Korea Merajut Persatuan Lewat Olahraga
Bahu-membahu di bawah panji Unifikasi. Melebur jadi satu dengan menghayati lagu “Arirang”.
STADION Utama Gelora Bung Karno menjadi saksi bisu momen bersejarah Sabtu, 18 Agustus 2018, lalu. Bukan hanya soal upacara pembukaan Asian Games XVIII nan mengagumkan, namun juga momen bersatunya dua bangsa Korea –Korea Selatan (Korsel) dan Korea Utara (Korut).
Dalam defile kontingen, para atlet kedua negara berjalan bersama sambil menyapa puluhan ribu hadirin. Mereka mengenakan busana santai bercorak putih-biru plus bendera unifikasi berwarna dasar putih bermotif Semenanjung Korea berwarna biru.
Saat kontingen istimewa itu berlalu di tengah arena, seketika Wakil Perdana Menteri (PM) Korut Ri Yong-nam dan PM Korsel Lee Nak-yeon bangun dari kursi lantas bergandengan tangan sambil melambaikan tangan ke arah kontingen. Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi ikut berdiri turut memberi hormat. Tak ketinggalan Presiden Joko Widodo ikut memberi tepuk tangan dan lambaian tangan.
“Ya seperti kita tahu, Indonesia sendiri turut mendukung unifikasi Korea,” tutur Rostineu, dosen Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, kepada Historia.
Presiden Olympic Council of Asia (OCA) atau Dewan Olimpiade Asia Sheikh Ahmad al-Fahad al-Sabah, mengapresiasi persatuan Korea di di Asian Games 2018. “Kita membuat sejarah hari ini…karena Korea Selatan dan Korea Utara bersatu dalam satu tim untuk bertanding di Asian Games 2018,” ujarnya dalam pidato di upacara pembukaan.
Menyambung Tali Persaudaraan di Arena
Dalam ranah politik, unifikasi lahir sejak 1969 dengan berdirinya Badan Unifikasi (kini Kementerian Unifikasi). Namun, upaya untuk bersatu yang lebih riil datang lebih dulu lewat olahraga. Momen itu terjadi saat perwakilan Korut dan Korsel bertemu di Hong Kong, 17 Mei 1963.
Brian Bridges dalam Playing the Game? Sport and the Two Koreas memaparkan, kedua delegasi mencanangkan pembentukan sebuah tim bersama untuk tampil di Olimpiade Musim Panas 1964 di Tokyo. Sayang, rencana itu tak mendapat lampu hijau dari Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Korea Bersatu Turunkan Tim di Cabang Basket Putri Asian Games 2018 (Foto: INASGOC)
Titik masalahnya ada pada Korut. Enam atlet cabang atletik Korut masih dalam sanksi larangan ikut olimpiade gara-gara berpartisipasi di GANEFO (Games of the New Emerging Forces) I, event olahraga multicabang yang dibuat Presiden Indonesia Sukarno untuk melawan IOC, pada 10-22 November 1963.
Dalam beberapa episode olimpiade maupun beberapa ajang lain, usulan serupa datang lagi. Hasilnya, setali tiga uang alias gagal di tengah jalan. Sedikit kemajuan baru datang di Asian Games XI Beijing 1990. Walau kembali gagal menurunkan tim bersama, persatuan Korea hadir dengan eksisnya bendera unifikasi.
“Setelah di Asian Games (1990) itu, barulah ada tim bersama. Dimulai dari tenis meja tahun 1991 (World Table Tennis Championships 1991 di Jepang). Lalu ada sepakbola di Portugal (Piala Dunia Yunior 1991). Karena kalau bicara unifikasi, lebih mudah dengan olahraga ketimbang politik,” ujar Bae Dong-sun, penulis dan peneliti sejarah modern Korean Cultural Center, kepada Historia.
Di Kejuaraan Dunia Tenis Meja 1991, tim Korea Bersatu menghasilkan tiga medali: sekeping perak yang diraih Ri Pun-hui (tunggal putri) dan dua perunggu yang dikantongi Kim Taek-soo (tunggal putra) dan Kim Song-hui/Ri Pun-hui (ganda campuran). Sedangkan di Piala Dunia Yunior 1991, tim Korea menembus perempatfinal meski akhirnya dihentikan Brasil 1-5.
Kendati sempat lama berhenti akibat ketegangan politik, momen persatuan kembali muncul di Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang 2018. Tim Korea Bersatu hadir lagi di cabang hoki putri. Kini, di Asian Games, tim Korea Bersatu turun di cabang basket putri, dayung dan perahu naga putra dan putri.
Baca juga:
Korea Bersatu di Arena
Tangan Dingin Moon Jae-in
Ganefo, Bukan Sekadar Kompetisi Olahraga Biasa
Ganefo, Olimpiadenya Bangsa Asia Afrika
Tambahkan komentar
Belum ada komentar