Hindia Belanda "Kurcaci" di Piala Dunia
Karena postur pemain kecil dan pendek, tim Hindia Belanda di Piala Dunia dianggap sebagai kurcaci dari Timur Jauh.
BENAR bahwa tim nasional Indonesia, kala itu masih pakai nama Dutch East Indies (Hindia Belanda), pernah masuk putaran final Piala Dunia. Tapi jangan senang dulu. Hindia Belanda melenggang ke putaran final Piala Dunia di Prancis tahun 1938 tanpa melakoni satu pun pertandingan di babak kualifikasi –sistem yang mulai dipakai sejak Piala Dunia 1934. Jepang, yang mestinya jadi lawan Hindia Belanda, urung bertanding karena terlibat pertikaian dengan China. Jadilah Hindia Belanda melenggang tanpa perlu bertanding. Keberuntungan pertama.
Tim Hindia Belanda pun hanya perlu melewati Amerika Serikat di partai play off yang rencananya digelar di Rotterdam, Belanda, 20 Mei 1938. Tim Hindia Belanda tiba di Den Haag sehari sebelum pertandingan. Hanya, beberapa saat setelah mendarat, mereka mendapat kabar Amerika Serikat ogah melakukan tanding play off. Tak jelas karena alasan apa –buku ini tak mencatatnya. Untuk kali kedua Dewi Fortuna memberkati. Dengan demikian, tim Hindia Belanda dapat bertanding dalam putaran final Piala Dunia.
Selama 17 hari, tim asuhan Johannes van Mastenbroek melakukan persiapan dengan melakukan pertandingan uji-coba melawan klub-klub Belanda. Mereka juga mendapat masukan dari manajer tim Belanda pada Piala Dunia 1934 dan 1938, Robert “Bob” Glenndening.
Minggu, 5 Juni 1938, mulailah untuk kali pertama negara dari daratan Asia berlaga di Piala Dunia. Di bawah tatapan 9.000 pasang mata yang memadati Stadion Velodrome Municipal, Reims, para pemain bertubuh kecil berjuang keras menghadapi Gyorgi Sarosi cs dari Hungaria. Secara teknik mereka tak kalah. Tapi perbedaan fisik dan penguasaan taktik permainan membuat Hindia Belanda bertekuk lutut 0-6.
Perbedaan fisik memang menjadi warna paling mencolok. Para pemain Hindia Belanda ibarat kurcaci di hadapan pasukan Hungaria. “Saya seperti melihat 22 atlet Hungaria dikerubungi 11 kurcaci,” kata Walikota Reims Paul Marchandeau yang hadir menyaksikan pertandingan.
Menurut Asep Ginanjar dan Agung Harsya dalam 100+ Fakta Unik Piala Dunia, meski kalah telak, Hindia Belanda tercatat sebagai salah satu tim yang paling berwarna: dua orang pemain asal Sumatra, dua orang Ambon, seorang Jawa, empat orang beretnis Tionghoa, dan sisanya berdarah Belanda.
Dalam Piala Dunia 1938 ini Italia bertemu dengan Hungaria di babak final. Keduanya memperagakan sepakbola yang lumayan atraktif. Italia akhirnya mempertahankan gelar setelah menang 4-2.
Selain Hindia Belanda sebagai negara Asia pertama di Piala Dunia, ada serba pertama lainnya yang muncul dalam Piala Dunia 1938. Antara lain pencantuman nomor pada kostum pemain dan gol bunuh diri yang dicetak pemain Swiss, Ernst Loertscher, ketika menghadapi Jerman. Untuk kali pertama juga tuan rumah, dalam hal ini Prancis, otomatis masuk putaran final tanpa melalui kualifikasi.
Kehadiran Hindia Belanda di Piala Dunia 1938 adalah satu dari 100 fakta unik, termasuk 10 momen terdahsyat, sepanjang sejarah Piala Dunia yang disajikan dalam buku ini. Juga berbagai peristiwa menarik, heroik, fenomenal, dramatis, tragis, sekaligus lucu dan unik dari perhelatan akbar empat tahunan yang disebut-sebut sebagai “The Greatest Show on Earth”.
Fakta unik lainnya pada Piala Dunia 1938 yang dijelaskan dalam buku ini adalah mengenai pemain Brasil, Leonidas da Silva. Di babak perempat final, pelatih Brasil Ademar Pimenta tak memasang Leonidas padahal dalam tiga laga sebelumnya Leonidas selalu mencetak gol; total enam gol. Alasannya: Leonidas cedera.
Brasil mendapatkan kritikan. Ada yang menengarai, Leonidas diistirahatkan karena tekanan penguasa Italia, Benito Mussolini. Dugaan lainnya, Leonidas disiapkan untuk partai final. Ternyata mimpi final tak kesampaian. Tanpa Leonidas, Brasil tewas 1-2 di tangan Italia. Leonidas akhirnya dipasang pada perebutan posisi ketiga melawan Swedia. Dari empat gol Brasil, dua gol dilesakkan Leonidas, yang menjadikannya sebagai pencetak gol tersubur. Dia pun dianugerahi Golden Shoe.
Leonidas juga punya sisi unik tersendiri. Sebelumnya, saat melawan Polandia di babak penyisihan, dia masuk lapangan pada awal babak kedua dengan telanjang kaki. Kontan, wasit Ivan Eklind langsung menyuruhnya memakai kembali sepatunya.
Uniknya, saat mencetak gol keempat di pertandingan ulang yang memastikan kemenangan 6-5, Leonidas melakukannya tanpa sepatu. Sesaat sebelum mencetak gol, “The Black Diamond”, julukan bagi Leonidas, sengaja mencopot sepatunya. Untuk mengelabui wasit dan lawan, dia membenamkan kakinya ke lumpur yang memenuhi lapangan Stade de la Meinau, Strasbourg. Dengan kaki berlumpur itu dia mencetak gol yang kemudian dikenang sebagai stocking goal.
Rasanya Piala Dunia selalu menghadirkan warna baru yang menarik. Tak heran jika Indonesia punya mimpi untuk tampil di ajang paling bergengsi ini. Tapi, untuk sampai ke sana, ada pertandingan di babak kualifikasi yang berat, sementara di level Asia Tenggara saja tim nasional Indonesia masih kedodoran. Satu-satunya cara, ya menjadi tuan rumah.
Tapi impian Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 kandas juga karena hingga batas waktu yang ditentukan FIFA, yaitu 10 Februari 2010, PSSI belum juga mengantongi restu dari pemerintah. Padahal, dukungan dari pemerintah menjadi salah satu syarat wajib. Alasannya: pemerintah sedang berkonsentrasi pada rakyat. Benarkah?
Baca juga:
Macan Jawa di Final Piala Dunia
Mimpi Indonesia di Piala Dunia Terganjal Israel
Tambahkan komentar
Belum ada komentar