Masuk Daftar
My Getplus

Perburuan Harimau Berhadiah, Dikira Harimau Ternyata Batu

Hadiah uang yang ditawarkan pemerintah kolonial mendorong perburuan besar-besaran harimau di sejumlah wilayah. Sampai ada yang mengira batu sebagai harimau sedang tidur.

Oleh: Amanda Rachmadita | 15 Agt 2024
Perburuan harimau marak terjadi di zaman kolonial Belanda. Pada foto di atas seekor harimau yang berhasil ditangkap menjadi tontonan banyak orang di Padangpanjang, Sumatera Barat pada awal abad ke-20. (KITLV).

PERBURUAN hewan buas seperti buaya, harimau, dan macan menjadi kegiatan yang digemari sejumlah orang di zaman kolonial Belanda. Pasalnya, mereka yang berhasil menangkap atau membunuh hewan-hewan buas tersebut dan membawanya ke hadapan pemerintah kolonial akan mendapatkan hadiah uang tunai dengan jumlah bervariasi.

Sejarawan Peter Boomgaard dalam Frontiers of Fear: Tigers and People in the Malay World, 1600–1950 menulis dari tahun 1817 hingga 1823, beberapa residen mengajukan permohonan kepada penguasa di wilayah koloni untuk diizinkan menawarkan hadiah kepada mereka yang berhasil menangkap maupun membunuh harimau hingga badak. Permintaan ini kemudian disetujui oleh gubernur jenderal. Orang nomor satu di wilayah koloni itu mengizinkan pemberian hadiah sebesar 22 gulden di Tegal, Surabaya, dan juga Priangan.

“Di keresidenan lain, jumlah hadiah yang ditawarkan untuk harimau adalah 12 gulden atau kurang, dan untuk harimau ‘kecil’ atau ‘muda’ (yaitu macan tutul) dalam banyak kasus juga lebih rendah,” tulis Boomgaard.

Advertising
Advertising

Baca juga: 

Perburuan Harimau Zaman Kolonial Belanda

Pemberian hadiah ini mendorong perburuan besar-besaran terhadap harimau di berbagai wilayah. Boomgaard menulis seorang pemburu Hungaria bernama Count Andrasy, yang melakukan perjalanan ke Jawa pada tahun 1849–1850, mencatat sekitar 400 harimau ditangkap setiap tahunnya dengan menggunakan perangkap-perangkap yang disebar ke berbagai area. Namun, perangkap harimau tidak selalu berhasil, mungkin saja karena hewan buruan itu terlalu pintar untuk masuk perangkap para pemburu atau karena penduduk setempat tidak cukup sering “merawat” perangkap tersebut.

Seiring berjalannya waktu, jumlah hadiah yang ditawarkan dianggap terlalu kecil jika dibandingkan dengan usaha para pemburu menangkap maupun membunuh harimau. Oleh karena itu muncul desakan untuk meningkatkan jumlah hadiah. Dalam surat keputusan tertanggal 8 Agustus 1862 No. 7, berdasarkan laporan-laporan dan pertimbangan-pertimbangan tersebut, hadiah untuk membunuh harimau belang atau harimau raja ditetapkan sebesar 30 gulden dan berlaku untuk seluruh wilayah di Hindia Belanda. Sedangkan hadiah menangkap harimau tutul atau harimau hitam sebesar 10 gulden.

Masifnya perburuan hewan buas, khususnya harimau, untuk mendapatkan hadiah menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pada 1862, residen Madiun mengeluarkan pernyataan, sebagai tanggapan atas pertanyaan dari pemerintah, bahwa orang-orang berusaha mengumpulkan hadiah untuk “kucing liar”, dan mengatakan bahwa hasil buruan mereka merupakan macan tutul. Sementara itu, tahun 1867, residen Cirebon melaporkan bahwa sejumlah besar macan congkok, sejenis kucing yang memiliki tampilan seperti harimau, telah dibunuh untuk mendapatkan hadiah di wilayah Kuningan selama beberapa tahun terakhir.

Perburuan besar-besaran demi mendapatkan hadiah juga menuai sorotan dari residen Banten yang menulis laporan tahun 1895 sebagai tanggapan surat edaran sekretaris jenderal, bahwa kulit “kucing harimau” sering kali dibawa para pemburu untuk mendapatkan hadiah. Hal ini menjadi masalah karena hampir tidak mungkin untuk membedakan kulit hewan yang mirip harimau dengan hewan buas itu ataupun macan tutul muda.

“Menanggapi surat edaran tersebut, residen Bagelen menjawab bahwa harimau terlalu pintar untuk ditangkap dalam perangkap, dan untuk mensiasatinya para pemburu menangkap ‘kucing harimau’, yang dianggap sama berbahayanya dengan harimau,” tulis Boomgaard.

Baca juga: 

Berburu Binatang Berhadiah Uang

Sebuah peristiwa yang dilaporkan surat kabar De Oostpost: letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 12 Februari 1857, memberikan gambaran mengenai besarnya minat masyarakat terhadap perburuan harimau berhadiah. Peristiwa itu berawal dari seorang mandor di Semarang yang mendapat informasi dari penduduk lokal yang tinggal di belakang rumah besar milik tuan tanah D bahwa seekor harimau terlihat di sekitar kediaman sang tuan tanah. “Harimau itu sedang tidur,” kata si penduduk kepada mandor tersebut. Tak butuh waktu lama hingga mandor itu melaporkan informasi yang ia dapatkan kepada tuannya, yang menawarkan hadiah sebesar 50 gulden bila hewan buas itu berhasil dibunuh. Selanjutnya, sejumlah persiapan dilakukan untuk menangkap harimau tersebut.

Selain meminta bantuan untuk menangkap harimau, Tuan D juga segera menghubungi pihak kepolisian. Sejumlah orang dikumpulkan dan sekitar 300 penduduk pergi ke tempat hewan buas itu bersembunyi dengan membawa berbagai senjata. Mereka perlahan-lahan mendekati tempat yang disampaikan seorang penduduk kepada si mandor beberapa waktu sebelumnya. Suasana tegang menyelimuti orang-orang yang telah ambil posisi untuk bersiap menangkap harimau itu.

Tombak-tombak mulai diarahkan, klewang pun sudah siap untuk menghunus hewan buas yang menjadi sasaran perburuan. Ketika sampai di tempat yang dituju, alih-alih menemukan harimau yang sedang tidur, mereka justru menemukan sebuah batu besar yang oleh penduduk lokal dikira harimau yang sedang tidur. “Kami membiarkan para pembaca membayangkan kekecewaan penduduk dan banyaknya olok-olok yang ditimbulkan oleh kejadian ini,” tulis De Oostpost.*

TAG

harimau berburu

ARTIKEL TERKAIT

Perburuan Harimau Zaman Kolonial Belanda Membasmi Barisan Harimau Liar Dibajak Barisan Harimau Liar Lodaya Melawan Manusia Yok Koeswoyo yang Tinggal dari Koes Plus Rotterdam Pulangkan 68 Artefak Jarahan ke Indonesia Lebih Dekat Mengenal Batik dari Kota Batik (Bagian II – Habis) Moonlight Sonata dan Kisah Cinta Tak Sampai Ludwig van Beethoven Potret Pribumi Ainu di Balik Golden Kamuy I Nyoman Ngendon, Perupa Pita Maha yang Terjun ke Medan Perang