Setan Merah Berharap Tuah
Sosok legendaris dengan cap super-sub bertuah. Diharapkan mendongkrak performa Manchester United yang tengah gudrah.
SETELAH dibesut Ole Gunnar Solskjær, Setan Merah bertaji lagi. Baby face yang dipercaya menjadi caretaker pelatih berhasil membuat raksasa Premier League Manchester United (MU) bergairah kembali.
“Kedatangan Ole tentu memberi harapan adanya perubahan. Latar belakang sebagai mantan bintang MU juga memberi poin yang bisa memudahkan tugasnya,” tutur pengamat sepakbola Irfan Sudrajat kepada Historia.
Kelebihan-kelebihan itu menjadi alasan Chief Executive MU Ed Woodward menunjuk Solskjær. “Ole adalah legenda klub dengan pengalaman baik di lapangan maupun di kepelatihan. Dia punya sejarah di Manchester United dan itu artinya dia hidup dan bernapas dengan kultur klub dan orang-orang di sini sangat senang menerimanya kembali. Kami percaya dia akan menyatukan pemain dan fans seiring menjalani paruh kedua musim ini,” tuturnya dikutip CNN, Kamis 20 Desember 2018.
Solskjær yang sempat menjadi pelatih klub Norwegia, Molde FK, tak sendiri mengasuh Paul Pogba dkk.. Dia bersama Mike Phelan, eks asisten pelatih MU Sir Alex Ferguson, yang juga comeback ke Old Trafford. Keduanya diharapkan manajemen mendongkrak lagi posisi MU yang terengah-engah di posisi enam klasemen Premier League pasca pemecatan pelatih flamboyan José Mourinho.
Baca juga: Permusuhan Sir Alex Ferguson-Arsene Wenger Jadi Bumbu Liga Inggris
“Kami (MU) tak terbiasa di posisi enam, kami terbiasa di posisi memperebutkan gelar liga. Itu yang harus kami tatap dan kami tuju sekarang,” cetus Solskjær di situs resmi klub, manutd.com, Jumat 21 Desember 2018.
Perubahan MU begitu jelas di tangan Solskjær. Pada debutnya di laga tandang kontra Cardiff City pada matchday ke-18, 23 Desember 2018, MU langsung mengamuk dan pulang dengan kemenangan 5-1. Hasil dahsyat itu sangat langka di era Mourinho.
“Dia punya modal dari aspek kepelatihan selain latar belakangnya sebagai mantan pemain MU. Lalu tentu ada motivasi dalam diri Solskjær terkait tantangan ini. Dari semua aspek tersebut, jelas dia punya potensi untuk sekadar menstabilkan atmosfer (internal tim) dan hasil MU ke depannya,” sambung Irfan yang juga Wapemred Top Skor tersebut.
Pembawa Hoki
MU tak sembarangan mencari pelatih. Figur Solskjær dipilih tak hanya karena melegenda tapi juga dianggap punya tuah buat MU saat masih berkarier. Sosok kelahiran Kristiansund, Norwegia, 26 Februari 1973 itu pertama kali digaet MU pada 29 Juli 1996 dari Molde.
Awalnya, Solskjær hanya opsi alternatif transfer MU lantaran MU gagal membajak Alan Shearer dari Blackburn Rovers yang memilih Newcastle United. Alhasil, di MU Solskjær berada di bawah bayang-bayang duet Eric Cantona dan Andy Cole.
Ian Macleay mencatat dalam biografi Solskjær, The Baby Face Assassin: The Biography of Manchester United’s Ole Gunnar Solskjaer, pemain berambut ikal itu menjalani debutnya dalam laga uji coba pramusim 1996-1997 kontra Inter Milan di Old Trafford, 13 Agustus 1996.
“United (MU) kalah 0-1 dari Nerazzurri (julukan Inter) tapi si rambut kuning Solskjær tampil impresif,” tulis Macleay.
Debut profesionalnya di Premier League terjadi 12 hari berselang di matchday ketiga kontra Blackburn Rovers. Solskjær yang masuk di menit ke-61 menggantikan David May, bikin gol perdananya tujuh menit setelah masuk ke lapangan. Gol Solskjær menyelamatkan MU dari kekalahan, laga berakhir 2-2. Dari sinilah julukan super-sub mulai melekat padanya.
“Saya harus berpikir bagaimana saya bisa merusak pertahanan lawan jika dimainkan. Di bangku cadangan, saya mempelajari, menganalisa permainan mereka, terutama juga memperhatikan kesalahan-kesalahan bek-bek lawan,” kenangnya kepada majalah Josimar edisi Maret 2012.
Dari 33 kali tampil di musim perdananya, performa Solskjær moncer lantaran berhasil mencetak 18 gol di liga kendati dia jarang dijadikan starter. Perlahan, media-media Inggris punya julukan baru buatnya, The Baby Face Assassin alias si “Pembunuh Berwajah Imut” lantaran paras polosnya yang seperti bocah berkebalikan dengan daya bunuhnya di lapangan.
Baca juga: Peringatan 60 Tahun Munich Air Disaster di Manchester dan Munich
Musim 1998-1999 nyaris jadi momen perpisahan Solskjær dengan MU yang menerima tawaran empat juta poundsterling dari rival asal London Utara, Tottenham Hotspur. Namun, pada saat negosiasi antara Spurs dengan MU, Solskjær menolak. Dia memilih tetap ingin memperjuangkan tempatnya meski harus bersaing dari bangku cadangan.
Di pengujung musim, MU baru insyaf akan keteguhan Solskjær. MU mendapat hoki kala bersua Bayern Munich di final Liga Champions di Camp Nou, Barcelona, 26 Mei 1999. Di menit ke-81, Solskjær masuk menggantikan Andy Cole dalam kondisi MU tertinggal 0-1. Babak kedua hampir berakhir 1-1 setelah Teddy Sheringham menyamakan kedudukan lewat gol di menit 90+1. Saat Bayern mengira akan memainkan extra time, The Baby Face Assassin menunjukkan tajinya dengan membunuh Bayern lewat gol di menit 90+3.
Ribuan fans MU di berbagai tribun sontak bergemuruh. Solskjær mengubah skor 2-1 hingga akhir laga. Trofi “kuping besar” Liga Champions pun dibawa pulang ke Old Trafford setelah 31 tahun.
“Momen gol last minute Solskjær itu memang jadi momentum dalam sepakbola, bahkan menjadi momen bahwa apapun bisa terjadi sebelum peluit akhir pertandingan. Ya mungkin saja ada aspek tersebut ketika manajemen MU memilih Solskjær. Mengapa tidak? Bagaimanapun Solskjær datang ke MU dengan membawa sejarah tersebut,” kata Irfan.
Caretaker Hoki?
Cedera lutut kambuhan membuat Solskjær memilih pensiun pada Agustus 2007. Setahun kemudian, Solskjær mengasuh tim cadangan MU hingga pada 2010 hijrah menangani Molde. Sempat kembali ke Inggris untuk menukangi Cardiff City pada Januari 2014, Solskjær gagal total dan Oktober 2015 Solskjær kembali melatih Molde.
Baca juga: Perjuangan Tim Legendaris Parma Mengembalikan Reputasinya di Serie A Italia
Molde mengizinkan Solskjær “disewa” MU. Solskjær diharapkan ikut membawa “hokinya” lagi seperti ketika jadi pemain.
“Ada pesan yang ingin disampaikan manajemen MU bahwa jangan menyerah meski dalam situasi sesulit apapun. Seperti pengalaman Solskjær semasa jadi pemain. Kini Solskjær harus membangkitkan lagi keyakinan itu kepada semua bintang MU. Mentalitas inilah yang pertama harus dibangun. Setelah itu baru semua aspek taktik dan strategi,” tandas Irfan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar