Jejak Prabowo di Papua
Namanya melambung usai sukses memimpin operasi pembebasan sandera di Mapenduma. Inilah kiprah paling membanggakan dalam karier militernya.
SETELAH menyambangi Manado, tanah kelahiran ibunya, kali ini Prabowo berkunjung ke Papua. Di lapangan Mandala Merauke, Prabowo berkampanye sekaligus temu kangen dengan para sahabatnya dulu. Seperti di Manado, Prabowo merasa safari politiknya ke Papua seolah dia balik ke kampung halaman sendiri.
“Tanah Papua memang selalu penuh kehangatan. Kunjungan ke Merauke lebih terasa pulang kampung dari pada kampanye,” demikian ujar Prabowo dalam akun twitter-nya.
Baca juga: Darah Minahasa di Tubuh Prabowo
Tanah Papua memang punya tempat tersendiri dalam kiprah militer Prabowo. Sewaktu menjadi Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, Prabowo pernah terlibat operasi militer penting. Tak tanggung-tanggung, Bowo ditugaskan memimpin operasi militer pembebasan sandera di pedalaman Papua.
Ketika berita penyanderaan menguar ke publik, Prabowo baru sekira seminggu atau 10 hari menjabat Danjen Kopassus. Pangkatnya brigadir jenderal. Satu masa dalam kariernya, Papua merupakan tempat orang nomor satu di korps baret merah itu mengukir nama.
OPM Menyandera
Pada 8 Januari 1996, dilaporkan sebanyak 24 anggota Tim Ekspedisi Lorentz 95 disandera oleh kelompok separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) di bawah pimpinan Daniel. Sebelum diculik, tim ekspedisi sedang melakukan penelitian biologi di Desa Mapenduma, Kecamatan Tiom, Jayawijaya.
Sembilan orang dilepaskan dalam seminggu pertama penyanderaan. Sementara lima belas lainnya tetap ditahan karena mempunyai nilai tukar lebih tinggi. Sebanyak tujuh orang diantaranya adalah warga negara asing. Sementara delapan orang lain merupakan peneliti Indonesia.
Proses negosiasi sempat dilakukan oleh International Red Cross (IRC, Palang Merah Internasional). Lobi-lobi IRC tidak membuahkan hasil. Pihak OPM tetap bersikukuh dengan tuntutan pembentukan negara Papua merdeka yang lepas dari Indonesia.
Baca juga: OPM Hampir Membunuh Sarwo Edhie
Menurut aktivis HAM Papua Decki Natalis Pigay dalam Evolusi Nasionalisme dan Sejarah Konflik Politik di Papua, pada awalnya pemimpin penyanderaan, Daniel Yudas Kogoya menampilkan sikap kompromistis dan lunak dalam mediasi. Pada waktu yang akan ditentukan, semua sandera akan dibebaskan. Namun, sikap radikal ditunjukan ketika Kelly Kwalik, Panglima Militer OPM mengintervensi proses penyanderaan.
“OPM meminta perhatian dunia internasional bahwa Indonesia memanipulasi perjanjian-perjanjian dan ingin menguasai Irian Jaya. OPM juga menghendaki demiliterisasi di Papua Barat, penghentian transmigrasi, serta penghentian perusakan lingkungan oleh Freeport,” catat Pigay mengutip Forum Keadilan, Nomor 22, 12 Februari 1996.
Hingga bulan Mei 1996, para sandera yang berjumlah sebelas masih ditahan. Penyanderaan memasuki hari ke-120. Beberapa diantaranya mulai terjangkit penyakit seperti malaria maupun tekanan psikis.
Kopassus Beraksi
Tuntutan OPM sudah pasti dimentahkan oleh pemerintah. Brigjen Prabowo mengusulkan pembebasan sandera lewat operasi militer. Walaupun resikonya tinggi, pejabat militer di Jakarta menyetujui usulan Prabowo.
Hari Kamis, 9 Mei 1996, Kopassus menyiapkan operasi militer rahasia. Sebanyak 800 prajurit dikerahkan yang pada umumnya bersenjatakan AK dan SSI. Sebanyak lima buah helikopter TNI AU diterbangkan untuk mengantarkan pasukan dalam operasi penyekatan mengepung lokasi penyanderaan. Sebayak 200 pasukan diterbangkan dengan helikopter sipil yang disamarkan.
“Prabowo menggunakan helikopter yang dicat warna putih dengan lambang Palang Merah untuk membohongi militer OPM,” tulis fotografer asal Denmark Peter Bang dalam Papua Berdarah: Kesaksian Seorang Fotografer di Papua Barat yang Lebihdari 30 tahun.
Prabowo sendiri ikut langsung memimpin operasi militer itu. Dia didampingi oleh Kepala Staf Kodam Cenderawasih, Brigjen Joni Lumintang. Desa Kinayan menjadi basis Kopassus menyusun kekuatan.
Ketika berhasil menjangkau lokasi penyanderaan, pasukan Kopassus segera beraksi. Kontak senjata berlangsung selama lima hari. Delapan orang anggota OPM tewas dalam peyergapan, sementara dua orang ditangkap hidup-hidup. Pada 15 Mei 1995, para sandera berhasil dibebaskan. Dari 11 orang sandera, 9 diantaranya selamat dan 2 orang yakni Yosias Lasamahu dan Navy Panekanan gagal diselamatkan. Penjelasan resmi menyebutkan mereka berdua terbunuh di tengah hutan.
“Saya bersyukur bahwa ini selesai. Kita juga sedih bahwa ada dua sandera yang tidak berhasil kita selamatkan. Tapi prajurit-prajurit kita telah berbuat yang sangat maksimal. Saya harus menyampaikan kebanggaan saya atas semua prajurit yang telah bekerja keras berjuang di sana,” kata Prabowo di depan awak media setiba di Jakarta usai memimpin operasi.
Hampir Dibuang ke Papua
Yang jelas, setelah sukses memimpin operasi pembebasan sandera di Mapenduma, nama Probowo kian melejit. Media memberitakannya sebagai pahlawan. Kariernya melesat hingga menggapai Panglima Kostrad.
Namun, karier Prabowo juga pernah hampir ditamatkan di Papua. Ketika prahara Mei ’98 menggoyang Presiden Soeharto, Prabowo jadi sasaran amarah keluarga Cendana. Sebagai Panglima Kostrad dan menantu presiden, Prabowo dianggap tak becus dalam meredam aksi demonstrasi mahasiswa yang menduduki Gedung MPR. Ujung-ujungnya Soeharto dituntut untuk mundur dan pada akhirnya terpaksa mundur.
Soeharto menginstruksikan agar Prabowo segera dilepaskan dari komando pasukan. Panglima TNI saat itu, Jenderal Wiranto memberikan opsi, apakah Prabowo harus “dilempar” ke teritorial Irian Jaya, atau tempat lainnya.
“Ndak usah, kasih saja pendidikan. Bukankah keluarganya intelektual,” demikian kata Soeharto sebagaimana terkisah dalam biografi Sumitro Djojohadikusumo: Jejak Perlawanan Begawan Pejuang karya Aristides Katoppo dkk.
Prabowo lantas dimutasi menjadi Komandan Seskoad. Itulah jabatan terakhirnya di TNI.
Baca juga: Kisah Bowo Anak Kebayoran
Tambahkan komentar
Belum ada komentar