Safari Nikita ke Indonesia
Dia merupakan pemimpin negara adikuasa pertama yang menyambangi Indonesia. Disambut dengan penuh kehormatan.
PESAWAT Ilyushin-18 mendarat di lapangan udara Kemayoran, Jakarta Pusat. Sesosok pria gaek bertubuh tambun dengan rambut tipis beruban turun dari pesawat. Pada 18 Februari 1960, tamu kehormatan itu berkunjung ke Indonesia: Nikita Khrushchev, Perdana Menteri Uni Soviet.
Khrushchev, pemimpin negeri komunis terbesar di dunia berpenduduk 212 juta jiwa. Kunjungannya ke Indonesia untuk kali pertama menuai sambutan luar biasa. Selain Presiden Sukarno, ratusan rakyat memadati lapangan udara ikut menyampaikan ucapan selamat datang.
Sambutan terhadap Khrushchev berlanjut ke Istana Merdeka. Untuk memukau rombongan Khruschev, Presiden Sukarno menggelar pertunjukan kesenian selama tiga setengah jam. “Upacara penyambutan yang luar biasa diatur untuk kami,” kenang Khruschev dalam Memoirs of Nikita Khrushchev: Volume 3.
Senda Gurau dengan Bung Karno
Menurut Krushchev, kunjungan ke Indonesia membuatnya terkesan. Terutama dengan keindahan alam dan kehangatan manusianya. Panas tropis, di sisi lain, membuat efek menggemparkan bagi rombongan tamu dari Uni Sovyet tersebut.
Dalam sambutannya, dia menyampaikan pidato persahabatan terhadap Indonesia yang masih menyisakan konflik kolonial dengan Belanda soal Irian Barat. Kesempatan itu juga dimanfaatkan Khrushchev untuk menyampaikan gagasannya terhadap konstelasi politik global: Perang Dingin.
“Bangsa kami membenci kolonialisme secara organik, kebencian itu adalah laten kepada bangsa kami. Maka kami selalu bersama-sama dengan bangsa-bangsa yang berjuang untuk kemerdekaannya,” seru Khrushchev dalam pidatonya yang terhimpun dalam koleksi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), termuat di khazanah “Pidato Presiden RI Soekarno 1958—1967, No. 165”.
Baca juga:
Merahasiakan Hubungan Uni Soviet-Indonesia
Khrushchev juga menyatakan simpatinya terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dia mendukung upaya pemerintah Indonesia yang tengah mengembangkan sektor perindustrian. Menurut Khrushchev, Indonesia adalah negeri yang kaya raya, sebagaimana Uni Soviet.
“Segala sesuatu yang dipunyai oleh Indonesia juga dipunyai oleh Uni Soviet, barangkali dengan perkecualian buah-buahan yang lezat sekali disini. Dan satu perbedaan lagi, kami di Soviet ada banyak sekali salju, di Indonesia tak ada sama sekali!” kata Khrushchev.
Namun kesan dalam kunjungan perdananya ke Indonesia tidak melulu menyenangkan. Di hari pertama, telah terdapat sesuatu yang mengganjal hati Khrushchev. Dia berselisih dengan Presiden Sukarno.
Baca juga:
Sukarno, Antara India dan Pakistan
“Tetapi saya tidak mau menyembunyikan, bahwa juga ada sedikit perselisihan antara saya dengan sahabat saya Bung Karno. Dan malahan perselisihan itu barangkali bisa tumbuh kalau saya diberikan tekanan terus,” ungkapnya. “Di sini banyak sekali makanan dan dipaksakan terus agar makan semua.”
Ternyata tekanan yang dimaksud Khrushchev adalah suguhan makanan yang tiada henti. Demi tamu kehormatan, rupanya Presiden Sukarno ingin memberikan pelayanan yang terbaik. Salah satu caranya dengan menyajikan begitu banyak makanan khas Indonesia yang tidak sanggup dihabiskan rombongan Soviet.
Indonesia di mata Sang Kamerad
Kedatangan Khrushchev ke Indonesia merupakan kunjungan balasan, setelah Presiden Sukarno berkunjung ke Moskow pada 1956. Sebelum berkunjung, Khrushchev tidak pernah benar-benar mengetahui seluk beluk tentang Indonesia. Dia baru mendengar negara Indonesia pada 1955, ketika Uni Soviet dipimpin oleh Nikolay Bulganin. Saat itu, Presidium Comite Central (CC) Partai Komunis Soviet membahas Konferensi Asia Afrika (KAA) yang melahirkan Dasasila Bandung.
“Pada saat itu, perhatian dunia sedang terpaku kepada Indonesia, dan presidennya, Sukarno, yang mulai muncul secara rutin dalam pers Uni Soviet,” ujar Khrushchev dalam memoarnya.
Baca juga:
Arsip Konferensi Asia Afrika Menjadi Warisan Ingatan Dunia
Pada awal tahun 1960, Presiden Sukarno mengundang delegasi pemerintah Uni Soviet mengunjungi Indonesia. Khrushchev tak menyia-nyiakan kesempatan. Dalam memoarnya, Khruschev mengakui undangan tersebut adalah sesuatu yang begitu diinginkannya. Pemerintah Uni Soviet mempersiapkan kunjungan dengan mengirimkan beberapa anggota CC Partai yang dipimpin langsung oleh Khrushchev.
Selama dua belas hari kunjungannya, Khrushchev melakukan muhibah ke berbagai penjuru Indonesia. Mulai dari Jakarta, Yogyakarta, Denpasar, hingga Ambon. Beberapa kesepakatan terjalin dalam bidang politik maupun bantuan-bantuan ekonomi, terutama dalam pembangunan infrastruktur dan industri berat. Tak pelak, setelah kunjungan ini hubungan diplomatik antara Uni Soviet dan Indonesia menjadi lebih karib.
Rosihan Anwar dari harian Pedoman merupakan salah seorang wartawan yang berkempatan mereportase kunjungan Khrushchev. Dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia: Jilid 2, Rosihan menyebutkan sebanyak 89 wartawan, juru kamera, televisi, radio, dan media cetak mengikuti perjalanan Khrushchev selama di Indonesia. Menurut Rosihan, Nikita Khrushchev ingin sekali orang suka padanya. Dia benar-benar menyesuaikan dirinya pada perilaku dan ulah tuan rumahnya.
“Ia diktator yang ingin populer,” tulis Rosihan. “Tabiatnya lain dari Stalin yang mengunci dirinya dalam (Istana, red.) Kremlin.”
Baca juga:
Bantuan Alutsista dari Uni Sovie
Menurut pakar politik internasional, Johannes Soedjati Djiwandono dalam Konfrontasi Revisited: Indonesia Foreign Policy Under Soekarno, bantuan Uni Soviet terhadap Indonesia punya maksud politis. Ia bertujuan untuk mengeliminasi pengaruh blok Barat dalam kompetisi Perang Dingin.
Sementara dalam pandangan Khrushchev, Indonesia adalah negara multietnis yang besar, tersebar di sejumlah pulau. Negara kaya dan negara yang sangat indah. Dia tak menampik, Indonesia menarik perhatian Uni Soviet sebagai negara sahabat yang terbuka dengan sosialisme. Bertahun kemudian, setelah tak lagi menjabat perdana menteri, Khrushchev terheran, bagaimana negeri seramah Indonesia bisa berlaku bengis sewaktu menghancurkan kekuatan sayap kiri pada 1965.
“Akibatnya sepuluh ribu orang komunis tewas, bersama dengan orang-orang yang berpikiran progresif secara umum, terutama mereka yang bekerja di serikat pekerja dan organisasi lain di bawah kepemimpinan PKI. Partai komunis terbesar di dunia kapitalis mengalami kekalahan yang mengerikan,” kenang Khrushchev dalam memoarnya.
Selama kancah Perang Dingin, Khrushchev menjadi pemimpin negara adikuasa pertama yang menyambangi Indonesia. Sementara Amerika Serikat, kunjungan pertama kali terjadi di masa Presiden Richard Nixon ketika rezim di Indonesia telah berganti di bawah Presiden Soeharto.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar