Mendikbud: Pengajaran Sejarah Harus Diubah
Pengajaran sejarah yang baik dapat membangkitkan daya kritis, kreativitas, dan keberanian mengambil keputusan.
Pengajaran sejarah di sekolah harus diubah dalam rangka mengembangkan pendidikan berbasis karakter, khususnya di tingkat sekolah dasar dan menengah. Perubahan format pengajaran diharapkan memberikan peranan lebih aktif kepada siswa.
Demikian penyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, dalam sambutan Konferensi Nasional Sejarah X di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Senin (7/11).
Muhadjir menilai, pelajaran sejarah akan mudah dihayati terutama oleh anak-anak jika dilakukan dengan cara bermain peran. Anak-anak bisa memainkan adegan sejarah dalam sebuah pementasan kecil dengan bimbingan guru. Sang guru lebih jauh menjelaskan nilai-nilai yang terkandung dalam episode sejarah yang dipentaskan itu.
“Penghayatan makna sejarah itu bagus terutama dalam pendidikan karakter. Role playing ini hanya salah satu metodenya saja,” terangnya.
Saat ini, kata Muhadjir, metode bermain peran dalam pelajaran sejarah sudah mulai dicoba diberlakukan di beberapa sekolah. Dia berharap keterlibatan langsung siswa dalam belajar akan semakin membangkitkan daya kritis, kreativitas, dan keberanian mengambil keputusan. “Diharapkan dengan ini sejarah bisa mendapatkan tempat terhormat dalam pendidikan,” kata Muhadjir.
Dengan demikian, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani, berharap belajar sejarah tak lagi monoton. Anak-anak diharapkan bisa tahu bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai dalam sejarah ke kehidupan sehari-hari. “Yang pasti anak-anak tidak terbebani. Untuk bisa mengingatkan kita kalau kita ini Indonesia,” kata Puan dalam sambutannya.
Lebih jauh, Puan menyoroti saat ini jiwa nasionalisme anak muda makin terkikis. Ini disebabkan para generasi muda mulai melupakan sejarah. “Pesan Bung Karno jangan sekali-kali melupakan sejarah. Sekarang yang penting bagaimana agar sejarah bisa diingat oleh masyarakat Indonesia khususnya anak muda Indonesia yang nantinya akan meneruskan bangsa ini ke depan dengan cara yang lebih baik,” paparnya.
Puan menambahkan, anak muda, meski harus mengikuti era globalisasi, namun jangan lupa asal usulnya. Mereka harus ingat keindonesiaannya, namun tetap mampu berkompetisi dan berdaya saing dengan anak-anak di luar Indonesia. “Ini penting untuk menghargai sejarah namun bukan hanya terlena dengan romantisme yang ada,” tuturnya.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar