Satu Abad Olimpiade Paris
Upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024 bikin banyak pihak geleng-geleng kepala. Jauh berbeda di tempat yang sama satu abad lampau.
UPACARA pembukaan Olimpiade XXXIII Paris, Prancis, pada Jumat (26/7/2024) banjir kecaman. Bukan hanya soal pengibaran bendera Olimpiade yang dikibarkan terbalik, tradisi defile kontingen atlet di stadion utama pun diganti dengan defile menggunakan perahu di Sungai Seine. Beberapa segmen hiburannya dinilai kelewatan dan sama sekali tidak menyampaikan pesan dan spirit olimpiade sebagaimana mestinya.
Salah satu perkaranya adalah penampilan laiknya agenda promosi LGBTQ+ dengan diramaikan para drag queen yang memparodikan scene relijius “Perjamuan Terakhir” yang terdapat dalam lukisan karya Leonardo da Vinci. Dalam penampilan itu para drag queen memparodikan diri sebagai Yesus Kristus dan para rasul dan muridnya dalam Perjamuan Terakhir.
Sejumlah pihak ramai-ramai mengutuk. Mulai dari sejumlah politisi sayap kanan Prancis, Donald Trump mantan sekaligus calon presiden Amerika Serikat, hingga Presiden Türkiye Recep Tayyip Erdoğan. Jika Trump menilai penampilan kontroversial itu merupakan aib bagi olimpide, Presiden Erdoğan mengklaim tidak akan datang menghadiri event apapun di Olimpiade Paris 2024 dan akan mengadukan pelecehan agama itu ke Paus Fransiskus.
“Scene memalukan di Paris tidak hanya menyinggung umat Katolik dan umat Kriten dunia tapi juga menyinggung kami. Sebuah event olahraga internasional yang mestinya menyatukan masyarakat dunia sayangnya dibuka dengan melukai kemanusiaan dan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri,” kata Erdoğan, dikutip Anadolu Ajansı, Selasa (30/7/2024).
Menanggapi tajamnya hujan kritik, penyelenggara Olimpiade Paris 2024 menarik video upacara pembukaan bertajuk “SPECTACULAR Paris 2024 Opening Ceremony” dari akun resmi YouTube Olimpiade. Juru bicara komite penyelenggara, Anne Deschamps, juga sampai meminta maaf.
“Yang jelas tidak ada niatan untuk menghina kelompok agama manapun. Upacara pembukaan diniatkan untuk merayakan toleransi di dalam komunitas masyarakat. Kami percaya ambisi ini telah tercapai. Jika ada masyarakat yang tersinggung, kami sangat menyesal,” ujar Deschamps dalam sebuah konferensi pers, dilansir The Guardian, Minggu (28/7/2024).
Tidak sampai di situ, akomodasi di kampung atlet juga dikomplain banyak pihak. Selain soal tempat tidur yang terbuat dari kardus dan busa, ketersediaan makanan yang tidak layak, kamar-kamar atlet tanpa AC atau penyejuk udara, hingga kurangnya privasi bagi para atlet di ruang ganti.
“Kasur (busanya) sangat keras. Buruk. Sangat, sangat keras. Kami tiba dalam keadaan capek pada akhirnya tetap harus rebahan dan istirahat,” kata pesenam Spanyol, Ana Perez, dikutip Newsweek, Selasa (30/7/2024).
Petenis Amerika Coco Gauff bahkan sampai memilih keluar dari kampung atlet. Ia mencari hotel sendiri bagi dia dan tim serta stafnya.
Sebelumya, pada Minggu (28/7/2024) panitia penyelenggara salah menyetel lagu kebangsaan menjelang tim basket putra Sudan Selatan tampil melawan Puerto Rico. Panitia malah menyetel lagu kebangsaan Sudan.
Hal runyam lainnya adalah ketika announcer di event dayung lightweight double sculls putri salah menyebut negara asal. Duet atlet Iran Mahza Javer/Zeinab Norouzi menjelang pertandingan justru di-announce sebagai atlet dari Israel.
Semua itu seolah mengulang blunder di segmen defile pada upacara pembukaan, di mana kontingen Korea Selatan di-announce sebagai kontingen Korea Utara. Padahal kota Paris bukan baru sekali ini jadi host olimpiade musim panas modern, melainkan sudah yang ketiga kalinya.
100 Tahun Silam di Paris
Paris pertamakali terpilih jadi tuan rumah olimpiade pada fase-fase awal olimpiade modern 124 tahun silam. Saat itu olimpiade belum berhias tradisi upacara pembukaan dan upacara penutupan, sumpah atlet, apalagi pawai obor.
Dalam olimpiade modern edisi kedua itu, Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang dipimpin Presiden Baron Pierre de Coubertin untuk pertamakalinya mengizinkan kaum perempuan ikut serta. Namun minusnya, olimpiade yang dihelat 14 Mei-28 Oktober 1900 itu diadakan di dalam agenda Pekan Raya Dunia, L’Exposition Universelle Internationale 1900.
“Tak diragukan lagi Olimpiade Paris 1900 berada di bawah bayang-bayang Pekan Raya Dunia dan di awal-awal fase (penyelenggaraan olimpiade), Coubertin seperti kehilangan kontrol terhadap event-eventnya. Oleh karenanya banyak peserta yang tidak aware bahwa mereka sedang bertanding di event ‘olimpiade’. Jelas itu suatu kegagalan besar,” tulis John Home dan Garry Whannel dalam Understanding the Olympics.
Baca juga: Perempuan Dobrak Patriarki di Olimpiade 1900
Lantas 100 tahun lampau, Paris kembali terpilih menjadi tuan rumah olimpiade yang dihelat 5-27 Juli 1924. Di mana ini, olimpiade sudah memasuki fase yang lebih maju.
“Olimpiade 1924 menandai dimulainya tahap kedua olimpiade modern. Periode 1896-1912 merupakan periode yang mengawali dan sejak Olimpiade Antwerp 1920 sudah dimulai adanya protokol upacara pembukaan dan penutupan resmi,” lanjut Home dan Whannel.
Terpilihnya Paris sebagai host Olimpiade 1924 sendiri sempat menuai kontroversi. Ada dugaan kongkalikong dari Coubertin yang asal Prancis untuk memilih Paris ketimbang kota-kota lain seperti Barcelona, Los Angeles, Roma, atau Amsterdam. Sebab, Olimpiade 1924 akan jadi olimpiade terakhir yang “diurusi” Coubertin sebelum berakhir masa jabatannya sebagai presiden IOC.
“Coubertin bersikeras menginginkan negerinya jadi tuan rumah olimpiade lagi. Maka pada IOC Session ke-20 di Lausanne (Swiss) pada 2 Juni 1921, Paris akhirnya terpilih dan (Coubertin) menebusnya dengan baik,” ungkap John Grasso, Bill Mallon, dan Jeroen Heijmans dalam Historical Dictionary of the Olympic Movement.
Fakta lainnya adalah, untuk pertamakalinya juga motto olimpiade “Citius, Altius, Fortius” (lebih cepat, lebih tinggi, lebih kuat)” dipergunakan secara resmi. Lalu sumpah atlet juga baru diperkenalkan pada Olimpiade Paris 1924.
Olimpiade Paris 1924 juga jadi olimpiade pertama yang berbagai event olahraganya diliput sekitar 1.000 jurnalis via siaran radio secara live. Menariknya, konsep kampung olimpiade sebagai akomodasi para atlet juga baru diperkenalkan di olimpiade ini.
“Tapi walaupun sudah ada semacam konsep ‘kampung olimpiade’ pada Olimpiade Paris 1924, kampung olimpiade yang sesungguhnya (dengan beragam pelayanan) baru hadir di Olimpiade 1932 (Los Angeles), lengkap dengan bangunan rumahsakit, bank, kantor pos, kantor telegraf, dan dinas pemadam kebakaran,” urai Geraint John dan Dave Parker dalam Olympic Stadia: Theatres of Dreams.
Baca juga: Mula Api dan Pawai Obor Olimpiade
Untuk menjamu para tamu dari 44 kontingen negara lain dalam upacara pembukaan dan beragam event, Prancis membangun stadion baru pada 1922-1924, yakni Stade Olympique Yves-du-Manoir atau dikenal juga dengan Stade de Colombes. Selain jadi venue upacara pembukaan, stadion yang mulanya berkapasitas 40-an ribu orang itu juga jadi venue cabang-cabang atletik, sepeda, equestrian, senam, tenis, rugby, dan anggar.
Meski beberapa cabang olahraga sudah mulai dipertandingkan sejak 4 Mei 1924, upacara pembukaannya baru digelar pada 5 Juli 1924 di Stade de Colombes. Menukil suratkabar Inggris, The Manchester Guardian (kini The Guardian) edisi 7 Juli 1924, upacara pembukannya dihadiri Coubertin selaku presiden IOC, Presiden Prancis Gaston Domergue, Pangeran Henry selalu perwakilan Inggris, dan sejumlah duta besar negara asing.
Pertunjukan musik atau hiburan lain saat itu belum ada. Adanya baru sekadar pernyataan Presiden Domergue yang memproklamirkan Olimpiade Paris 1924 resmi dibuka dan disusul parade ribuan atlet dari 45 kontingen.
Upacaranya dimulai dengan salvo meriam. Lantas, pengumandangan lagu kebangsaan Prancis, “La Marsellaise”, sebelum disusul suara terompet memulai parade para atlet.
“Para atlet berbaris dengan beraneka ragam warna dalam busana mereka. Setiap kontingen berhak memilih busana seragam yang mereka kenakan dan hasilnya adalah barisan penuh warna yang luar biasa mulai dari badges hingga topi fez atau topi jerami,” tulis The Manchester Guardian.
Untuk pertamakalinya juga setiap kontingen berdefile dalam susunan sesuai alfabet dalam bahasa Prancis. Maka, sejumlah kontingen dari Inggris Raya berdefile terpisah dan barisan yang paling depan adalah kontingen Afrika Selatan karena menurut bahasa Prancis, negaranya beridentitas “Afrique du Sud”. Baru kemudian disusul Argentina dan Austria, dan seterusnya menurut abjad.
“Stade de Colombes sudah penuh sesak dengan penonton pada pukul 2.30 siang (upacara pembukaan) dimulai. Terdengar paduan suara diiringi marching band di depan barisan kontingen Afrika Selatan yang memimpin defile di arena. Hanya kontingen Prancis dan Belgia yang mendapat sambutan aplaus paling meriah dibandingkan kontingen Amerika. Sementara kontingen Skotlandia membawa serta iringan barisan musik bagpipe dari band The Cameron Highlander,” tulis Nicholas Whitlam dalam Paris 1924.
Baca juga: Etalase Nazi di Olimpiade
Setelah semua atlet di setiap barisan kontingen melewati tribun VIP sembari memberi hormat, bendera Olimpiade pun dikibarkan. Lalu Georges André yang mewakili atlet tuan rumah maju ke hadapan para penonton dan tamu-tamu VIP untuk membacakan sumpah atlet.
“Kami bersumpah akan berpartisipasi dalam olimpiade sebagai atlet yang loyal, menghormati segala peraturannya, dan akan bertanding dalam semangat ksatria demi kehormatan negara kami dan kejayaan olahraga,” ucap André, dikutip The Manchester Guardian.
Pasca-pengucapan sumpah atlet, salvo meriam kembali menyalak. Seiring bendera Olimpiade berkibar, para tamu VIP turun tribun dan upacara pembukaan Olimpiade Paris 1924 pun berakhir dengan sederhana tapi tetap elegan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar