Masuk Daftar
My Getplus

Jenderal-Jenderal Belanda yang Kehilangan Nyawa di Aceh

Selain Köhler, ada beberapa jenderal Belanda meregang nyawa di Aceh. Tiap dekade Perang Aceh selalu memakan korban jenderal Belanda.

Oleh: Petrik Matanasi | 25 Sep 2024
Kerkhof Peucut di Banda Aceh menjadi makam banyak serdadu Belanda yang tewas dalam Perang Aceh. Beberapa di antaranya makam jenderal. (Wikipedia.org)

ACEH tak ramah pada jenderal-jenderal Belanda. Selain beberapa yang terbunuh, ada pula jenderal Belanda yang terluka dalam Perang Aceh seperti Janderal Mayor Karel van der Heijden.

Perang Aceh menjadi neraka bagi para serdadu Belanda. Di minggu-minggu pertama pendaratan pasukan Belanda berkekuatan 3000 prajurit saja, korban di pihak Belanda luar biasa besar. Dalam ekspedisi militer Belanda di Aceh yang dipimpin Jenderal Mayor Johan Herman Rudolf Köhler (1818-1873) itu, Jenderal Köhler sendiri tewas tertembak sniper Aceh di depan Masjid Raya Banda Aceh pada 14 April 1873.

Hampir tiga tahun kemudian, satu Jenderal Mayor Belanda lagi menemui ajalnya di Aceh. Yakni Jenderal Mayor Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel (1823-1876). Diberitakan De Standaard edisi 4 April 1876, Pel meninggal dunia akibat stroke mendadak antara Rabu 22-Kamis 23 Februari 1876. Baik Pel maupun Köhler dengan segera dimakamkan di permakaman yang kini dikenal sebagai Kerkhof Peutjoet atau Peucut di Jalan Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh, persis di sebelah Museum Tsunami.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Jenderal Belanda Tewas di Aceh

Para Jenderal Mayor (setara Brigadir Jenderal di TNI) itu ketika bertugas dan menemui ajal berusia 50-an tahun. Kendati masih usia aktif para jenderal yang umum, di usia segitu ancaman kematian tak hanya datang dari tebasan senjata tajam atapun tertembus peluru lawan, tapi juga dari penyakit yang mulai menjangkiti tubuh dan juga tekanan psikologis dari lingkungan. Faktor terakhir ini kuat memicu serangan stroke atau serangan jantung yang menyebabkan kematian, macam yang dialami Jenderal Pel. Terlebih, Perang Aceh belangsung lama, dari 1873 hingga 1904.

Hampir tiap dekade ada jenderal Belanda yang menemui ajal di Aceh. Setelah Köhler (1873) dan Pel (1876), pada 1886 ada lagiu jenderal Belanda yang nahas. Dia adalah Gubernur Aceh dan sekitarnya, Jenderal Mayor Henry Demmeni (1830-1886). Ketika menemui ajal, Demmeni baru beberapa bulan jadi jenderal dan gubernur.

“Demmeni dilaporkan tewas akibat luka-luka yang diderita pada tanggal 13 Desember 1886 di Aceh. Konon ia dibawa ke Padang, entah sedang sekarat atau sudah tewas tetapi namanya dapat ditemukan pada salah satu marmer di gerbang Peutjot,” kata sejarawan Hasrul Hamdani dalam  Peutjoet (Kerkhof) Dahulu, Kini dan Nanti.

Koran De Graafschap-bode tanggal 18 Desember 1886 memberitakan bahwa pada rapat Selasa, 14 Desember 1886, Menteri Jajahan mengumumkan Demmeni meninggal di Payakumbuh (Sumatera Barat) tempat ia dievakuasi karena sakit. Namun tak dijelaskan apa sakitnya. Jarak Payakumbuh dengan pelabuhan Padang sangatlah jauh. Demmeni dianggap gugur dalam tugas.

Baca juga: 

Makam Dua Jenderal Belanda dan Putra Iskandar Muda

 

Jenazah Demmeni kemudian dibawa ke Batavia. Koran Bataviaasche Nieuwsblad (14 Desember 1886) menyebut Henry Demmeni lahir di Muhlhausen pada tanggal 5 September 1830. Dia masuk militer pada 8 September 1848 dan dikirim ke Hindia Belanda sebagai kopral pada 7 November 1851. Pangkatnya sudah menjadi letnan dua pada 18 Februari 1856. Dia pernah menjadi komandan militer di Maluku, Semarang dan lain-lain. Peraih bintang Ridder Militaire Willemsorde kelas empat ini pada 1877 pangkatnya sudah kolonel.

Pada dekade berikutnya, pada 1896, Belanda kehilangan lagi jenderal mayornya di Aceh. Kali ini yang menjadi korban adalah Jan Jacob Karel De Moulin (1845-1896). Moulin yang juga gubernur Aceh dan sekitarnya itu ketika tewas belum lama memangku jabatan tersebut.  

Koran Rotterdamsch Niuewsblad tanggal 13 Agustus 1896 menyebut  Moulin lahir di Maastricht pada 13 Desember 1845. Sejak Agustus 1861, dia mulai menjadi kadet di Akademi Militer Kerajaan Belanda.

Setelah lulus, Letnan Dua artileri Moulin dikirim Hindia Belanda pada 1 November 1866 dengan kapal laut Elizabeth. Kapalnya tiba di Batavia pada 1 April 1867 dan jadilah dia bagian dari tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL).

Baca juga: 

Pesan Ratu Victoria Terkait Perang Aceh

Pada 1894, pangkat Moulin sudah kolonel. Dia pernah bertugas dalam ekspedisi militer Lombok. Kiprahnya dalam ekspedisi itu dianggap baik sehingga mengantarkannya pada promosi.

“Tak lama setelah kepulangannya dari Lombok, pada Maret 1895, Kolonel de Moulin dipromosikan menjadi Jenderal Mayor; tetapi dalam pangkat baru ini ia tetap menjabat sebagai Kepala Staf Umum, hingga berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 21 Juni 1896, ia diangkat ke posisi yang tidak kalah pentingnya yaitu Gubernur Sipil dan Militer Aceh beserta sekitarnya. Semoga pengangkatan ini, terutama dalam situasi sulit yang sedang kita alami di Aceh, dianggap sebagai bukti yang tak terbantahkan bahwa Pemerintah memiliki kepercayaan penuh kepadanya,”  tulis BTCF Schmidt dalam Militair Tijdschrift.

Jenderal Mayor de Moulin selaku gubernur sekaligus panglima militer Aceh jelas duah ditunggu oleh tugas berat di Aceh. Selain mesti mengurusi pemerintahan sipil, dia juga harus terus bersiaga mengatur pergerakan pasukan militernya karena perlawanan rakyat Aceh tidak pernah padam. Terbukti, tahun itu juga dia mesti kehilangan nyawa di Aceh.*

TAG

perang aceh knil

ARTIKEL TERKAIT

Salib Lombok dari Belanda Pun Dirampas Juga Kisah Perwira Luksemburg di Jawa Petualangan Said Abdullah di Lombok Evolusi Angkatan Perang Indonesia Kisah Letnan Nicolaas Silanoe Jenderal "Jago Perang" Belanda Meregang Nyawa di Pulau Dewata Orang Indonesia dalam Perang Korea Mayor Belanda Tewas di Parepare, Westerling Ngamuk KNIL Turunan Genghis Khan Eks KNIL Tajir