Sejumput Kisah Sersan Baidin
Ksatria Belanda di Salatiga. Pria asal Madura ini adalah jago tempur tentara kolonial.
Sebuah upacara militer diadakan di Salatiga pada 1937. Para serdadu aktif tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) dari perwira sampai tamtama dan dari berbagai kesatuan maupun para pensiunan KNIL pribumi yang tergabung dalam Bond van Inheemse Gepensioneerde Militairen (BIGM) hadir di sana. Sersan Baidin yang sudah sepuh kala itu –sudah berusia 78 tahun– menjadi bintangnya. Upacara itu diadakan untuknya.
“Merupakan kehormatan bagi saya hari ini untuk dapat berbicara pada kesempatan ulang tahun ketiga puluh sebagai Ksatria Militaire Willemsorde,” kata pejabat militer Belanda di acara.
Pejabat itu dan hadirin yang lain mengucapkan selamat kepada Baidin yang telah 30 tahun menjadi ksatria Ridder Militaire Willemorde kelas empat.
Baidin mendapatkan bintan ksatria itu lantaran menjadi pahlawan KNIL. Sersan Baidin adalah serdadu KNIL dengan nomor stamboek 33738. Menurut Deli Courant (12 April 1937) dan De Locomotief (30 Maret 1937), Baidin lahir di Bangkalan, Madura, pada 1859.
Baidin mulai menjadi anggota KNIL sejak 1889. Kariernya dimulai dari bawah. Namun sebelum 1905 dia sudah menjadi sersan. Kala itu bisa mencapai sersan merupakan sebuah pencapaian yang baik bagi orang-orang pribumi. Seorang sersan tentu bisa berbahasa Belanda untuk berbicara dengan perwira yang sebelum abad XX nyaris semua orang Belanda pada. Sebagai sersan, sudah tentu Baidin bisa baca-tulis pula.
Pada 1905, Baidin bertugas di Sulawesi Tengah untuk menumpas kerajaan yang melawan pemerintah Hindia Belanda di sana. Salah satu perlawanan terjadi di Tamungku, Kabupaten Poso. Di Tamungku, menurut Masyuddin Masyhuda dkk. dalam Sejarah Perlawanan Terhadap Imperialisme dan Kolonialisme, terdapat kerajaan bernama Pebato dengan orang-orang Tanambo di dalamnya.
Dari 12 Juli 1905 sampai 1 Agustus 1906, Baidin bertugas di bawah komando Letnan HJ Voskuil. Koran Bataviasche Niuewsblad edisi 11 April 1907 menyebut Baidin dan kawan-kawannya melakukan perebutan benteng Tamungku pada 12 Desember 1905. Dua kali Baidin berusaha menjebol benteng itu. Dia berusaha menjebol pertahanan orang-orang Poso itu dengan memanjat pagar kubu pertahanan lawan.
Aksi Baidin tersebut diapresiasi atasannya. Kerajaan Belanda lalu mencatat prestasi itu. Maka berdasar Koninklijk Besluit tanggal 28 Maret 1907 nomor 96, Sersan Baidin termasuk anggota KNIL yang diberikan penghargaan Ridder Militaire Willemsorde (MWO) kelas empat (MWO) terkait ekspedisi militer di Sulawesi tadi.
Selain bintang MWO, Baidin juga memiliki beberapa lencana kehormatan. Antara lain lencana Sulawesi 1905-1908 dan lencana Aceh 1873-1896, Aceh 1896-1900, serta Aceh 1901-1905. Baidin lama bertugas di Aceh. Sebab, daerah itu sulit ditangani oleh KNIL.
Setelah bertugas 18 tahun, dia mendapat Gesper Perak. Pada 1913, Baidin pensiun dari dinas militer. Baidin lalu menjadi polisi di Bandung hingga tua. Setelah pensiun, Baidin pindah ke Salatiga dan hidup tenang di kota berhawa sejuk dan tenang itu.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar