Masuk Daftar
My Getplus

Maddasim Dibacok Polisi

Dia terbunuh ketika hendak menolong kawannya yang didzalimi polisi. Peringatan kematiannya kemudian diperingati.

Oleh: Petrik Matanasi | 16 Jan 2024
Para tahanan komunis sedang digiring untuk dibuang ke Kamp Boven Digoel (Nationaal Archief/Wikipedia.org)

Soeprapto seorang pendekar Setia Hati (SH) dari Tegal. Setelah Pemberontakan PKI di Banten pada November 1926, dirinya ikut dibuang ke Tanah Merah Boven Digoel, Papua. Bakatnya dipakai pemerintah kolonial dengan menjadikannya pemimpin satuan pengamanan yang disebut Rust en Orde Bewaarders (ROB) di Digoel. ROB, yang mempekerjakan orang-orang buangan itu, bekerja untuk memata-matai kaum pergerakan di Boven Digoel.

Suatu hari, segerombolan orang buangan hendak menemui asisten residen. Mereka ingin membahas masalah makanan. Hanya itu yang mereka permasalahkan. Tidak lebih, apalagi sampai hendak membuat gerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Soeprapto berupaya menemui asisten residen, namun tak berhasil. Setelah dia memberitahu asisten residen tidak ada lantaran sedang berada di Kampung D, separuh dari orang-orang itu kembali dan separuhnya lagi terus mencari asisten residen.

Advertising
Advertising

Melihat itu, Soeprapto lalu memberi tahu istri asisten residen bahwa asisten residen akan dibunuh. Pemberitahuan Soeprapto sontak mendorong nyonya asisten residen itu langsung melapor ke komandan tentara.

Tentara langsung bergerak. Mereka menangkapi orang-orang buangan tadi.

Ketika penangkapan terjadi, Soebardi alias Kartodanoedjo sedang duduk di rumah tukang jahit. Soebardi pun didatangi dan hendak dipentung Hoofdagent (Agen Kepala) van Ens, yang mengingat Soebardi pernah ribut dengan Soprapto. Ketika hendak dipentung, Soebardi menangkis. Van Ens yang berang pun hendak mencabut pistol. Namun Soebardi sigap dan merebut gagangnya. Soebardi dan van Ens pun bergelut di tanah untuk memrpebutkan pistol Van Ens.

“Seorang Madura bernama Maddasim (asal Semarang) ingin menolong kawannya yang sedang dalam bahaya ditindih oleh Hoofdagent, tapi sekonyong-konyong ia dipedang oleh Agent Politie Ambon batang lehernya,” catat Mas Marco Kartodikromo dalam Pergaulan Orang Buangan di Boven Digoel.

Maddasim pun mati seketika.

Dalam peristiwa penangkapan itu, Datoek Tan Mohamad asal Padang Panjang juga dipukul bibirnya dengan gagang pistol. Beberapa giginya copot.

Sebanyak 400 orang ditahan dalam penangkapan tersebut. Beberapa di antaranya ada yang dipukuli anggota ROB dalam penahanan itu. Orang-orang buangan yang ditahan itu mengaku hanya ingin bicara perkara makanan mereka, bukan sedang ingin melawan pemerintah.

Kematian Maddasim lalu diperingati rekan-rekan orang buangan. Namun peringatan itu kemudian menjadi sebuah peringatan yang dilarang. Koran Algemeen Handelsblad voor Nederlandsch-Indië edisi 14 Desember 1934 memberitakan, peristiwa itu terjadi sekitar 13 September 1929. Peringatan kematian Maddasim kemudian dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh penduduk Digul.

Setelah peristiwa tersebut, ada larangan berkumpul lebih dari tiga orang di kampung-kampung Kamp Tanah Merah. Namun, tetap saja larangan itu tak menciutkan nyali mereka, para orang buangan, yang anti-Belanda. Maka dalam peringatan kematian Maddasim di tahun 1934, sekitar 30 orang yang gigih berkumpul.

Polisi kampung yang disebut ROB dibantu aparat berwenang lain di Digoel langsung bertindak. Para pelaku peringatan itu lalu digiring ke barak aparat keamanan. Mereka yang hadir dikurung 20 hari. Sementara, si pemilik rumah tempat peringatan diadakan dihukum 30 hari kurungan.

Hukungan kurung itu mengerangkeng orang-orang buangan di Digoel yang sehari-harinya  hidup “merdeka”. Mereka bebas berkeliaran di kampung-kampung. Isi kampung-kampung itu semuanya juga orang buangan. Mereka tidak diikat dan dan disuruh kerja paksa seperti kamp tahanan politik Orde Baru. Siksaan terberat di Boven Digoel adalah kesunyian dan keganasan alam belatara Papua saja. Mereka sulit melarikan diri dari Papua. Beberapa pelarian memang berhasil, namun perjanjian ekstradisi dengan Australia dan pendekatan Belanda kepada kepala-kepala suku di Papua membuat orang buangan itu makin terkurung.

TAG

boven digoel digulis pemberontakan-1926

ARTIKEL TERKAIT

Baku Pukul di Penjara Digul Digulis Jadi Artis Mereka yang Melawan Sekolah Rakyat Padang Panjang Seteru Sang Guru Minang Kiri Sebelah Bofet Merah Antara Lenin dan Stalin (Bagian II – Habis) Antara Lenin dan Stalin (Bagian I) Jenderal Nasution Mengucapkan Selamat Hari Natal Musuh Napoleon di Waterloo Hina Diponegoro