KSAL Pertama yang Berasal dari Angkatan Laut
KSAL ketiga ini bekas anggota Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Bahkan pernah terlibat Perang Dunia II. Dua pendahulunya dari pelayaran.
BULAN-bulan pertama setelah Indonesia merdeka, Tentara Keamanan Rakyat Laut (TKR Laut) dipimpin oleh Mas Pardi. Ia memimpin sejak masa Badan Keamanan Rakyat Laut (BKR Laut). Setelah Mas Pardi, Mohamad Nazir lalu memimpin armada laut Republik Indonesia itu. Keduanya diakui sebagai Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dengan pangkat Laksamana III.
Rika Umar dalam Laksamana Mochamad Nazir: Karya dan Pengabdiannya menyebut M. Nazir pernah bekerja di perusahaan pelayaran swasta sebelum bekerja di jawatan pelayaran. Mas Pardi juga pernah bekerja di jawatan pelayaran. Di zaman pendudukan Jepang, mereka menjadi pelatih di sekolah pelayaran yang dibentuk militer Jepang.
Setelah Kabinet Amir Sjarifuddin lengser, kepemimpinan di Angkatan Laut berubah. Di bawah Perdana Menteri Mohammad Hatta, Angkatan Laut dibenahi dengan dibentuk Komisi Reorganisasi Angkatan Laut (KRAL) pada 17 Maret 1948. Buku Sejarah Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut 1945–1950 menyebut KRAL membantu melakukan reorganisasi dan rasionalisasi di Angkatan Laut.
Baca juga: Subyakto di Kapal Selam Belanda
Setelah reorganisasi tersebut, Angkatan Laut tidak lagi punya pasukan tempur darat bernama Tentara Laut Republik Indonesia (TLRI). Anggota TLRI kemudian dimasukan ke Angkatan Darat. Setelah reorganisasi dan rasionalisasi juga tidak ada lagi laksamana di Angkatan Luat Republik Indonesia (ALRI). Paling tinggi hanya kolonel.
Setelah tugasnya selesai, KRAL dibubarkan pada akhir April 1948. R. Subyakto diangkat menjadi KSAL. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 44/A.mil/48 tanggal 28 April 1948 yang berlaku surut mulai 1 April 1948 (tersimpan di arsip Kementerian Pertahanan RI No. 482), Letnan Kolonel Subyakto diangkat menjadi KSAL dengan pangkat kolonel.
Di bawah Subyakto, ALRI menjadi lebih ramping. Bung Hatta tentu berharap angkatan perang lebih efisien bagi negara yang kekurangan dana. Kolonel Heri Sutrisno dkk. dalam Laksamana R. Subyakto Perintis Modernisasi Angkatan Laut menyebut Subyakto sangat menaruh pehatian serius dalam pendidikan teknis kelautan para anggotanya.
Baca juga: Operasi Khusus Subyakto
Sebelum Yogyakarta dikusai Belanda, ALRI sudah membangun basis perjuangan di Aceh. Sehingga perjuangan ALRI berlanjut ketika ibu kota Republik Indonesia diduduki Belanda. Subyakto hadir dalam perjuangan itu. Ia berada di Aceh. Setelah sengketa Indonesia-Belanda dari 1945 hingga 1949 berakhir, Subyakto terus menjadi KSAL. Setidaknya hingga 1949.
Apa yang diperbuat Subyakto di ALRI nyaris selalu dikerjakan sesuai kebutuhan yang ada dan kemampuan negara. Di zaman Subyakto, kapal selam tidaklah dipaksakan. Bahkan pesawat warisan Angkatan Laut Belanda tidak dikuasainya melainkan diberikan kepada Angkatan Udara. ALRI di bawah Subyakto lebih fokus di perkapalan dahulu, setelah itu beres, baru melebarkan kekuatan ke pesawat udara dan kapal selam.
Dibanding dua KSAL pendahulunya, Subyakto adalah bekas anggota Angkatan Laut pertama yang menjadi KSAL. Bahkan Subyakto pernah terlibat Perang Dunia II. Sebagai bekas Angkatan Laut Kerajaan Belanda, Subyakto tentu mengerti karakter lawannya, setidaknya ia tahu bagaimana Angkatan Laut Kerajaan Belanda bekerja.*
Tambahkan komentar
Belum ada komentar