Raja Intel Salah Parkir
Benny Moerdani pernah kena damprat pasukan marinir gegara salah parkir kendaraan.
AKTIVIS cum seniman Ratna Sarumpaet mencak-mencak. Pasalnya, mobilnya yang terparkir di jalan kawasan Tebet diderek oleh petugas Dinas Perhubungan (Dishub) karena melanggar rambu lalu-lintas.
Tak terima, Ratna menghubungi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesan. Petugas Dishub lantas memulangkan mobilnya. Masalah memang selesai. Namun, insiden ini terlanjur viral di lini massa.
Kasus Ratna mengingatkan kita pada polah Fajar Sidik belum lama ini. Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Gerindra ini mengamuk kepada Dishub. Perkara sama. Mobilnya berhenti sembarangan di tempat parkir liar. Dia menolak seraya mengunjuk diri sebagai anggota dewan. Dia malah mengancam akan membawa masalah penderekan mobilnya ke dewan.
Baca juga: Prabowo Tuduh Benny Moerdani akan Kudeta
Ratna dan Fajar seharusnya belajar dari Benny Moerdani, perwira intelijen era Orde Baru yang kemudian menjadi Panglima ABRI periode 1983-1988. Sebagaimana dikisahkan Julius Pour dalam biografi Benny Moerdani: Profil Prajurit Negarawan, sekali waktu, Benny sowan ke kantor Kopkamtib hendak menjumpai Panglima Laksamana Soedomo. Kunjungan Benny berkaitan dengan posisinya yang memangku jabatan penting sejumlah biro intelijen: asisten intelijen (asintel) Hankam, asintel Kopkamtib, dan wakil ketua Bakin (kini BIN). Dia pun menjadi Kepala Pusat Intelijen Strategis (Kapusintelstrat) di Hankam.
Benny saat itu tak berseragam TNI, hanya mengenakan pakaian sipil. Tiba-tiba seorang anggota Korps Marinir AL, penjaga kantor Kopkamtib, menghampiri Benny dan serta-merta melontarkan bentakan. Rupanya, Benny salah memarkirkan mobilnya. Dengan tenang Benny mengalihkan kendaraannya ke tempat parkir, tanpa berbantah.
“Mungkin memang saya salah sendiri, koq waktu itu pakai pakaian preman,” kata Benny.
Baca juga: Benny Moerdani Mengawasi Anak-Anak Cendana
Padahal jika mau, Benny bisa saja kasih “pelajaran” kepada anggota marinir yang membentaknya. Jurnalis Australia, David Jenkins mengungkap betapa luasnya kekuasaan Benny menindak dan mengintimidasi. Dalam kapasitasnya sebagai asintel Kopkamtib, Benny juga menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas Intelijen (Satgasintel).
“Dalam hal ini, dia punya wewenang menggunakan aturan Kopkamtib untuk menahan orang selama 48 jam atau lebih. Sebagai Kapusintelstrat, dalam keadaan darurat dia punya wewenang kontrol operasional terhadap pasukan Kopassandha, yaitu 5.000 tentara komando ‘garda pretorian’ Hankam,” tulis Jenkins dalam Soeharto dan Barisan Jenderal Orba: Rezim Militer Indonesia 1975-1983.
Namun bagi Benny, sebagai orang intel, dirinya merasa beruntung tak terlampau dikenal khalayak. Sebagaimana dituturkan Julius Pour, ketika Benny sudah berbintang dua, seorang kolonel masih juga sempat bertanya kepada penjaga Markas Hankam, “Lho siapa jenderal itu?”.
“Perwira ABRI saja nggak kenal saya,” kata Benny.
Menurut Julius Pour, ada sebuah petunjuk tak tertulis di kalangan wartawan Indonesia semasa Benny memegang kendali intelijen sampai dia menjabat Panglima ABRI. Foto Benny tak boleh sampai muncul di koran. Ketentuan tersebut telah ikut menjadikan wajah Benny tak banyak dikenal.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar