KNIL Turunan Genghis Khan
Dia mengaku pernah di Batalyon Andjing NICA. Kemudian pernah bertarung di Korea.
MESKI kulitnya putih, wajahnya tak seperti kebanyakan orang Belanda. Namanya Gerard Karel Meijers. Setelah usianya 62 tahun pada awal dekade 1990-an, dia jadi berita di Negeri Belanda. Dia mengaku sebagai Pangeran Dschero Khan, keturunan terakhir Genghis Khan dari Mongolia.
Semua tahu Genghis Khan (1162-1227) alias Temujin adalah panglima militer Mongolia tersohor. Dengan pasukan berkudanya, dia telah menaklukkan banyak daerah di Asia Tengah. Genghis Khan kemudian menurunkan raja besar di Tiongkok, Kubilai Khan. Raja Kubilai pasukannya menyerang Kartanegara di Singosari.
Dschero Khan alias Gerard Karel Meijers punya cerita luar biasa, meski meragukan. Kisahnya mirip cerita film laga. Koran Belanda Niuewsblad van het Noorden edisi 15 Juni 1991 dan Leeuwarder Courant edisi 13 Juli 1991 sampai memberitakan kisahnya.
Gerard bilang, dia keturunan Koekoektoe Khan, raja terakhir di stepa Mongolia yang meninggal pada tahun 1924. Gerard merupakan anak tunggal Pangeran Ganjuuriav Khan dan Putri Taimu Altan Ceceky di Calachin, yang masih turunan Genghis Khan. Ketika berusia enam tahun pada 1934, dia terpisah dari ayah-ibunya. Setelah setahun dirawat biksu dan diberi nama Chen Tao Tze, dia lalu dibawa ke Hindia Belanda oleh orang Belanda bernama Paul Meijers.
Paul Meijers adalah kapten kapal di maskapai Java-China-Lijn. Setelah di Hindia Belanda, Sersan KNIL Gerard Meijers, saudara Paul, mengasuhnya sebagai anak. Dia hidup seperti anak kolong dari serdadu Koninklijk Nederlandsche Indische Leger (KNIL).
Ketika Gerard remaja, KNIL Hindia Belanda dikalahkan tentara Jepang hingga menyerah pada 8 Maret 1942. Cimahi tempat Gerard tinggal pun jadi daerah pendudukan Jepang. Sebagai anak sersan Eropa, Gerard yang sipit ini juga jadi tawanan perang.
“Ketika Jepang menduduki Hindia, saya berhasil melarikan diri dari kamp anak laki-laki di Cimahi dengan membunuh seorang penjaga Jepang. Sampai tahun 1945 saya bersembunyi bersama biksu Tionghoa di sebuah vihara di Bandung, dekat Cimahi. Di situlah saya belajar karate kempo,” aku Dschero Khan alias Gerard Karel Meijers.
Setelah Jepang kalah pada 1945, tawanan perang yang orang Belanda dibebaskan, termasuk ayah angkatnya. Suatu kali seorang tentara Jepang yang sudah jadi tawanan ingin sekali mati terhormat sebagai tentara. Gerard lalu dipanggil Sersan Gerard Meijers untuk menghadapi si tentara Jepang itu.
“Ini adalah kesempatan seumur hidup untuk mengungkapkan kebencian Anda terhadap Jepang,” kata Sersan Gerard Meijers kepada Gerard Karel ”Khan” Meijers yang ketika itu masih berusia 18 tahun.
Gerard Khan lalu memainkan klewangnya. Dia lalu jadi terbiasa dengan pertumpahan darah.
Kala itu adalah masa yang diingat orang Belanda sebagai Masa Bersiap. Orang Eropa juga orang Ambon dan Manado tidak aman di sekitar Jakarta dan Bandung. Banyak dari mereka jadi sasaran pembunuhan laskar-laskar yang ikut mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Remaja macam Gerard pun jadi serdadu. Dia sempat bergabung dalam kesatuan Batalyon Andjing NICA yang dipimpin Kapten Van Zanten. Dia mengaku terakhir di militer dengan pangkat sersan.
Penelusuran atas diri Gerard Khan dilakukan Hans Toonen. Bagian Sejarah Militer di Den Haag menyebut: Kami kenal Gerard K. Meijers, lahir pada 28 Agustus 1934, terbukti dengan nomor registrasinya 34.08.28.245. Sementara Gerard Khan mengaku lahir 28 Agustus 1928. Klaim Gerard Khan jadi meragukan. Catatan militer menyebut Gerard K. Meijers pada 1953 ke Korea sebagai sukarelawan. Setahun berselang, ia menandatangani kontrak sebagai tentara profesional selama tujuh tahun. Setelah lewat perpanjangan, dia pensiun pada Oktober 1966. Namun bukan, bukan sebagai sersan, melaink sebagai kopral kelas satu. Sementara itu, pihak Mongolia pun tak menghiraukan dirinya sebagai pangeran yang keturunan Genghis Khan.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar