Dari Analog sampai 4G
Zaman dulu, orang harus memutar tuas untuk menelepon. Kini, cukup dengan sentuhan lembut ke layar gawai, orang bisa mendapatkan banyak hal.
TAK peduli sekitar, orang-orang asik menatap layar ponsel pintar masing-masing. Di kereta, dalam bus, atau di jalan sambil memantau peta online. Berselancar di dumay kala naik kendaraan berkecepatan tinggi dimungkinkan lantaran teknologi komunikasi generasi keempat (4G).
Pemandangan itu jelas tak mungkin ditemukan di zaman dulu. Jangankan internet, komunikasi jarak jauh hanya bisa dilakukan melalui telepon, itu pun masih analog. Prinsip kerja telepon generasi pertama, sering disebut telepon engkol, yakni mengirimkan gelombang suara yang sudah diubah menjadi sinyal listrik ke transmitter. Begitu sampai di receiver yang terhubung ke speaker, sinyal listrik kembali diubah menjadi gelombang suara.
Baca juga: Sebelum Ponsel Merajalela
Pengguna telepon engkol harus memutar tuas telepon untuk menyambungkan dengan sentral telepon. Bel kemudian berbunyi di sentral telepon. “Kalau ada yang mau menelepon, nanti terdengar ceklok, ceklok kayak ayam berkokok. Kalau sedang banyak yang pakai, suaranya ramai sekali. Kami dulu suka tertawa dengar suaranya karena lucu. Itu juga tanda kami akan dapat uang,” kata Koesmarihati, mantan pegawai di Sentral Telepon Telkom ketika masih era analog. Operator di sentral telepon lalu menghubungkan sinyal masuk tadi dengan telepon tujuan secara manual dengan mencolokkan kabel-kabel sambungan ke papan hubung telepon.
Sistem itu ditinggalkan ketika teknologi telepon otomat muncul. Sambungan telepon tak lagi dikerjakan manual dan telepon engkol masuk museum.
Pada 1992, ketika Cacuk Sudarijanto menjadi Direktur Utama Telkom, jumlah sentral telepon otomat ditambah dalam jumlah besar. Banyaknya sentral telepon otomat ini menyuburkan pemasangan telepon rumah dan memungkinkan pengadaan telepon umum (public payphone).
Bersamaan dengan itu, ponsel generasi pertama (1G) mulai hadir di tengah masyarakat pada 1986. Ukurannya masih sebesar koper dan teknologinya menggunakan Nordic Mobile Technology (NMT). Ponsel lebih modern, menggunakan teknologi Advanced Mobile Phone System (AMPS), muncul pada 1991. Meski ukurannya lebih kecil, tetap saja belum cukup masuk saku.
Baca juga: Ponsel Segede Sepatu
Usaha pemutakhiran ponsel kembali dilakukan Telkom pada 1993 lewat proyek percontohan untuk Global System for Mobile (GSM). Teknologi yang dikembangkan di Eropa dan Amerika Serikat pada 1980 dan diluncurkan 1990-an ini disebut juga dengan 2G sama seperti CDMA dan TDMA. Sistem yang digunakan sudah digital, tidak analog seperti NMT dan AMPS.
“Pertama membangun menara dulu di Batam. Ada 3 yang dibangun, selesai tahun 1994,” kata Garuda Sugardo yang menjadi Kepala Pilot Project Telkom.
PT Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) menjadi operator GSM pertama di Indonesia dengan kepemilikan saham oleh Telkom, Indosat, dan Bimagraha Telekomindo. Dua perusahaan pertama merupakan BUMN sementara yang disebut terakhir ialah perusahaan milik Bambang Triharmodjo. Anak k-3 Soeharto ini menguasai 45% saham Satelindo. Telkomsel beroperasi setahun kemudian, 26 Mei 1995.
Teknologi 2G berbasis kartu ini memungkinkan orang berganti perangkat (gawai) tanpa kehilangan nomor lama. Fungsi yang ditawarkan pun tak sebatas komunikasi via suara dengan kecepatan 64 kbps (kilo bit per second), tetapi juga pesan digital (SMS). “Awalnya SMS itu cuma bisa ke sesama operator, kemudian berkembang bisa ke beda operator. Berkembang lagi bisa transmisi data meskipun masih terbatas, namanya teknologi 2.5G,” kata Koesmarihati yang pada 1995-1998 menjadi Direktur Utama Telkomsel.
Teknologi 2.5G memungkinkan pengiriman data dengan teknologi Global Pocket Radio Service (GPRS). Indosat menjadi pelopor layanan GPRS dan MMS (pesan gambar) lewat IM3 yang dikeluarkan pada 2001. Kasmad Ariansyah dalam “Proyeksi Jumlah Pelanggan Telepon Bergerak Seluler di Indonesia” menulis, Telkomsel mengeluarkan teknologi GPRS dengan kecepatan 144 kbps setahun kemudian. Hingga pertengahaan 2000-an, para operator seluler menawarkan alternatif teknologi 2G, yakni CDMA meskipun beberapa merek redup di pasaran.
Di lain pihak, operator yang sejak semula mengusung teknologi GSM menawarkan komunikasi berbasis data cepat yang populer disebut 3G. Teknologi ini dibangun pertamakali oleh perusahan telekomunikasi Jepang NTT Docomo. Pada Mei 2001, jarngan 3G nonkomersilnya pertama kali mengudara. Jaringan komersilnya baru mengudara pada 1 oktober di tahun yang sama. Kecepatan yang ditawarkan mencapai 2 Mbps.
Baca juga: Media Komunikasi dalam Lagu
Telkomsel mulai menguji coba 3G pada Mei 2005. Seteleah melalui proses tender, pada Februari 2006 tiga operator ditetapkan sebagai pemegang lisensi layanan 3G: Telkomsel, XL, dan Indosat.
Beberapa tahun terakhir, teknologi 4G umum dipakai. Generasi keempat ini pertama dipasarkan di Norwegia dan Swedia pada 2009. Fungsi yang ditawarkan hampir sama dengan 3G namun kecepatannya jauh lebih tinggi, yakni 100 Mbps. Ini memungkinkan pengguna untuk menonton video berdimensi tinggi dan mengakses data meski sedang bergerak dalam kecepatan tinggi, semisal di kereta atau mobil. Telkomsel menjadi operator pertama di Indonesia yang menawarkan teknologi 4G pada 2014.
Diprediksi, pada 2020 teknologi yang akan muncul ialah 5G. Kecepatannya mencapai 1 Gpbs. Barangkali akan bikin orang makin menempel dengan ponselnya.
Baca juga: Dari Batu sampai Ponsel
Tambahkan komentar
Belum ada komentar