Seputar Maskot-Maskot Asian Games (Bagian II – Habis)
Selalu ada cerita di balik kemunculan maskot. Termasuk pada Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang.
UNTUK melengkapi Asian Games XVIII 2018 Jakarta-Palembang, panitia menghadirkan tiga karakter fauna khas dari tiga wilayah Indonesia: burung cendrawasih bernama Bhin Bhin, rusa Bawean bernama Atung, dan badak bercula satu bernama Kaka. Ketiganya merupakan hasil sayembara yang digulirkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) RI sejak 2016.
Sebelum ketiganya eksis,sebetulnya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI Imam Nahrawi bersama Wakil Presiden RI Jusuf Kalla sudah pernah meluncurkan maskot bernama Drawa, 27 Desember 2015. Nama Drawa diambil dari kepanjangan “Cen-drawa-sih” karena desainnya terinspirasi dari burung cendrawasih merah (Paradisaea Rubra).
Namun, penampakan Drawa, cendrawasih yang mengenakan kostum pencak silat, justru menuai kritik. Tak hanya dari Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Kemenpora tapi juga dari para netizen Indonesia yang maha benar dengan segala postingan mereka.
Akhirnya, Bekraf menawarkan kerjasama dengan Kemenpora untuk merevisi maskot. Bekraf lalu menggelar sayembara. Mengutip laman Bekraf, 29 Juli 2016, lantas muncullah desain tiga serangkai Bhin Bhin, Atung, dan Kaka. Ketiganya hasil karya Jefferson Edri dan rekan-rekannya dari Feat Studio.
Bhin Bhin menggambarkan burung cendrawasih merah khas Papua, Atung berupa rusa Bawean (Axis Kuhlii), dan Kaka berupa badak Jawa (Rhinoceros Sondaicus). Ketiganya didesain untuk menggambarkan kemajemukan Indonesia dengan sentuhan yang lebih milenial.
Tiga serangkai maskot Asian Games 2018 itu meneruskan “tradisi” maskot di Asian Games yang masing-masing punya kisah unik. Sebelumnya, sudah diulas beberapa kisah di balik maskot-maskot Asian Games dari 1982 hingga 1994. Berikut kisah-kisah maskot dari Asian Games 1998 hingga 2014:
Asian Games 1998: Chai-yo
Figur gajah kembali dimunculkan sebagai maskot Asian Games saat Bangkok, ibukota Thailand, jadi tuan rumah Asian Games ke-13 tahun 1998. Laiknya India, masyarakat Thailand juga mengkramatkan gajah.
Namun dipilihnya gajah untuk maskot bukan semata karena keramatnya hewan itu. Pada 1998, sebagian besar kawasan Asia masih terkena krisis moneter yang bermula dari Thailand pada 1997.
“Pengalaman Thailand terkait krisis disalurkan pada simbol populer berupa gajah. Setelah krisis berlalu, figur-figur gajah selalu diberitakan, bahkan jadi inspirasi beberapa pihak untuk digunakan sebagai tema pameran seni. Oleh karena itu maskot yang dipilIh untuk Asian Games 1998 adalah seekor gajah yang kemudian dinamai Chai-yo,” ungkap Phasuk Phongphaichit dan Christopher John Baker dalam Thailand’s Crisis.
Nama Chai-yo sendiri merupakan bahasa lokal yang berarti kegembiraan, kesuksesan, persatuan, dan kebahagiaan. Kata itu sesuai harapan mereka dalam upayanya untuk bangkit dan jadi tuan rumah yang sukses. Karakter Chai-yoyang dibuat oleh tim BAGOC (Panitia Pelaksana Asian Games Bangkok) digambarkan mengenakan kaus berlogo resmi Asian Games 1998 dan selalu tersenyum dengan gestur menyambut para partisipan Asian Games.
Asian Games 2002: Duria
Sebagai ikon kebanggaan Busan, burung camar dipilih sebagai maskot ketika Busan menjadi tuan rumah Asian Games XIV 2002. Burung camar maskot itu diberi nama Duria. “Nama Duria artinya ‘Anda dan Kita Bersama-sama’ dalam bahasa Korea dan mengekspresikan gagasan Asian Games yang mempromosikan persatuan kemitraan antarbangsa-bangsa Asia,” tulis Suratkabar Korea Herald, 13 Januari 2001.
Duria digambarkan bukan sedang terbang, melainkan sedang berlari. Dua warna yang mempercantik figur Duria, putih dan hitam juga punya makna tersendiri. Situs BAGOC (panitia penyelenggara Asian Games Busan) memaparkan, warna hitam di sayapnya menyimbolkan kebudayaan tradisional Korea dan warna putih di tubuhnya merepresentasikan citra semangat yang kuat dan harapan besar terhadap Asia di awal abad ke-21.
Asian Games 2006: Orry
Doha sebagai tuan rumah Asian Games XV 2006 mempromosikan maskot berupa fauna yang menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) terancam punah: Oryx atau kiang Arab (Oryx Leucoryx). Mengutip laman resmi Dewan Olimpiade Asia (OCA), maskot yang dinamai Orry ini menyimbolkan semangat Asian Games berupa komitmen, antusiasme, respek, perdamaian, dan kegembiraan.
“Maskot ini turut mempromosikan kebudayaan (Qatar) sekaligus merayakan perbedaan,” cetus Dirjen DAGOC (panitia Asian Games) Abdulla Khalid al-Qahtani, dikutip Tamra Orr dalam Cultures of the World: Qatar.
Asian Games 2010: A Xiang, A He, A Ru, A Yi dan Le Yangyang
“Kota Para Kambing”. Begitulah Guangzhou, kota penyelenggara Asian Games XVI 2010, dijuluki. Tak heran bila maskot yang dipromosikan GAGOC (panitia Asian Games Guangzhou) berupa kambing berjumlah lima ekor (empat kambing kecil dan seekor kambing dewasa).
Laman resmi GAGOC menyebutkan, kelimanya diberi nama A Xiang, A He, A Ru, A Yi, dan Le Yangyang. Bila semuanya dirangkaikan, mengandung pesan perdamaian dan semangat Asian Games berupa harmoni, keberuntungan, dan kebahagiaan.
Inspirasi desain kelima kambing itu tak lepas dari cerita rakyat seribu tahun lalu, “Legenda Lima Kambing”, yang mengisahkan petualangan dewa-dewa khayangan menjelajah dengan menunggangi lima kambing berlainan warna.
Asian Games 2014: Barame, Chumuro, dan Vichuon.
Mengingat perhelatannya digulirkan di kota pelabuhan, Incheon, penyelenggara menghadirkan maskot berupa anjing laut tutul (Phoca Largha). Bukan satu, melainkan tiga anjing laut yang digambarkan sebagai tiga bersaudara bernama Barame, Chumuro, dan Vichuon. Ketiga maskot ini sebelumnya sudah digunakan pada Asian Indoor-Martial Arts Games 2013 yang juga dihelat di Incheon.
Mengutip korea.net, 2 September 2014, masing-masing karakter namanya dari bahasa Korea yang berarti pencerahan, angin, dan tarian. Panitia penyelenggara (IAGOC) berharap dengan ketiga maskot ini pesan-pesan perdamaian dan harmoni. “Memilih satwa ini sebagai maskot diharapkan jadi upaya signifikan untuk membawa pesan perdamaian dengan menurunkan tensi di Semenanjung Korea dan konflik-konflik di area-area yang jadi sengketa,” tulis pernyataan IAGOC.
Baca juga:
Nasib Nelangsa Maskot Pertama
Seputar Maskot Maskot Asian Games (Bagian I)
Menyorot Tradisi Maskot
Tambahkan komentar
Belum ada komentar