Sudharmono Bukan PKI
Rumor miring berhembus jelang pencalonannya sebagai wakil presiden. Meski Sudharmono dinilai loyal, isu itu dibiarkan saja oleh penguasa Orde Baru.
Meski menyandang predikat RI-2 –orang nomor dua setelah presiden, jabatan wakil presiden ternyata bisa bikin gempar seisi negara. Tengok saja pencalonan Gibran Rakabuming Raka yang mendampingi Prabowo Subianto dalam gelaran pilpres kemarin. Banyak pihak yang menentang pencalonan Gibran lantaran usianya masih muda dan berstatus anak Presiden Joko Widodo. Namun, Gibran terus melaju dan dipastikan menjadi wakil presiden setelah perolehan suara Prabowo-Gibran memenangkan pemilu.
Selain Gibran, pada dekade 1980-an, pencalonan Sudharmono sebagai wakil presiden oleh Golkar juga pernah bikin gaduh. Tapi, bukan karena Sudharmono anak presiden. Masa lalu Sudharmono sebelum masuk TNI pernah dikaitkan dengan PKI. Tengara itu diyakini betul oleh mantan Pangkopkamtib Jenderal Soemitro.
“Dia (Sudharmono) itu merah,” kata Soemitro merujuk sosok Sudharmono kepada Salim Said dalam Dari Gestapu ke Reformasi:Serangkaian Kesaksian.
Baca juga: Wacana Wapres RI Ada Dua
Dalam dokumen “Indonesia Reports - Politics Supplement, No.21, June 1987” yang termuat dalam The Indonesian Military Elite, Sudharmono disebut pernah bergabung dalam Biro Perjuangan Laskar Pesindo pada awal Perang Kemerdekaan. Kelompok ini kemudian dicurigai sebagai organisasi mantel PKI yang terlibat dalam pemberontakan Musso di Madiun pada 1948. Laporan ini juga menyebutkan para perwira TNI AD generasi Akademi Militer menolak keras pencalonan Sudharmono sebagai wakil presiden. Mereka tidak ingin Sudharmono kelak menggantikan Presiden Soeharto melainkan dari pihak militer. Calon kuat dari kelompok ABRI ialah KSAD Jenderal Try Sutrisno.
“Mereka merasionalisasi ketidakpuasannya dengan menunjuk masa muda Sudharmono,” bunyi dokumen tersebut.
Menurut pengakuan Soemitro, Sudharmono luput dari target pembersihan Kopkamtib ketika dirinya memimpin lembaga tersebut. Sesuatu yang amat disesali Soemitro. Sewaktu Soemitro menjabat panglima Kopkamtib, Sudharmono sudah menjadi menteri sekretaris kabinet. Karena terlalu sibuk membersihkan yang di bawah, Soemitro jadi lalai membereskan yang di atas.
Baca juga: Baku Hantam Soemitro dengan Kenpeitai Jepang
Untuk melaksanakan agenda penyingkiran Sudharmono, Soemitro menggalang kampanye besar-besaran lewat media. Soemitro juga mengaku mendesak Panglima ABRI merangkap Pangkopkamtib Jenderal Benny Moerdani untuk bertindak. Upaya penjegalan Sudharmono terus berlanjut pula dalam Sidang Umum MPR pada Maret 1988.
“Yang paling mencolok di antara gangguan itu adalah interupsi Brigjen TNI Ibrahim Saleh. Anggota Fraksi ABRI ini menerobos mimbar dengan rencana memprotes agenda pemilihan Sudharmono menjadi wakil presiden. Tindakan nekat Ibrahim itu dilihat banyak orang waktu itu sebagai sesuatu yang di belakangnya berdiri kelompok Moerdani,” catat Salim Said.
Sudharmono terang-terangan membantah tuduhan atas dirinya. Sewaktu bertugas di Komando Operasi Tertinggi (KOTI), dialah yang membuat konsep surat keputusan pembubaran PKI pada 12 Maret 1966. Peran itu menandai sikapnya sebagai seorang anti-PKI. Bagi Sudharmono, isu tentang dirinya eks anggota Pesindo, apalagi terlibat dalam peristiwa Madiun tidak berdasar.
“Sejak dari sekolah saya jadi ABRI, dan ketika Peristiwa Madiun terjadi saya mendapat tugas untuk memberantasnya,” tandas Sudharmono dikutip Kompas, 19 Oktober 1988.
Baca juga: Soeharto Pernah Ditangkap di Madiun
Selain itu, Sudharmono yang menjabat ketua umum Golkar periode 1983—1988 juga kritis terhadap pengamanan program keanggotaan Golkar. Pernah dia protes di hadapan Dewan Pimpinan Pusat tentang seorang eks tapol Pulau Buru yang setelah bebas dengan mudahnya memperoleh Kartu Anggota Golkar (KAG). Merasa kecolongan, Sudharmono bertanya ketus.
“Sekuritinya gimana, kok yang seperti ini bisa kejadian?” cecar Sudharmono.
Tiba-tiba Sekjen Golkar Sarwono Kusumaatmadja celetuk, “Kan kenalan Pak Dhar. Ya, pastilah dapat KAG.” Waktu itu, desas-desus menyangkut Sudharmono terkait PKI tengah digunjingkan orang banyak. Sebagai Sekjen Golkar, Sarwono merasa perlu mengonfirmasi kebenaran rumor tersebut.
Baca juga: Kesaksian Tiga Eks Tapol 1965
Sarwono dalam memoarnya Menapak Koridor Tengah mengisahkan bagaimana dia memperoleh keterangan dari orang-orang penting mengenai status Sudharmono. Pada suatu pertemuan membicarakan tentang kaderisasi Golkar, Sarwono berbincang dengan Benny Moerdani. Kesempatan itu sekaligus digunakan untuk membicarakan isu soal Sudharmono.
“Apa betul dia punya latar belakang PKI?” tanya Sarwono.
“Enggak betul!” tegas Benny. “Itu desas-desus yang mungkin disebabkan karena orang iri.”
“Kok didiamkan?” lanjut Sarwono.
“Pada waktunya jika memang perlu, akan saya luruskan,” kata Benny. “Tapi, kalau terlalu pagi direspons, mungkin malah isunya menjadi-jadi. Sementara diamkan saja dulu sambil diobservasi,” tambahnya.
Menurut Sarwono, jawaban Benny masuk akal dan cukup melegakan. Kali lain, Sarwono mengorek informasi langsung dari Presiden Soeharto. Dalam suatu jamuan makan malam, Sarwono bertemu Soeharto yang juga Dewan Pembina Golkar. Sarwono minta ngobrol sebentar soal isu menyangkut Sudharmono. Jawaban yang didapat di luar dugaan Sarwono.
“Oh, enggak betul isu itu. Dharmono bersih. Tapi diamkan saja. Kan ada bagusnya dia mulai punya persoalan, he-he-he,” kata Soeharto seraya terkekeh.
Kendati tidak mulus, Sudharmono akhirnya berhasil menduduki kursi wakil presiden. Dia mendampingi Presiden Soeharto untuk periode 1988—1993. Isu miring mengenai dirinya barangkali sengaja dibiarkan penguasa Orde Baru supaya kuat mental mengemban jabatan wakil presiden.
Baca juga: Membidik Wapres Usia Muda
Tambahkan komentar
Belum ada komentar