Memori Manis Johan Neeskens
Sosok kunci kesuksesan Ajax, Barcelona, dan timnas Belanda di era “total football”. Menghabiskan masa senja hingga tutup usia di sepakbola.
SATU per satu generasi skuad total football timnas Belanda era keemasan (1970-an) berpulang. Setelah Dick Nanninga pada 2015, Johan Cruyff pada 2016, Rob Rensenbrink pada 2020, dan doelman (kiper) Jan Jongbloed pada 2023, kabut duka kini menaungi kepergian Johan Neeskens.
Neeskens wafat pada Minggu (6/10/2024) di usia 73 tahun setelah terkena serangan jantung di Aljazair. Bintang legendaris itu belakangan turut sebagai duta program coaching clinic, KNVB WorldCoaches di Aljazair. Walau tim medis sudah berusaha memberikan perawatan intensif ketika Neeskens tumbang, nyawanya tak tertolong hingga dinyatakan meninggal.
“Tidak ada kata-kata yang mampu menggambarkan kehilangan yang besar ini. Pikiran kami bersama istrinya, Marlis dan anak-anaknya, serta keluarga dan kerabat. Dunia tidak hanya harus berpisah pada seorang pesepakbola bertalenta tapi juga sosok yang sangat berkomitmen,” ungkap federasi sepakbola Belanda, KNVB, dalam pernyataan di laman resminya, Senin (7/10/2024).
Baca juga: Yang Dikenang tentang Sven-Göran Eriksson
Berpulangnya bintang yang dianggap sejajar dengan Cruyff itu tentu memantik duka dari berbagai pihak. Utamanya dari mereka yang punya kenangan dan catatan sejarah manis selama Neeskens berkarier baik sebagai pemain maupun pelatih. Neeskens yang memulai karier di Ajax Amsterdam turut mengantarkan “Tim Oranje” mencapai final Piala Dunia 1974 dan 1978.
“Ia memainkan peran fundamental di dua tim yang paling berpengaruh dalam sepakbola, klub Ajax di awal 1970-an dan timnas Belanda yang jadi finalis Piala Dunia FIFA 1974 dan 1978. Khususnya kerjasamanya di lapangan bersama mendiang Johan Cruyff akan memastikan warisannya tetap abadi. Semoga ia beristirahat dalam damai,” ungkap Presiden FIFA, Gianni Infantino, di laman resmi FIFA, Senin (7/10/2024).
Anak Broken Home ke Pentas Dunia
Sistem Total Football Belanda memang digagas Rinus Michels dengan bintangnya Johan Cruyff. Namun banyak orang lupa bahwa kunci eksponen dari sistem itu adalah Neeskens yang memainkan peran gelandang box-to-box. Ia juga tak seperti kebanyakan bintang Belanda di masa itu yang merupakan produk dari akademi Ajax.
Lahir di Heemstede, Belanda pada 15 September 1951, Neeskens tumbuh dalam lingkungan keluarga yang prihatin ekonominya karena ia anak broken home. Latar belakang inilah yang kemungkinan kelak membuatnya tetap jadi pesepakbola yang low profile dan acap menghindari perhatian publik dan media massa.
Saking miskinnya keluarganya, Neeskens lebih sering tidur di koridor karena sempitnya rumah tempat tinggalnya. Di masa sekolah, ia menonjol di banyak bidang olahraga, terutama sepakbola sebagai pelipur lara.
Baca juga: Ronald Koeman Pahlawan Katalan dari Zaandam
Neeskens akhirnya membulatkan tekad memilih sepakbola sebagai jalan hidupnya. Ia memulainya bersama tim lokal Racing Club Heemstede (RCH) pada 1968.
“Di klub itu ia masih berposisi bek (kanan). Mantan pemain lawan (Ajax) Bobby Haarms mengenang, ‘ia seperti pilot kamikaze, seperti prajurit garis depan. Ketika ia diperintahkan merebut bola, ia benar-benar ganas melakukannya’,” tulis David Winner dalam Brilliant Orange: The Neurotic Genius of Dutch Football.
Gaya bermain lugas dan beringas Neeskens ketika memburu bola dari kaki lawan tidak hanya dilakukan di lini belakang. Seringkali, lanjut Winner, Neeskens menguber bola sampai masuk ke wilayah lawan. Gaya bermain inilah yang membuat Michels kepincut merekrutnya ke Ajax pada 1970.
Baca juga: Bomber Sangar Itu Bernama Gerd Müller
Namun, ia dibesut Michels hanya sebentar karena sang pelatih keburu hijrah ke Barcelona. Sementara di bawah asuhan pelatih baru Ajax, Ştefan Kovács, Neeskens yang mentalnya sekuat baja dan staminanya di atas rata-rata mulai berevolusi jadi gelandang box-to-box yang aktif membantu pertahanan dan serangan.
“Dia sendiri saja setara dua orang di lini tengah,” kenang mantan rekan setimnya di Ajax, Sjaak Swart, dikutip UEFA, 18 Juli 2015.
Dengan Neeskens, Ajax pun tak hanya bergelimang gelar-gelar domestik Eredivisie dan KNVB Cup pada awal 1970-an tapi juga hattrick gelar European Cup (kini Liga Champions) kurun 1970-1973. Tentu Neeskens juga berperan ketika Ajax sukses meraih treble winners: Eredivisie, KNVB Cup, dan European Cup di musim 1971-1972.
“Namun kemudian tim Ajax mulai tercerai-berai pada 1974. Pertama-tama Cruyff dan kemudian Neeskens ikut diajak Michels ke Barcelona. Jika tim itu tetap utuh, sangat mungkin mereka jadi penantang Bayern Munich untuk gelar European Cup 1974,” tulis Richard Witzig dalam The Global Art Soccer.
Baca juga: Sisi Lain Der Kaiser Franz Beckenbauer
Kembali dibesut Michels di Barcelona, Neeskens turut mengantarkan tim Katalan itu menyabet gelar Copa del Rey 1977-1978 dan Winner’s Cup 1978-1979. Saking dipujanya oleh “Cules”, fans Barcelona, Neeskens sampai dijuluki “Johan Segon” alias Johan (Cruff) II.
“Neeskens adalah pahlawan bagi Barça, sebagaimana ia pahlawan Belanda. Selama berkarier di klub kurun 1974-1979, tampil gemilang selama 233 laga dan mencetak 54 gol. Ia memenangkan hati Blaugrana dengan dedikasinya,” ungkap klub dalam pernyataannya untuk obituari Neeskens di laman resminya, Senin (7/10/2024).
Di timnas Belanda, Neeskens mulai masuk skuad Oranje sejak 1970. Kala itu tim Oranje masih dibesut pelatih asal Cekoslovakia, František Fadrhonc. Michels baru menggantikannya pada Maret 1974 jelang Piala Dunia 1974 di Jerman Barat.
Total, Neeskens mencatatkan 49 caps dan 17 gol untuk Belanda sampai pensiun dari timnas pada 1981. Ia harus puas menyaksikan sistem total football belum mampu membuahkan trofi Piala Dunia. Belanda terpaksa gigit jari dua kali berturut-turut kalah dari tuan rumah: Jerman Barat (1-2) pada 1974 dan Argentina (1-3) pada 1978.
Baca juga: Penyebab Johan Cruyff Absen di Piala Dunia 1978
Adapun di level klub, Neeskens baru benar-benar gantung sepatu pada 1991 setelah sempat berkarier New York Cosmos (1979), FC Groningen (1984), South Florida Sun (1985), Kansas City Comets (1986), Baar (1987), dan FC Zug (1991). Setelahnya Neeskens beralih ke tepi lapangan untuk jadi asisten pelatih timnas Belanda (1995-2000), asisten pelatih timnas Australia (2005-2006), hingga asisten pelatih Barcelona (2006-2008).
Di usia senjanya, Neeskens masih bergelut di sepakbola setelah “dikaryakan” KNVB. Ia diikutsertakan dalam proyek “KNVB WorldCoaches” sebagai salah satu bintang legendaris era total football, hingga akhir hayatnya pada 6 Oktober 2024.
Tapi belum hilang rasa duka atas wafatnya Neeskens, sehari setelahnya datang pula kabar tak kalah mengkhawatirkan. Eks-rekan Cruyff dan Neeskens di Ajax dan timnas Belanda lainnya, Johnny Rep, juga dikabarkan terkena serangan jantung dan masih dirawat intensif di sebuah rumahsakit di Spanyol.
“Pihak asuransi ingin Johnny dipulangkan ke Belanda karena harga alat pacu jantungnya hanya 8.400 euro sementara di Spanyol 21.000 euro. Tapi keluarganya mengatakan bahwa Johnny terlalu lemah untuk berperjalanan jauh,” tukas penulis biografi Rep, Mark van den Heuvel, kepada Algemeen Dagblad, Senin (7/10/2024).
Baca juga: Dua Kaki Andreas Brehme
Tambahkan komentar
Belum ada komentar