Rencana Menghabisi Westerling
Westerling membunuh banyak orang Indonesia. Ada rencana menculiknya atau sewa pembunuh bayaran.
Setelah melakukan pembantaian di Sulawesi Selatan, Kapten Raymond Westerling dengan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil) menyerang TNI di Bandung, Jawa Barat, pada 23 Januari 1950.
TNI mengejar komandan pasukan khusus Belanda itu, namun marinir Belanda melarikannya ke Malaya (kini, Singapura). Setelah singgah di beberapa negara, dia kemudian kembali ke Belanda. Dalam persembunyiannya, dia hidup pas-pasan, terlilit utang, sampai menawarkan diri jadi tentara bayaran. Uniknya, dia sempat menjadi penyanyi opera.
Pada 1979, Panda Nababan, wartawan Sinar Harapan, berhasil mewawancarai Westerling di rumahnya di Amsterdam, Belanda. Saat itu, dia berusia 60 tahun dan tinggal bersama istri ketiga dan putrinya. Untuk mencari nafkah, dia menjual buku-buku baru dan bekas serta punya percetakan kecil dengan mesin handpress. Toko bukunya kemudian dijual kepada penerbit Nabrink, toko buku antik andalan pengkaji Indonesia dan Asia.
Baca juga: Kisah Perburuan Kapten Westerling
Selama wawancara Westerling tak menunjukkan rasa bersalah dan tetap bangga dengan sepak terjangnya di Indonesia. Dia membantah telah membantai 40 ribu orang Sulawesi Selatan. Dia memperkirakan paling 3-4 ribu orang pada waktu operasi militer. “Itu pun tidak dari peluru yang saya muntahkan sendiri, tapi juga dari prajurit-prajurit Belanda lain,” kata Westerling.
Menurut Panda, saat itu ada yang mengusulkan kepada Duta Besar Indonesia di Belanda, Soepomo Bayuaji dan atase militernya, seorang kolonel Angkatan Laut, untuk menculik Westerling. Saat itu, ramai berita tentang kisah sukses satuan intel Israel, Mossad, yang berhasil menculik penjahat perang Jerman, Karl Adolf Eichmann, dan dibawa ke Israel untuk diadili.
“Kenapa kita tidak melakukan itu?” tanya Panda kepada sang duta besar yang perwira tinggi Angkatan Darat dan sang kolonel.
“Wah, itu berbahaya, bisa merusak hubungan internasional. Apalagi, Belanda adalah ketua IGGI. Risikonya tinggi,” kata sang duta besar.
Baca juga: Westerling Melarikan Diri ke Malaya
Didirikan di Amsterdam pada Februari 1967, IGGI (Inter Governmental Group of Indonesia) merupakan konsorsium negara-negara donor yang memberikan pinjaman kepada Indonesia. IGGI dibubarkan pada 1992 digantikan CGI (Consultativc Group on Indonesia) di bawah Bank Dunia.
Usulan lain menyewa pembunuh bayaran. Bayarannya sekitar US$10 ribu coba dikumpulkan dari saudagar-saudagar Bugis karena korban paling besar pembantaian oleh Westerling ada di Sulawesi Selatan.
“Tetapi, kedua upaya itu tidak pernah dirancang oleh Satgas Intelijen Kopkamtib yang terkenal hebat di Indonesia itu,” kata Panda dalam otobiografinya, Menembus Fakta.
Baca juga: Pengakuan Sang Jagal Westerling
Menurut Laksamana Madya Udara Boediardjo, menteri penerangan (1968-1973), orang yang punya usul menculik Westerling adalah Achmadi, tokoh Tentara Pelajar yang kemudian menjadi menteri penerangan (1964-1966).
“Waktu itu dia sedang tugas belajar di Belanda. Dia punya rencana menculik Westerling yang telah banyak membunuh rakyat Indonesia. Ketika ‘misi rahasia’ ini bocor, dia diusir. Kemudian dipindahkan ke London,” kata Boediardjo dalam memoarnya, Siapa Sudi Saya Dongengi.
Delapan tahun kemudian, 28 November 1987, Westerling meninggal dunia di kota kecil Purmerend, 20 kilometer dari Kota Amsterdam.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar