Masuk Daftar
My Getplus

Kisah Hanoman dari Kota Lama

Kisah legenda dunia pewayangan yang hadir di tengah ramainya Kota Lama Semarang. Menunggu para generasi muda untuk melestarikannya.

Oleh: Fernando Randy | 29 Mar 2020
Sang Hanoman beraksi di Kota Lama Semarang. (Fernando Randy/Historia).

Kawasan Kota Lama Semarang menyimpan daya tarik untuk dikunjungi. Banyak bangunan peninggalan Belanda masih berdiri kokoh. Sebagian dimanfaatkan menjadi kedai-kedai minuman atau makanan dengan interior yang menarik. Tempat ini ramai saban akhir pekan atau musim liburan sebelum pandemi Covid-19 melanda.

Salah satu bangunan bersejarah di Kota Lama Semarang. (Fernando Randy/Historia).

Karena ramai pengunjung, Kota Lama juga menjadi tempat mengais rezeki bagi penampil jalanan. Salah satunya Heri Sudron (46). Dia biasa tampil sebagai Hanoman, salah satu tokoh dalam wiracarita Ramayana. Dia mengenal perwayangan sejak kecil sehingga tidak asing lagi dengan berbagai tokoh wayang. Dia tampil sebagai Hanoman karena menurutnya tokoh ini menarik.

Heri merias wajahnya untuk menjadi Hanoman di Kota Lama. (Fernando Randy/Historia).

“Sejak usia 9 tahun di Banyuwangi saya sudah sering menonton wayang, hingga akhirnya saya bergabung dengan grup kesenian yang memainkan seni Janger,” ujar Heri.

Advertising
Advertising

Janger adalah kesenian asal Banyuwangi yang memadukan tarian, kostum, dan gamelan Bali yang mengambil cerita rakyat Jawa sebagai lakonnya. Heri mengaku kecintaanya terhadap seni peran dan Hanoman membuat dirinya melakoni peran sebagai seorang performance art hingga kini. Dia memperoleh sedikit rupiah dari orang yang berfoto bersama dirinya.

Heri bersiap dengan kostum Hanomannya. (Fernando Randy/Historia).
Hal-hal detail seperti gelang dan lainnya juga dipersiapkan oleh Heri. (Fernando Randy/Historia).
Menurut Heri Hanoman adalah karakter yang sudah melekat pada dirinya. (Fernando Randy/Historia).

“Setelah menikah, saya pusing mikir mau kerja apa. Hingga akhirnya saya kembali teringat akan sosok Hanoman. Akhirnya saya merantau dan kembali menjadi Hanoman hingga saat ini," lanjut pria berambut gondrong ini. 

Selama menjadi Hanoman, Heri mengalami banyak suka dan duka. Saat Kota Lama sedang ramai pengunjung, dompetnya ikut ramai. Tapi saat sepi, dompetnya sering tak berisi. "Menjadi Hanoman harus mengerti berbagai karakter masyarakat yang ingin berfoto. Ada yang hanya foto bersama, ada yang sampai naik pundak saya. Namun ya itu tadi saya adalah Hanoman yang bertugas melayani dan melindungi masyarakat,” kata Heri.

Para pengunjung saat berfoto bersama sang Hanoman. (Fernando Randy/Historia).
Para pengunjung menyaksikan sang Hanoman. (Fernando Randy/Historia).
Sang Hanoman di Kota Lama Semarang. (Fernando Randy/Historia).
Seorang pengunjung mengajak sang hanoman untuk berfoto bersama. (Fernando Randy/Historia).

Heri sendiri tidak mematok berapa bayaran bagi pengunjung Kota Lama Semarang yang sekadar ingin berfoto bersama dirinya. Semuanya suka rela. “Berapa saja bayarannya. Saya tidak pernah mematok harga untuk berfoto bersama saya. Yang penting ikhlas saja,” lanjut Heri.

Ikhlas adalah bayaran yang didapat oleh Heri sang Hanoman. (Fernando Randy/Historia).
Sang Hanoman beraksi di tengah Kota Lama. (Fernando Randy/Historia).

Puluhan tahun memerankan Hanoman, Heri mempunyai harapan bagi kesenian wayang. Dia berharap semua generasi turut andil merawat kesenian ini. “Pesan saya untuk semua, bukan hanya anak-anak, warisan leluhur seperti ini jangan sampai terlupakan. Jangan sampai tersaing dengan musik-musik Barat. Jangan sampai kita melupakan dan meninggalkan kesenian tradisional,” kata Heri.

Sang Hanoman berharap kesenian tradisional seperti wayang terus dijaga oleh generasi muda. (Fernando Randy/Historia).

 

TAG

wayang hanoman semarang

ARTIKEL TERKAIT

Sejarah Gambang Kromong dan Wayang Potehi Bung Karno dan Jenderal S. Parman Penggila Wayang Tentara Jepang Bantai Pejuang Semarang di Rumah Sakit Gubernur Jateng Ditempeleng Opsir Jepang Kisah Polisi Kombatan di Balik Panggung Sejarah Wayang Potehi Terawat di Gudo Gan Kam, Tionghoa Penyelamat Wayang Orang Jawa Jalan Terjal Ngesti Pandowo Sambo Malu karena Kehilangan Kewibawaan Wayang Penerang