NAMA Cibitung umum digunakan di Jawa Barat dan Banten. Dua provinsi tersebut memiliki daerah bernama Cibitung. Selain Cibitung di Bekasi yang terkenal dengan industrinya, ada pula Cibitung di Pandeglang atau di Bandung Barat.
Di Cibitung, Bandung Barat itulah Henri Nicolas Alfred Swart dilahirkan pada 12 Oktober 1863. Henri merupakan gubernur Aceh era Hindia Belanda terlama.
Koran Het Nieuws van den dag voor Ned. Indie tanggal 11 Oktober 1933 menyebut, Henri lahir di perusahaan perkebunan kina di Cibitung. Kemungkinan orangtuanya bekerja pada perkebunan tersebut.
Menurut studboek-nya, Henri tercatat sebagai anak dari pasangan Klaas Swart dan Cornelia Maria Johanna Gouaij. Sejak umur 9 tahun, dia tinggal di Kempen, Negeri Belanda. Henri kecil amat memusingkan orangtuanya karena nakal. Dia termasuk anak yang memusingkan ayahnya karena keberaniannya yang tidak jauh dari kecerobohan.
Setelah menginjak dewasa, Henri memilih jadi tentara. Dia memulainya dari pangkat terendah. Het Nieuws van den dag voor Ned. Indie tanggal 11 Oktober 1933 menyebut dia memulai karier di Deventer, Belanda, di dalam Resimen Infantri ke-8 sebagai prajurit sukarela pada Oktober 1880.
Dalam waktu enam tahun, Henri telah menjadi perwira setelah mengikuti Kursus Tinggi. Tahun berikutnya, Letnan Dua Henri dikirim ke Batalyon Infanteri ke-6 di Magelang, Jawa Tengah sebagai bagian dari tentara kolonial Hindia Belanda Koninklijk Nederladsch Indische Leger (KNIL).
Bersama batalyon itu, pada 1890, Henri ikut serta dalam ekspedisi militer ke Aceh di bawah komando Jenderal Van Teyn. Performanya di Aceh menarik atasannya. Dalam serangan di daerah Sungai Idi, pasukan Henri berhasil menghancurkan pertahanan orang-orang Aceh pada 11 Juni 1890. Bahkan, Henri maju paling depan menerobos benteng lawan tersebut meski lengan kirinya harus tertembak. Atas aksinya, berdasar Koninklijk Besluit tanggal 30 Agustus 1891 Nomor 2, Henri dianugrahi bintang Ridder Militaire Willemsorde kelas empat.
Pada 21 Juni 1899, bersama kompinya Henri ikut merebut Sungai Pasei di Geudong bersama pasukan Marsose. Beberapa bulan kemudian, tepatnya 21 November 1899, Henri memimpin kompinya ikut merebut wilayah musuh di Glé Risé. Atas aksinya itu, Henri dianugerahi bintang Ridder Militaire Willemsorde kelas tiga berdasar Koninklijk Besluit tanggal 13 Juli 1900 Nomor 29. Atas kerja-kerja setelahnya, pada 1903 dia dipromosikan sebagai mayor dan dua tahun kmeudian naik menjadi letnan kolonel.
Meski sempat berjaya ketika masih menjadi perwira pertama dan perwira menengah, Henri ketika perwira tinggi justru tak ditempatkan sebagai komandan tempur. Selain memimpin pasukan, Dia kadang dijadikan pejabat sipil sebuah wilayah yang diduduki tentara Belanda. Selain di Aceh, pernah pula dia ditugasi ke Timor dan Manado.
Pada 1908 Kolonel Henri Swart diangkat menjadi gubernur sipil sekaligus militer Aceh dan sekitarnya. Pangkatnya lalu pada 1911 dinaikkan menjadi Jenderal Mayor, dan setahun kemudian naik lagi menjadi Letnan Jenderal.
Menjadi gubernur setelah Perang Aceh berakhir, Henri menjadi gubernur terlama Aceh di era Hindia Belanda (1908-1918). Di zaman pemerintahannya, Museum Aceh yang dibangun Friedrich Wilhelm Stammeshaus (1881-1957) diresmikan.
Henri juga merupakan anggota pimpinan Raad van Nederlandsh Indie (Dewan Hindia Belanda). Setelah jabatan gubernurnya rampung, pada 2 September 1918 Henri diangkat menjadi wakil presiden Dewan Hindia Belanda. Dia pensiun tetap sebagai tentara meski hanya menjadi jenderal teritorial. Setelah jadi tentara lebih dari 38 tahun, Henri pensiun. Dia dapat uang pensiun 9000 gulden tiap tahun.