Makam Dua Jenderal Belanda dan Putra Iskandar Muda
Kedua jenderal Belanda yang dimakamkan di Kerkhof Peucut meninggal dalam tugas dan gagal menumpas orang Aceh.
MUSEUM Tsunami berdiri megah di Jalan Iskandar Muda, Banda Aceh. Ia didirikan untuk mengenang mereka yang menjadi korban tsunami 2004.
Tepat di sebelah Museum Tsunami terdapat permakaman. Orang menyebutnya permakaman Kerkhof Peucut. Isinya kebanyakan makam orang Belanda. Mereka itulah yang dulu ikut mengorbankan banyak orang Aceh.
Tsunami bukan satu-satunya yang membuat ratusan ribu orang Aceh menjadi korban. Jauh sebelum itu, ratusan ribu orang Aceh jadi korban keganasan kolonial.
Di Kerkhof Peucut setidaknya ada orang Belanda dengan pangkat tinggi yang punya nisan. Pertama Jenderal Mayor Johannes Ludovicius Jakobus Hubertus Pel (1823-1876). Menurut Stamboeken Bronbeek yang menjadi koleksi Arsip Nasional Belanda, Jenderal Pel merupakan anak pasangan Jacobus dan Maria. Ia pernah bertugas di Bangka dan Bone. Koran De Standaard tanggal 4 April 1876 menyebut Pel meninggal dunia akibat stroke mendadak atau pecahnya pembuluh darah vena antara Rabu 22-Kamis 23 Februari 1876. Jenazahnya lalu dibawa ke Kutaraja (Banda Aceh) dan dikuburkan di sana.
“Seandainya Pel dibiarkan mati seperti perang melawan musuh, betapa antusiasnya membalas dendam akan menginspirasi semua orang,” kata koran De Standaard memaksudkan akan timbulnya dendam orang Belanda.
Baca juga: Mula Belanda Duduki Banda Aceh
Namun, orang Aceh percaya bahwa Pel dibunuh orang Aceh. Termasuk Muhammad Said dan banyak penulis buku sejarah pahlawan nasional Aceh. Pel meninggal di bivak Ponga, Lamara.
Terlepas dari apapun yang membuat Pel terbunuh pada usia 52 tahun itu, kematiannya di Aceh tentu ada kaitannya dengan penugasannya sebagai panglima militer Belanda di Aceh. Tekanan kerja tentu bisa memicu penyakit dalam tubuh. Pihak Belanda tentu harus menjaga muka dan moril pasukan.
“Barangkali karena tak mau lagi kehilangan muka setelah kematian Köhler, pejabat militer Belanda mengumumkan bahwa Jenderal Pel terkena heatstroke. Jasad Pel dimakamkan di Peucut tanpa tanda kubur tetapi tugu dibangun untuk menghormati Jenderal Belanda kedua yang tewas dalam Perang Aceh,” catat sejarawan Nasrul Hamdani dalam Peutjoet (Kerkhof) Dahulu, Kini dan Nanti.
Baca juga: Pesan Ratu Victoria Terkait Perang Aceh
Köhler yang dimaksud adalah Jenderal Mayor Johan Harmen Rudolf Köhler (1818-1873). Dia jenderal Belanda pertama yang terbunuh di Aceh.
Jenderal Köhler terbunuh di depan Masjid Raya Aceh ketika memimpin serangan pada 14 April 1873 dalam ekspedisi militer Belanda pertama di Aceh. Köhler mati tertembak oleh senjata penembak runduk orang Aceh.
Tempat Kohler terbunuh itu dulu dikenal sebagai Köhlerboom. Setelah terbunuh, dengan segera jenazah Köhler juga dimakamkan ke Kerkhof Peucut. Sebuah tugu untuk mengenang Köhler pun didirikan –namun kerap berganti.
“Cerita kematian Jenderal Mayor Johan Herman Rudolf Köhler ini kelak menjadi mercu tanda (icon) Peutjoet (Peucut) yang identik hingga kini,” catat Nasrul Hamdani. “Cerita tentang Köhler menimpali cerita tentang Meurah Pupok yang malang itu.”
Baca juga: Jenderal Belanda Tewas di Aceh
Meurah Pupok adalah anak laki-laki Sultan Iskandar Muda, penguasa terbesar Aceh (1607-1636). Meurah Pupok merupakan putra mahkota Kesultanan Aceh. Nama Meurah Pupok adalah Poteu Cut, terkadang diucap Peutjoet (Peucut), yang berarti kesayangan. Anak kesayangan ini kemudian dihukum mati ayahnya karena melakukan pelanggaran syariat Islam.
“Di Kerajaan Aceh Darussalam pernah dilaksanakan hukuman rajam pada masa Sultan Iskandar Muda (1603-1637) yang merajam anak kandungnya sendiri, Meurah Pupok, hinggal meninggal dunia, karena berzina dengan salah seorang istri bangsawan di lingkungan istana,” tulis Ali Abubakar dan Zulkarnain Lubis dalam Hukum Jinayat Aceh.
Jenazah Meurah Pupok lalu dimakamkan jauh dari Kandang Meuh dan Kandang II yang dibuat untuk makam para raja dan keluarganya. Meurah Pupok dimakamkan di gundukan tanah sebuah padang ilalang. Makam itu kemudian “menginspirasi” militer Belanda untuk memakamkan para serdadunya yang tewas di Aceh. Alhasil pada 1883 saja, di sana sudah ada 200 makam serdadu Belanda yang terbunuh, termasuk makam Köhler dan Pel.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar