Indonesia, Tempat Utama Evolusi Manusia
Fosil Homo erectus pertama dan terbanyak ditemukan di Indonesia. Karenanya Indonesia menggagas pendirian pusat studi evolusi manusia.
INDONESIA akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mendirikan pusat studi evolusi manusia. Lembaga bernama Center for Human Evolution, Adaptation and Dispersals in Southeast Asia ini akan mengkaji bagaimana manusia prasejarah sampai ke Asia Tenggara dan persebarannya. Pusat studi ini akan berkoordinasi dengan para peneliti internasional terutama di Asia Tenggara. Mereka berasal dari berbagai ilmu penunjang antara lain paleoantropologi, arkeologi, biologi, paleontologi, palenologi, juga pertanggalan.
“Kita akan melakukan hubungan penelitian yang ada di Afrika Timur, Afrika Selatan, Eropa, Georgia, dan juga dengan Asia Timur. Lingkupnya adalah penelitian evolusi manusia purba, tentang fauna, budaya, dan evolusi lingkungan,” kata Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harry Widianto kepada Historia.
Sejauh ini, proposal pendirian pusat studi telah diajukan ke UNESCO. Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB ini, mengirimkan ahlinya ke Indonesia untuk melihat kesiapannya. Rekomendasi dari ahli itu akan dibahas di sidang umum UNESCO pada November 2017 di Paris.
“Di situ tinggal diterima atau ditolak. Kira-kira sudah berjalan 90 persen,” ujar Harry.
Kesiapan yang dibutuhkan adalah fasilitas, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia yang mumpuni. Sejauh ini, telah banyak ditemukan situs manusia purba terutama di Jawa. Sarana dan prasarana penelitian di Situs Sangiran dinilai telah memadai. Saat ini, ada sekira 30 peneliti bergelar doktor dan master yang dididik di luar negeri.
“Jadi sumber daya manusia nggak ada masalah. Indonesia nanti yang mengkoordinir dan mengaktifkan para peneliti di Asia Tenggara dan link ke Eropa, Afrika dan Cina,” jelasnya.
Tempat Utama
Fosil Homo erectus (manusia purba berdiri tegak) pertama kali ditemukan di Situs Trinil, Ngawi, Jawa Timur, pada 1891. Sejak itu, fosil-fosil manusia prasejarah ditemukan di situs-situs lain. Pada 1931 sebelas tengkorak Homo erectus ditemukan di Situs Ngandong di Blora.
Setelah itu, fosil manusia purba ditemukan di Situs Sangiran, Sragen, pada 1934. Sangiran menjadi situs utama hingga kini karena menampilkan sendimentasi endapan mulai ketebalan 80-100 m. Situs ini pun mencirikan evolusi lingkungan mulai dari laut dalam, laut dangkal, rawa, hingga endapan daratan kontinental. Dari sisi temuannya, Situs Sangiran mewakili 50 persen populasi Homo erectus di dunia. Sebanyak 120 fosil individu ditemukan di sana yang berasal dari 1,5 juta tahun hingga 250 ribu tahun yang lalu. Sangiran juga mewakili evolusi fauna selama 1,8 juta tahun, evolusi kultural selama 1,2 juta tahun, dan evolusi lingkungan selama 2,4 juta tahun.
Setelah Sangiran, pada 1936 ditemukan situs prasejarah di wilayah Mojokerto; Situs Pati Ayam ditemukan pada 1979; dan Situs Smedo di Tegal ditemukan pada 2004.
“Itu semua situs-situs utama. Terutama Pulau Jawa merupakan salah satu tempat utama di dunia tentang evolusi manusia,” ujar Harry.
Ahli paleontologi itu menjelaskan fosil Homo erectus juga ditemukan di Afrika Timur, Eropa, dan Tiongkok, termasuk di Situs Dmanisi, Georgia. Situs Dmanisi adalah situs utama di daerah Asia Depan terkait eksistensi Homo erectus yang bermigrasi keluar Afrika pada 1,8 juta tahun lalu. Situs ini ditemukan pada 1991.
Menurut Harry kesamaan pertanggalan dengan Homo erectus yang bermigrasi keluar dari Afrika, membuktikan Asia Depan pun mempunyai spesimen Homo erectus yang kepurbakalaannya sama dengan spesimen dari Afrika.
Dalam hal ini, Situs Dmanisi telah memberikan banyak spesimen Homo erectus yang paling tua. Karenanya Georgia juga dianggap sebagai pusat evolusi utama di dunia. Meski begitu, koleksi spesimen Homo erectus di Indonesia terbanyak di dunia.
“Kita juga punya historis pertama kali di dunia. Sekarang dunia sangat hormat dengan proses evolusi yang terjadi di Indonesia,” lanjut Harry.
Indonesia, khususnya Jawa, sebagai daerah tropis memang sangat memungkinkan untuk ditinggali manusia prasejarah. Sejak keluar Afrika, mereka terus berpindah ke Asia Tenggara hingga langsung tiba di Jawa. “Yang lain dilewati,” kata Harry.
Di manapun tempat ditemukannya, Homo erectus punya ciri yang sama. Secara garis besar, ia mirip dengan Homo sapiens. Antara Homo erectus di satu tempat dengan yang lain dibedakan dari bagaimana mereka beradaptasi. “Tapi struktur tengkorak sama,” kata Harry.
Homo erectus Indonesia memiliki penebalan pada terbit matanya. Di Jawa, dahinya landai dan miring. Antara penebalan torus di atas mata (supra orbitalis) dengan dahi tidak ada cekungan. Sementara Homo erectus di Cina, ada penonjolan pada supra orbitalis, diikuti sebuah cekungan baru bergabung dengan dahi landai juga. “Di Cina, bagian supra orbitalis sangat menonjol, di kita tidak,” jelas Harry.
Bedanya dengan Homo sapiens, Homo Erectus punya tengkorak lonjong ke depan sampai belakang. Dahinya landai dengan atap tengkorak pendek. Ada penonjolan lancip pada bagian tengkorak dan lebar di daerah telinga. “Homo sapiens sekarang kan tengkorak bundar. Dari genetika berbeda dengan yang ada di Amerika. Kita juga berbeda dengan yang di Afrika. Ada adaptasi lokal,” kata Harry.
Tambahkan komentar
Belum ada komentar