Menjaga Kebersihan Kota pada Zaman Belanda
Peraturan kebersihan kota telah ada sejak zaman Belanda. Yang melanggar dikenai sanksi berupa denda.
Aktivitas petugas PPSU yang tengah melakukan perbaikan dan perawatan sarana serta prasarana umum telah menjadi pemandangan sehari-hari di Jakarta. Pasukan oranye itu dikerahkan untuk menjaga kebersihan dan keindahan kota.
Peraturan terkait perawatan lingkungan dan kebersihan kota sudah diberlakukan sejak zaman Belanda. Di Batavia, misalnya, pada 19 Desember 1826 diundangkan peraturan yang mengharuskan kegiatan pengurukan kanal dan saluran dalam kota tetap dilanjutkan.
Selain itu, Mona Lohanda dalam Sejarah Para Pembesar Mengatur Batavia menyebut, setiap tahun juga diharuskan ada kegiatan membersihkan daerah di sepanjang pantai wilayah Batavia dengan mengikuti arah angin muson.
“Kalau masa muson Timur, kegiatan membersihkan pantai dilakukan dari Batavia ke arah timur sampai Untung Jawa. Sedangkan kalau masa muson Barat gerakan kebersihan itu dari Batavia ke arah Barat sampai Slingerland,” tulis Mona.
Baca juga: Cara Penduduk Batavia Memperoleh Air Minum
Inspeksi bulanan terhadap kebersihan kota wajib dilakukan oleh pejabat rooimeester dengan didampingi oleh wijkmeester setempat. Inspeksi tersebut memeriksa got, kanal, sungai, dan riool atau gorong-gorong. Hasil pemeriksaan harus dilaporkan kepada residen.
Penerapan aturan kebersihan kota menyebabkan tempat pemotongan hewan, yang semula berada di Jalan Pejagalan dekat Chineesche hospital, dipindahkan ke daerah Pluit yang berlokasi di dekat pantai. Bak-bak sampah disediakan di daerah kota, yang ongkos pengadaannya ditanggung penduduk yang bermukim di daerah tersebut.
Peraturan kebersihan kota juga diberlakukan di area pasar. Menurut Mona, pasar di wilayah Batavia umumnya merupakan pasar partikelir yang pengelolaannya disewakan kepada pemegang lisensi (bazaarpachter), sementara pemerintah kota menetapkan pungutan pajak berkenaan dengan berbagai aktivitas pasar. Oleh karena itu, kebersihan dan ketertiban pasar menjadi tanggung jawab pemegang lisensi.
Baca juga: Cara Belanda Mengatur Pasar di Batavia
“Setiap kali ada pemeriksaan, menurut peraturan yang dikeluarkan tanggal 17 November 1829, bilamana dianggap tidak memuaskan maka pemegang lisensi akan kena denda 25 gulden. Selokan, riool, got, harus dalam keadaan bersih,” sebut Mona.
Kebersihan selokan, riool, dan got menjadi tanggung jawab bersama antara pemilik kios atau warung dengan pemegang lisensi pasar. Bila saat diperiksa kebersihan saluran itu kurang memuaskan, maka pemilik kios dikenai denda sebesar 5 gulden, sementara pemegang lisensi pasar didenda dua kali lipat yakni 10 gulden.
Peraturan kebersihan kota tak hanya membahas kewajiban membersihkan saluran air seperti kanal, sungai, maupun selokan, tetapi juga kebersihan di jalanan. Di Surabaya, misalnya, Dukut Imam Widodo dalam Hikajat Soerabaia Tempo Doeloe menyebut, pemerintah Belanda pada 1829 mengeluarkan Peraturan Polisi (Politie Reglement) untuk mengatasi penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh infeksi dari kuman-kuman yang berasal dari debu berterbangan sebagai imbas jalan yang belum diaspal.
Baca juga: Lampu Pijar Bikin Penduduk Batavia Gempar
Peraturan tersebut menetapkan setiap pemilik gedung atau rumah berkewajiban untuk menyirami jalan-jalan di muka, samping, dan belakang gedung atau rumahnya dalam dua kali sehari dengan air bersih. “Jika pemilik gedung atau rumah itu mempunyai tetangga, maka mereka juga tetap berkewajiban untuk menyirami separuh jalan di mana rumah tetangga itu berada,” tulis Dukut.
Peraturan yang mulai berlaku tanggal 4 Oktober 1865 ini telah dikukuhkan oleh pemerintah Belanda dalam sebuah ordonansi. Kegiatan menyiram jalan itu dilakukan dua kali sehari pada pagi (08:00 dan 09:00) dan sore (16:00 dan 17:00).
Peraturan itu juga diberlakukan bagi penduduk kampung yang rumahnya di sepanjang jalan raya. Proses penyiraman jalan diatur oleh kepala kampung. Menurut Dukut, penyiraman jalan juga dilakukan di tempat-tempat umum yang dikerjakan oleh para narapidana dari penjara Kalisosok.
Baca juga: Awal Mula Lampu Penerangan Jalan di Surabaya
Tak jauh berbeda dengan di Surabaya, menurut pengusaha kelahiran Pasar Baru, Tio Tek Hong dalam Keadaan Jakarta Tempo Doeloe Sebuah Kenangan 1882–1959, perawatan jalan juga rutin dilakukan di wilayah Batavia. Kala itu, jalanan di wilayah Batavia belum beraspal, namun jalan besar sudah dikeraskan dengan batu koral.
“Jalan ini terawat bersih dan baik, bukan oleh gemeenteraad yang pada masa itu belum ada, melainkan oleh anemer (pemborong pekerjaan) yang bertugas untuk merawat, membersihkan, dan menyiram tiap-tiap hari,” tulisnya.
Anemer memborong pekerjaan itu dari pemerintah. Bila ada jalan yang rusak, maka anemer yang akan memperbaikinya. Menurut Tio Tek Hong, anemer menguruk jalan yang rusak dengan batu koral kecil lalu ditumbuk dengan semacam tumbukan primitif sampai rata dengan bagian lain.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar