris? Mungin ia kembali berburu buku di quartier Latin. Dan juga mengunjungi taman-kota dan museum di kota Paris. Sayangnya, kita tak punya dokumen lebih detail soal ini.
Kampanye antikolonialisme
Pada 1924 pula, majalah Hindia Poetra berganti nama menjadi Indonesia Merdeka. Di dalamnya ada tulisan Hatta tentang reformasi politik di Turki dan biografi pendek tentang Mahatma Gandhi –yang semuanya, kita tahu dikerjakannya di Lyon setelah berburu buku di Paris tahun 1923.
Penting pula dicatat, mulai tahun 1925 organisasi Perhimpoenan Indonesia menjadikan Paris sebagai basis kampanye kemerdekaan Indonesia. Wakil ketua organisasi, Arnold Mononoetoe (yang dikenal juga sebagai Arnold Wilson) malah pindah bermukim dari Rotterdam ke Paris guna menjalin kontak dengan berbagai organisasi antikolonialisme di kota itu. Maklum, Paris masa itu adalah kota utama pergerakan antikolonialisme Eropa. Seberapa efektif kampanye Perhimpoenan Indonesia di Paris memang sulit diukur. Sebab, masalah utama adalah pada kerasnya sikap kolonial pemerintah Belanda.
Episode Penting
Pada tahun-tahun berikutnya, Hatta masih sempat berkunjung ke Paris, selain juga ke beberapa kota lain di Prancis. Meski bersekolah di Rotterdam, ia tidak melulu berdiam di kota itu saja. Malah, ia sering ke Prancis.
Pada Januari 1926, saat berusia 23 tahun, Hatta dipilih menjadi ketua Perhimpoenan Indonesia. Pada Juli tahun itu juga, Hatta berkunjung ke Bierville, sebuah kota di utara Prancis, dekat dengan Belgia. Di sini ia bertemu dengan sejumlah mahasiswa Asia lain untuk bekerjasama menentang kolonialisme Eropa demi kemerdekaan bangsa Asia umumnya.
Perjalanan Hatta ke Prancis adalah satu episode penting, dan kita perlu gali lebih dalam.
Baca juga:
Mohammad Hatta di Prancis (1) Perjumpaan Pertama dengan Eropa
Mohammad Hatta di Prancis (2) Berburu Buku di Paris