Mengapa kita perlu belajar dari sejarah? Kita semua mengenal sejarah, karena sejarah merupakan mata pelajaran yang mulai dikenalkan kepada kita sejak masih duduk di Sekolah Dasar hingga menyelesaikan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Atas. Kedudukannya sebagai mata pelajaran wajib menempatkan sejarah sebagai ilmu pengetahuan yang wajib dipelajari oleh semua generasi muda bangsa.
Hal yang paling penting dalam kandungan materi pelajaran sejarah adalah melacak kebenaran tentang peristiwa yang terjadi di masa lalu. Belajar dari sejarah juga untuk mengetahui asal usul segala sesuatu, karena segala sesuatu itu memiliki sejarah, termasuk asal usul manusia dan perkembangan peradabannya, sehingga kita menyadari adanya perbedaan di setiap bangsa, suku bangsa dan keadaan negara lain di seluruh dunia. Pemahaman terhadap kekuatan-kekuatan historis akan menjadi hal penting mendasar yang dapat menghubungkan setiap individu dan mempengaruhi cara kita membangun interaksi satu sama lain.
Mempelajari sejarah sebagai sebuah rangkaian peristiwa akan melatih kita untuk selalu berpikir dan mengolah informasi. Mendorong munculnya imajinasi melalui mengolah informasi berdasarkan fakta-fakta kebenaran yang dapat membangkitkan pikiran-pikiran dan kemampuan menganalisis ide-ide secara objektif.
Belajar dari sejarah seharusnya memang tidak sekedar menghafal jalannya peristiwa, tahun terjadinya peristiwa, ataupun tentang nama-nama tokoh pelaku sejarah, tetapi lebih untuk memahami hal-hal positif dan negatif yang terjadi pada setiap peristiwa yang terjadi. Misalnya, mengapa peristiwa itu terjadi? apa pemicunya, apa latar belakangnya dan bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut? Akankah membawa kemajuan atau malah meninggalkan hal hal negatif yang berkepanjangan? Dan tak kalah penting dengan belajar dari sejarah adalah untuk mengetahui apakah sebuah peristiwa sejarah mempunyai relevansi dengan masa sekarang. Seperti membuat solusi dan pemecahan masalah masa lalu yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah dimasa sekarang.
Jika banyak hal yang dapat kita peroleh dengan belajar dari sejarah, maka sebagai ilmu sejarah, harus selalu ditulis sesuai dengan fakta yang ada. Sejarah harus ditulis berdasar informasi-informasi akurat dan kebenarannya teruji, karena bicara sejarah adalah bicara tentang kebenaran. Bagaimana kita akan membangun kesadaran budaya, mengenali identitas bangsa sendiri (Indonesia) jika sajian peristiwa masa lalunya dipenuhi dengan hal-hal yang tidak akurat ataupun diwarnai dengan manipulasi?
Sayangnya kenyataan dari peristiwa sejarah sering tidak dapat terhindar dari kepentingan politik penguasa. Sehingga materi sejarah sering mengalami pembelokan fakta dari kebenaran sejarah yang ada. Di Indonesia kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi penyusunan kurikulum, sebagai rambu-rambu pembelajaran yang harus ditaati.
Masa Orde Baru kontrol pemerintah terhadap mata pelajaran Sejarah sangat ketat, terutama materi-materi yang terkait dengan G30S yang terjadi pada tahun 1965, proses peralihan kekuasaan, dari Sukarno kepada Suharto dan masa pemerintahan Reformasi. Hal ini mengakibatkan banyaknya materi-materi kontroversial yang memerlukan penyelarasan, yang berdasarkan kebenaran fakta sejarah.
Keterbukaan fakta terhadap kebenaran memang tidak dapat terlepas dari keterbukaan media sosial yang semakin banyak membanjiri kehidupan masyarakat. Meskipun kebenaran fakta-fakta baru yang mengungkap banyak peristiwa sejarah ini tetap harus dipilah dan dipilih sehingga tidak terjebak menjadi asumsi.
Pendapat tentang ganti Menteri ganti kurikulum mungkin tidak semuanya benar, karena kurikulum itu sifatnya dinamis. Kurikulum akan disusun dengan menyesuaikan kebutuhan peserta didik dan perkembangan jaman. Artinya kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat mengadaptasi kesesuaian konteks dan karakteristik peserta didik demi membangun kompetensi sesuai dengan kebutuhan mereka sekarang dan masa depan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi baru-baru ini telah meluncurkan kurikulum baru yang lebih dikenal dengan Kurikulum Merdeka (KM), yang implementasinya secara bertahap mulai tahun 2021/2022 tetapi baru diterapkan di sekolah-sekolah penggerak, yaitu sekolah-sekolah dengan persyaratan tertentu. Seperti kesiapan guru-gurunya, fasilitas sekolah yang memadai dan sumber daya lainnya. Sebenarnya apa yang berbeda dengan kurikulum sebelumnya tampaknya memang bukan pada tataran paradigmatik tetapi lebih kepada masalah teknis. Seperti jumlah jam pelajaran, dan pemberian otonomi kepada sekolah untuk mengatur jam pelajaran perminggunya, sementara Kemendikbud Ristek menentukan jam pelajaran per tahunnya. Penerapannya secara menyeluruh memang baru dicanangkan pada tahun 2024.
Terkait dengan mata pelajaran sejarah pada Kurikulum Merdeka memiliki karakteristik sebagai berikut: pertama, terkait dengan dimensi ruang dan waktu; kedua, dari sisi substansi berisi berbagai peristiwa penting yang terjadi di Indonesia baik dalam lingkup lokal dan nasional, yang dimulai sejak masa prasejarah sampai pemerintahan Reformasi; ketiga, mencakup peristiwa global yang memiliki keterikatan langsung maupun tidak langsung dengan Indonesia.
Substansi materi masih relatif sama, tidak ada penyelarasan pada peristiwa sejarah terutama yang terkait dengan peristiwa 1965, orde baru, masa pemerintahan reformasi, seperti tentang adanya sejumlah konflik internal, yang banyak menimbulkan korban jiwa. Juga tentang adanya kekerasan politik yang terjadi sehingga berakibat dengan munculnya sejumlah peristiwa pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia.
Masih banyak catatan hitam sejarah bangsa yang dibiarkan terpendam dalam ingatan masyarakat yang belum terselesaikan bahkan nyaris terlupakan. Padahal fakta kebenaran tentang apa yang terjadi dapat dengan mudah diperoleh melalui banyak media sosial. Ketimpangan seperti ini memang menyulitkan guru dalam proses pembelajaran, karena terbukanya arus informasi tentang kebenaran fakta baru masih dikendalikan oleh substansi materi yang tidak sesuai dengan perkembangan yang ada.
Mungkin memang sudah saatnya jika pemerintah lebih dapat membuka diri dengan mengkaji kembali dan melakukan penyesuaian materi sejarah dan lebih terbuka dalam menerima fakta kebenaran. Karena sekali lagi bicara sejarah adalah bicara tentang kebenaran.
NB: Opini ini adalah tanggapan atas opini dari Alvie Sheva Zahira yang berjudul Perlukah Materi Pelajaran Sejarah Diperbarui, di kolom Historia sebelumnya.
Ratna Hapsari, Guru Sejarah Purnabakti. Penulis buku teks Pelajaran Sejarah SMA/Sederajat. Pendiri dan Pembina Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI). Meraih gelar Sarjana Pendidikan Sejarah dari IKIP Jakarta lalu mengambil Master Antropologi di UI dan Doktor Teknologi Pendidikan UNJ.