Orang-orang di Balik Radio Rimba Raya
Mereka berperan dalam perjuangan Radio Rimba Raya. Beberapa nama dari lintas negara. Sementara beberapa nama lain tak bergaung dalam narasi sejarah.
Kolonel Husein Yusuf dan Mayor Nip Xarim merupakan dua tokoh penting di balik Radio Rimba Raya. Pemilihan radio sebagai alat perjuangan tak lepas dari latar belakang mereka.
Husein Yusuf semasa pendudukan Jepang adalah seorang penyiar di kantor berita Syu Hodoka di Kutaraja. “Ayah saya (A. Rahman Tuk Wan Haria) dan Pak Husein adalah rekan seperjuangan sesama penyiar di Hodoka,” kata Muhammad TWH, mantan wartawan senior kota Medan kepada Historia.
Sementara Nip Xarim adalah putra dari Abdul Xarim M.S., seorang tokoh kiri di balik revolusi sosial di Sumatra Timur pada 1946. Nip Xarim melarikan diri ke Singapura ketika ayahnya – seorang aktivis penentang Belanda– ditangkap pemerintah Belanda menjelang kedatangan Jepang tahun 1941.
“Sewaktu badan intelijen tentara Jepang, Fujiwara, menduduki Penang dan mulai menyiarkan propaganda dari stasiun radio Penang, Nip Xarim bergabung dengan badan tersebut sebagai penyiar, berbicara dalam bahasa Inggris, Indonesia, dan Aceh, menyerukan pembebasan bangsanya,” tulis Takao Fusayama dalam A Japanese Memoir of Sumatera, 1945-1946: Love and Hatred in the Liberation War.
Ketika Divisi Pengawal Kekaisaran (Imperial Guard Division) mendarat di Sumatra setelah menaklukkan Singapura, dia kembali ke rumahnya di Medan dan bekerja sebagai pegawai pemerintah militer Jepang. Setelah Jepang menyerah, dia membentuk sebuah batalyon yang bermarkas di Trepes, Sei Kerapoh, Langkat.
Ketika membeli radio selundupan, Singapura bukan tempat yang asing bagi Nip Xarim. Sepulang dari Singapura, Nip Xarim tak langsung menuju Bireun. Selama beberapa malam dia singgah di rumah pakcik-nya di Langkat. Di masa persinggahannya, Nip Xarim menerima serdadu Sekutu dari divisi Inggris-Gurkha yang desersi dari Medan.
“Mereka membelot karena disuruh membom sebuah mesjid di Jalan Serdang (sekarang Jalan Muh. Yamin),” kata Muhammad TWH.
Para Gurkha itu bernama Abu Bakar, Candra, dan Margis. Turut pula seorang Inggris totok bernama John Edward yang kemudian ganti nama Abdullah Siregar setelah masuk Islam. (baca http://historia.id/modern/bule-bela-indonesia-merdeka).
Setibanya di Bireun, Nip Xarim menyerahkan pemancar radio beserta “pembelot Sekutu” kepada Kolonel Husein Yusuf.
Para eks tentara Sekutu itu membantu siaran Radio Rimba Raya. Nasib mereka kemudian tak banyak diketahui. Orang-orang Pakistan kebanyakan memilih tinggal dan melanjutkan hidup di Indonesia. Demikian halnya John Edward. “Selepas perang kemerdekaan, John Edward tinggal di Medan, kemudian berkeluarga dan menetap di Pematang Siantar. Dia meninggal tahun 1956/1957,” kata Muhammad TWH.
Nama Kolonel Husein Yusuf pun tak banyak dikenal. Dalam otobiografi Sjamaun Gaharu, pada 1949, Husein Yusuf pernah bersitegang dengan Kolonel Alex Kawilarang yang saat itu menjabat Panglima Teritorium I/Sumatera. Ketika Kawilarang berkunjung ke Kutaraja, dia tak menemui Husein Yusuf yang sedang pulang kampung. "Kawilarang marah, dia memecat Husein Yusuf hanya dengan selembar kertas biasa. Tentu saja Husein Yusuf marah."
Pada 1950-an, Husein Yusuf yang dikenal sebagai orang kepercayaan Daud Beureuh, terlibat dalam Darul Islam di Aceh. Setelah keluar dari TNI, Husein Yusuf mendirikan surat kabar Aceh Pos. Dia wafat pada 1978.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar