top of page

Sejarah Indonesia

Advertisement

Dulu Para Sersan Berserikat

Dulu para sersan bumiputra punya perkumpulan. Terdiri dari berbagai etnis.

Oleh :
Historia
28 Mar 2024

Dengarkan artikel

bg-gray.jpg
bg-gray.jpg
camera overlay
camera_edited_30.png

Pasukan KNIL di Cirebon. Dalam KNIL, bintara diperbolehkan berserikat. (Geheugendelpher)

Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya kebebasan berserikat dan berkumpul bagi para warga negara Indonesia. Tapi itu bukan hal baru. Di zaman Hindia Belanda, berserikat dan berkumpul diperbolehkan bahkan dalam ketentaraan. Para sersan atau bintara boleh berserikat dan berkumpul dalam sebuah wadah.


Aturan itulah yang dijadikan bekal oleh beberapa bintara tentara kolonial Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) asal Jawa, Minahasa, dan etnis-etnis lain di Nusantara mendirikan perkumpulan bernama Oentoek Keperloean Kita (Baca: Untuk Keperluan Kita. Singkatan: OKK). OKK diakui pemerintah kolonial berdasar Gouverment Besluit tanggal 17 Januari 1928 nomor 2X.


Anggota OKK tersebar di banyak daerah. Tak hanya di beberapa kota tangsi di Jawa macam Ambarawa, Magelang, Meester Cornelis (Jakarta Timur) saja, tapi juga Lahat di Sumatra Selatan, Ambon, Balikpapan, Atambua dan lain-lain. Bahkan, OKK punya suratkabar berbahasa Melayu Pasar—yang mirip bahasa Indonesia saat ini—dengan nama Oentoek Keperloean Kita juga.


Pada 1934, OKK dipimpin Sersan Soedarsono. Koran De Indische Courant tanggal 2 Juli 1934 menyebut Soedarsono dipilih berdasar Kongres Tahunan 1934. Para pengurus pada periode ini adalah Ranti, Soebardi dan Soelomo serta Soeratmo dan Semplo.


“Sebagai seorang sersan KNIL, Ia menduduki jabatan sebagai Ketua Onder Officieren Bond (persatuan ikatan bintara),” ujar putra Soedarsono, Brigadir Jenderal Soemarno Soedarsono, dalam Guru-guru Keluhuran.


Pada 1942, Sersan Mayor Paidjo dipercaya menjadi ketua OKK. Pria kelahiran Purworejo, 5 Oktober 1904 itu merupakan seorang staf hornblazer (peniup terompet) pada bagian musik militer. Menurut Orang Indonesia Terkemoeka di Jawa, Paidjo, adalah seorang kapelmaster (kepala musik militer) di Cimahi.


Wakil Paidjo di OKK adalah Fourier Parengkuan. Sementara, sekretarisnya Sersan Mamesah dan Sersan Matulessij, dan bendaharanya Raden Soebardi. Sebagai pelindung organisasinya kala itu adalah Mayor Artileri Raden Sardjono Soerio Santoso (1898-1974) yang lulusan Akademi Militer Breda.


Umumnya kehidupan para sersan cukup sejahtera. Kata Boediardjo –perwira tinggi AU yang kemudian menjadi menteri penerangan di Kabinet Pembangunan I– dalam Siapa Sudi Saya Dongengi, gajinya 60 gulden di awal. Jumlahnya bertambah seiring bertambahnya masa dinas. Dengan kesejahteraan itu Sersan Boenjamin bisa menyekolahkan beberapa anaknya ke jenjang Europe Lager School (ELS). Sersan Muskita bahkan anaknya bisa sekolah di Hogare Burger School (HBS) KW III—yang kini menjadi bagian dari komplek Perpusnas Salemba.


Namun, itu terjadi pada “masa normal” (era Hindia Belanda). Setelah Hindia Belanda rontok, bukan hanya OKK yang ikut ambruk tapi juga kehidupan para sersan itu terbalik menjadi susah. Beberapa di antaranya bahkan ada yang menjadi tawanan perang, terutama para sersan Ambon dan Minahasa. Mereka rentan dicurigai sebagai mata-mata Belanda. Beberapa sersan Jawa juga sempat mengalami penahanan.


“Saat Jepang menduduki Indonesia, ayah ditangkap dan dipenjara di Cilacap. Ibu harus banting tulang bagi kami, anaknya yang berjumlah tujuh orang. Ibu mengajar pada pagi hari lalu kerja serabutan malam harinya,” aku Soemarno Soedarsono.


Di zaman Jepang, para sersan itu menjadi orang yang diawasi pula. Paidjo berada di Kutoarjo dan tidak bekerja. Boenjamin setelah pulang dari Kalimantan dan berada di Jawa Barat juga harus jadi orang biasa.


Sementara itu, bekas Sersan Semplo terlibat dalam gerakan bawah tanah perlawanan terhadap fasis. Semplo bin Kromoredjo, sersan infanteri KNIL dengan stamboek 6959, dianggap berjasa dalam perlawanan terhadap tentara Jepang di Asia. Menurut koran De Vrije Pers edisi 13 Januari 1950, ia tergolong Verzetsster Oost-Azie 1942-1945. Pria asal Kutoarjo ini kembali bertugas di KNIL dan ditempatkan di Batalyon Infanteri ke-20 di Batang dari 1945 hingga 1949.

Komentar

Dinilai 0 dari 5 bintang.
Belum ada penilaian

Tambahkan penilaian

Advertisement

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy Jusuf Jenderal Tionghoa

Tedy masuk militer karena pamannya yang mantan militer Belanda. Karier Tedy di TNI terus menanjak.
Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Mengakui Tan Malaka Sebagai Bapak Republik Indonesia

Tan Malaka pertama kali menggagas konsep negara Indonesia dalam risalah Naar de Republik Indonesia. Sejarawan mengusulkan agar negara memformalkan gelar Bapak Republik Indonesia kepada Tan Malaka.
Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Perang Jawa Memicu Kemerdekaan Belgia dari Belanda

Hubungan diplomatik Indonesia dan Belgia secara resmi sudah terjalin sejak 75 tahun silam. Namun, siapa nyana, kemerdekaan Belgia dari Belanda dipicu oleh Perang Jawa.
Prajurit Keraton Ikut PKI

Prajurit Keraton Ikut PKI

Dua anggota legiun Mangkunegaran ikut serta gerakan anti-Belanda. Berujung pembuangan.
Mengintip Kelamin Hitler

Mengintip Kelamin Hitler

Riset DNA menyingkap bahwa Adolf Hitler punya cacat bawaan pada alat kelaminnya. Tak ayal ia acap risih punya hubungan yang intim dengan perempuan.
bottom of page